DEANA

DEANA

Deana-01

Di sebuah desa yang masih sangat asri dengan hamparan sawah luas yang berada tidak jauh dari wilayah perkampungan. Di sanalah tempat tinggal seorang gadis cantik bersama dengan ibu dan adik laki-lakinya. Hidup dalam kesederhanaan tidak membuatnya mengeluh ataupun menyalahkan keadaan karena harus terlahir dari keluarga yang kurang dari segi ekonomi. 

Dia hanyalah gadis lulusan SMP sekitar lima tahun lalu, sedangkan adiknya sekarang baru kelas dua sekolah menengah pertama. Ibunya adalah seorang tukang bersih-bersih panggilan juga sebagai buruh tandur (tanam bibit padi). Sementara dirinya masih pengangguran karena belum ada pekerjaan yang cocok untuk gadis muda seusianya. 

"Ibu sudah pulang?" Wajah Deana berbinar bahagia saat melihat kepulangan ibunya dari sawah. 

"Sudah, De. Adikmu sudah pulang?" tanya balik Tinah—ibu Deana.

"Belum, Bu. Mungkin sebentar lagi, biasanya Rangga pulang jam satu." Deana meraih keranjang kecil yang digunakan sang ibu sebagai tempat membawa bekal.

"Kalau begitu ibu mau mandi dulu, mau dzuhuran juga." Tinah bangkit berdiri lalu berjalan menuju ke kamar mandi yang berada di dalam rumah bagian belakang. 

Tinah menggerek ember untuk mengambil air dari dalam sumur. Jika sebagian besar warga di desa tersebut sudah menggunakan air dari PDAM ataupun pompa air listrik, tetapi tidak dengan Tinah. Bukan tidak ingin, tetapi dia belum memiliki cukup uang untuk itu. Terkadang, dia masih ke tempat pemandian umum yang memanfaatkan sumber mata air bersih. Namun, rasa lelah Tinah membuatnya saat ini enggan untuk berjalan ke sana karena letaknya yang berada di ujung desa.

Selagi sang ibu membersihkan diri, Deana membuka keranjang itu dan mengeluarkan tempat bekal makan dan minum milik Tinah yang saat ini telah kosong dan menaruhnya bersama tumpukan piring kotor. Ia akan mencuci setelah Tinah selesai mandi nanti.

Di saat Deana sedang sibuk beberes, terdengar suara pintu diketuk dengan cukup kencang. Gadis itu segera menghentikan kegiatannya dan berjalan tergesa untuk membuka pintu. Dalam hati menggerutu, siapakah tamu yang tidak sabaran itu. 

Ketika pintu terbuka, wajah Deana mendadak gugup saat melihat Bang Togar—rentenir terkenal di desa itu— sudah berdiri dengan tangan menyentuh tembok dan juga sebuah rokok togok berada di mulutnya. Lelaki itu menghisap rokok secara dalam lalu meniupkan asapnya tepat di wajah Deana. Gadis itu tidak membuka suara, hanya sedikit memundurkan tubuhnya supaya tidak banyak asap yang masuk ke paru-paru. 

"Di mana ibumu?" tanya Togar. Suaranya terdengar menggelegar sehingga membuat tubuh Deana sedikit meringsut. 

"Se-sedang mandi." Deana menjawab gugup. Tangan gadis itu saling merem*s bahkan keringat dingin mulai terlihat membasahi dahi.

"Katakan padanya kalau aku datang!" suruh Togar. Deana hanya terdiam di pintu karena ragu, tetapi melihat sorot mata Togar yang menajam, gadis itu pun melangkah masuk dan tak lupa menyuruh tamunya untuk masuk walaupun dalam hati ingin mengusirnya. 

Deana kembali ke belakang untuk mencari ibunya, tetapi wanita itu sudah tidak berada di sana. Kemudian, dia menuju ke kamar Tinah dan melihat sang ibu sedang sholat. Deana hanya berdiri di ambang pintu menunggu sampai ibunya selesai. Tatapan gadis itu tampak nanar saat melihat Tinah sedang menengadahkan tangan, merapalkan doa-doa.

"Bu," panggil Deana saat Tinah baru saja melepas mukena. Tinah berbalik dan melihat putrinya yang sedang berjalan mendekat.

"Ada apa, De?" tanya Tinah. Kening wanita itu mengerut saat melihat wajah putrinya yang tampak begitu gugup.

"Ada Bang Togar di depan." Mendengar jawaban Deana, raut terkejut tampak memenuhi wajah Tinah, tetapi wanita tersebut berusaha untuk tetap terlihat tenang. Tidak ingin membuat putrinya merasa cemas. 

"Kalau begitu ayo kita temui. Tidak baik membiarkan tamu menunggu lama." Tinah bergegas bangun. Bahkan dia tidak melipat mukena yang baru dipakai, hanya memasukkan dalam sajadah lalu menggulungnya. 

Langkah Tinah sedikit lebih cepat, sedangkan Deana hanya mengekor tanpa mengucap sepatah kata pun. Togar yang sedang duduk dengan kaki saling menindih segera mematikan rokoknya saat melihat kedatangan si tuan rumah.

"Maaf membuat kamu menunggu, Bang." Tinah berbicara dengan sopan, tetapi Togar tidak menyahut. Lelaki itu justru meluruskan tangan di atas sofa usang yang saat ini diduduki.

"Kapan kamu akan membayar hutangmu beserta bunganya?" tanya Togar tanpa basa-basi. Tinah mendadak diam dengan raut wajah bingung. "Kenapa kamu diam!"

"Ma-maaf, Bang. Saat ini aku belum ada uang." Tinah berusaha mengumpulkan keberanian.

"Kapan kamu ada uang? Hampir setahun kamu meminjamnya!" seru Togar. 

Deana yang barusan berada di ambang pintu akhirnya berjalan mendekat dan memegang kedua pundak ibunya. Dia tidak mau ada seorang pun yang menyakiti ataupun membentak ibunya. Togar menunggingkan senyum saat menatap lekat wajah Deana. 

"Beri waktu lagi, Bang." Tinah menangkup tangan di depan dada dengan wajah memelas. 

Togar tersenyum sinis lalu mendecakkan lidah. "Kamu mau minta waktu berapa lama lagi? Atau kamu berikan saja putrimu yang cantik ini dan hutangmu kuhitung lunas." 

Terpopuler

Comments

Partiah Yake

Partiah Yake

masuk konflik

2023-05-20

1

itanungcik

itanungcik

hadir..

2023-05-12

1

LISA

LISA

Aq baru mampir nih

2023-04-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!