Tidak Diakui

Ketika Nur Berliana Putri menikah dengan anak laki-laki dari Juwita, dia tidak pernah memikirkan apapun. Dia hanya berharap supaya bisa menjadi anggota baru dari keluarga suaminya dan menemukan teman-teman baru di lingkungan keluarga barunya. Namun, setelah beberapa hari menjadi menantu Juwita, dia merasa semua itu teh hanyalah mimpi. Ibu mertuanya tidak pernah mengajaknya keluar rumah untuk bertemu dengan teman-temannya, ataupun keluarganya.

Tapi begitu keluar, Juwita justru memperkenalkan dirinya sebagai seorang pembantu rumah, bukan menantunya.

Sama seperti sekarang, disaat juwyita mengajaknya pergi berbelanja keperluan rumah di Mall.

"Hai, apa kabar, jeng Juwita? Lama tidak bertemu!" Sapa seseorang, saat berpapasan dengan Juwita

"Hai jeng Ningrum, aku baik-baik saja. Kamu sendiri bagaimana?"

Juwita dengan ramah membalas sapaan dari temannya, yang ternyata bernama Ningrum. Mereka juga berpelukan dan cipika cipiki sebagaimana biasanya.

"Aku juga baik-baik saja, terima kasih. Jeng Juwita sedang mencari apa, sama siapa?" Tanya Ningrum ingin tahu.

"Oh iya, ini nih, saya bersama dengan membantu mau belanja keperluan rumah. Perkenalkan pembantu baru saya ini, jeng Ningrum."

Juwita justru memperkenalkan Berliana sebagai pembantu barunya, bukan sebagai seorang menantu yang telah menikah dengan putranya.

"Oh, begitu."

Dengan seksama, jeng Ningrum memperhatikan bagaimana Berliana yang tampak sederhana.

"Namanya Nur. Dia sangat rajin dan tanggap dalam pekerjaannya. Saya sangat senang dengan cara kerjanya di dapur dan urusan rumah."

Juwita memuji Berliana, tapi dengan nada yang sinis. Dan itu bukanlah sebuah pujian yang tulus dan benar, karena sebenarnya Juwita sedang merendahkan dan mengolok-ngolok menantunya sendiri sebagai seorang pembantu di rumahnya.

"Baguslah kalau begitu. Apa dia orang baru di sini?" Ningrum bertanya lagi.

"Iya, dia baru saja datang dari kampung, dan menjadi membantu kami dalam urusan rumah tangga."

Ningrum mengangguk-anggukkan kepalanya, mendengar penjelasan yang diberikan oleh Juwita. "Oh, begitu. Dia dari mana?" Tanyanya heran.

Dari raut wajah dan penampilan Berliana yang sederhana, Ningrum melihat cincin kawin dengan batu permata yang tentunya tidak murah untuk ukuran orang biasa seperti Nur, yang katanya pembantu.

"Dia dari desa di luar kota. Dia sangat terampil dalam mengurus pekerjaan rumah tangga. Dia sudah membantu pekerjaan rumah dengan baik."

Juwita kembali memberikan penjelasan, tanpa merasa curiga jika Ningrum sedang memperhatikan cincin yang melingkar di jari manis Berliana. Cincin pernikahan dari anaknya, Kenzie.

Berliana sendiri hanya diam saja, sama seperti yang diminta mama mertunya sejak keluar dari rumah.

"Oh, begitu ya. Baiklah kalau begitu, tadinya saya berpikir bahwa wanita ini adalah menantumu. Hehehe… senang bertemu denganmu, jeng Juwita, dan juga Nur. Saya permisi dulu."

Ketika jeng Ningrum pamit untuk pergi, Juwita tersenyum tipis, mendengar perkataan Ningrum yang memang benar mengenai status Berliana sebagai menantunya.

“Senang juga bertemu denganmu. Sampai jumpa!” sahut Juwita, kemudian menarik Berliana supaya pergi dari tempat itu.

Juwita tidak mau mengakui bahwa Berliana adalah menantunya, karena dia merasa malu dengan kenyataan wanita dengan penampilan sederhana inilah yang ternyata menjadi menantunya, bukan model cantik seperti Alice yang dia bangga-banggakan sebelumnya.

Dia memperkenalkan Berliana sebagai pembantu baru untuk menyembunyikan hubungan yang sebenarnya, padahal tindakannya itu membuat berliana ingin menangis karena perlakuan dan perkataan mertuanya sudah menyakiti hatinya. Tapi Berliana hanya diam saja sedari tadi.

***

Sebagai istri yang baru menikah, Berliana merasa keinginan untuk terhubung dan bergaul dengan orang lain sangat penting. Namun, dia terus mengalami kesulitan dalam menemukan cara untuk membangun hubungan sosial yang sehat dengan keluarga suaminya. Bahkan ketika dia mencoba menunjukkan minatnya untuk bergabung dengan kegiatan keluarga, ibu mertuanya selalu memberinya pekerjaan dengan urusan rumah tangga dan tidak memberinya waktu dan kesempatan untuk mengajaknya turut serta dalam kegiatan tersebut.

Sebaliknya, ibu Juwita hanya memperlakukan Nur Berliana Putri seperti seorang pembantu. Baik di rumah maupun di luar rumah jika tidak ada Kenzie.

Setiap kali ada keperluan belanja bulanan rumah tangga, ibu Juwita selalu mengajaknya untuk membeli barang-barang di pasar atau toko-toko terdekat. Namun, dia tidak pernah menunjukkan rasa terima kasih atas bantuan Berliana dalam pekerjaan rumah tangga. Dia justru lebih sering memperlihatkan ketidakpuasan atas pekerjaan yang dilakukan oleh menantunya, dengan memberinya penilaian yang buruk.

Hal yang lebih menyakitkan Berliana adalah, ketika Juwita memperkenalkan dirinya kepada teman-temannya

sebagai pembantu barunya.

Apa yang dilakukan oleh Juwita membuat Berliana merasa kecil hati dan tidak dihargai, juga merusak citra dirinya di mata orang lain dan membuatnya semakin merasa terisolasi.

Berliana berusaha untuk tidak mengadu dan memendam kesedihannya supaya tidak terlihat oleh suaminya, namun dia merasa kesulitan untuk melakukannya karena dia takut membuat suaminya merasa kesal atau justru ikut membenci dirinya. Itulah sebabnya dia hanya bisa diam saja.

"Aku takut jika harus bicara dengan mas Kenzie atas perlakuan mama. Apa yang harus aku lakukan?"

Berliana merasa sangat tidak nyaman dengan perlakuan ibu mertuanya yang tidak mengakuinya sebagai menantu dan bahkan memperlakukannya seperti pembantu. Berliana merasa sangat terpukul dan tidak dihargai oleh ibu mertuanya sendiri, padahal dia sudah mencoba menjalin hubungan baik dan mencari persahabatan dengan ibu mertuanya sejak awal. Tapi selalu saja tidak berhasil.

Saat malam, sebelum pergi tidur, Berliana mencoba untuk berbicara dengan Kenzie.

"Mas. Sepertinya… mama, mama benar-benar tidak bisa menerima aku."

Kenzie diam dan tidak langsung memberikan reaksi apapun. Dia memperhatikan bagaimana istrinya yang ingin berbicara.

Tapi setelah beberapa saat lamanya, ternyata Berliana tidak melanjutkan pembicaraan tersebut. Hanya menunduk saja, dengan memainkan jari-jarinya yang bertaut satu sama lainnya.

Kenzie tersenyum senang, melihat bagaimana Berliana yang tidak menjelekkan mamanya. Meskipun sebenarnya Kenzie sedikit lebih paham bagaimana sifat dan kelakuan mamanya selama ini.

"Kamu yang sabar, ya. Mama hanya perlu waktu untuk mengenalmu lebih jauh. Semoga saja, suatu hari nanti mama bisa mengerti dan memahami bahwa kamu adalah wanita terbaik untukku dan untuk keluarga ini."

Kenzie berusaha untuk menenangkan perasaan istrinya yang sedang tidak baik-baik saja. Dia mengambil tangan Berliana, kemudian menggenggam tangan tersebut.

Cup

"Maaf. Maafkan, mamaku."

Kenzie meminta maaf atas nama mamanya, setelah mengecup punggung tangan istrinya. Dia tahu, jika mamanya selalu memperlakukan istrinya dengan tidak baik. Tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa, karena jika dia membela istrinya, maka mamanya itu akan mengamuk dan pergi dari rumah.

Hal itu tentu saja sangat memalukan. Apalagi jika sampai ketahuan keluarga besar mereka.

"Oh ya, dua hari lagi aku berencana untuk mengundang saudara-saudara makan malam di rumah. Aku akan memperkenalkan mu pada mereka, sebelum melaksanakan resepsi pernikahan kita yang belum sempat kita lakukan."

Mendengar perkataan suaminya, Berliana merasa lega. Dengan pertemuan keluarga nanti, maka statusnya sebagai istri dari Kenzie akan diakui secara langsung. Dan itu adalah langkah awal yang baik, agar Juwita tidak lagi memperkenalkan dirinya sebagai seorang pembantu.

"Benar mas, kapan? Maksudku… aku harus bagaimana?" Tanya Berliana gugup.

Dia tidak pernah menghadiri acara pertemuan keluarga secara resmi, seperti yang ada di acara-acara tertentu. Dia hanya tahu bagaimana keadaan pondok pesantren, jika ada acara-acara seperti pengajian dan lain-lainya.

Berliana gugup, karena pasti acaranya jauh berbeda dengan tata cara yang berbeda juga. Apalagi keluarga suaminya itu adalah keluarga yang berkelas sosial tinggi.

"Kamu tenang saja. Aku akan ada di acara tersebut, jadi semuanya akan baik-baik saja." Kenzie menenangkan istrinya yang sedang gugup.

"Maaf, Mas."

"Sudah, ya. Kamu tidak perlu khawatir, jadi lebih baik kita melakukan ibadah saja, yuk!"

Berliana tersipu malu dengan ajakan suaminya kali ini. Beribadah untuk kegiatan malam mereka berdua tentunya.

Terpopuler

Comments

mama Al

mama Al

Kenzie juga tidak bisa menengahi antara ibu dan istrinya

2023-05-15

0

mama Al

mama Al

ibu mertua perlu di geprek nih

2023-05-15

0

nacl

nacl

bu juwita yuk ikut saya aku tanem dalem pot pake semen

2023-04-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!