Ours In Another Story
Siang itu Jevando sedang sibuk dengan pekerjaannya. Ada satu masalah terjadi membuat satu kantor porak poranda mencari cara bagaimana menyelesaikan masalah yang terjadi. Sebenarnya sepele sih, hanya karena komputer Jevando kena virus dan terhapuslah beberapa file design yang seharusnya sudah masuk percetakan hari ini. Jevan baru kembali meminta permohonan maaf kepada client dan sekarang mulai merencanakan ulang semuanya dari awal lagi.
"Client cuma kasih perpanjangan 2 hari dari sekarang. Itu artinya selesai nggak selesai lusa harus selesai. Gimana? Yakin kalian sanggup?" tanya Jevan.
"Sanggup. Harus sanggup. Kalau kita mundur, brand yang udah kita bangun dari awal bisa hancur. Lebih baik perih dikit tapi ada hasil daripada kita takut dan lari malah dapat kerugian lebih besar lagi," kata Cedar.
"Tapi Dar, ini harus aku bilang dari awal. Kalau kita lanjutkan garap projet ini keuntungan yang kita dapet nggak besar, dan mungkin aja bonus buat kalian akan mengecil atau malah hilang," kata Jevan menegaskan sekali lagi.
"Yakin Bos, lagian kalau bukan karena flashdisk kita-kita yang kotor komputer Bos mana mungkin kena virus. Apalagi ini dari flashdiskku. Aku merasa ikut tanggung jawab. Aku nggak papa kalau aku nggak dapat bonus," kata Haidar yang merupakan tersangkanya.
"Ya memang kamu harus tanggung jawab," kata Jevan membuat Haidar terdiam. Jevan kalau sudah marah menakutkan.
"Ok gini. Silvi coba kamu buat ulang anggaran dananya sama Anita. Sekalian kemungkinan kerugian yang akan kita dapat kalau ada. Cedar, kamu bantu aku buat design ulang. Buat Haidar, kamu cek lagi flashdisk kamu pernah nancep ke komputer yang mana aja dan kamu scan semua. Pastikan semuanya bersih. Nanti malam jam 7 semua report. Ok?"
"Siap Bos." Jawab semuanya dengan kompak.
"Papa~"
Baru Jevan dan Cedar akan melangkah untuk kembali masuk ke dalam ruangan Jevan, ada seorang malaikat kecil berlari menuju ke arah mereka. Permata kecil itu berlari mendekati Jevan membuat suara gemerincing dari gantungan kunci di ransel berbentuk kelinci berwarna biru yang senantiasa dia tenteng kemana-mana. Dialah Kei Nafiza Rhea, permatanya. Nafiza langsung masuk ke dalam pelukan Papanya yang menyambut dia dengan tangan terbuka dan berjongkok untuk menyamakan tinggi tidak lupa dengan senyum lebar penuh kasih sayang.
"Hai cantiknya Papa," sapa Jevan sambil mengangkat putrinya ini ke dalam gendongannya.
"Hi, Mama...," kata Jevan kali ini pada istrinya.
"Papa, ayo makan. Nafiza sudah laper," kata Nafiza merengek pada Papanya.
"Hmm..., aduh gimana ya..., maaf ya cantik kayanya Papa terpaksa nggak bisa makan sama Nafiza sama Mama," kata Jevan dengan penuh penyesalan membuat wajah Nafiza yang tadinya masih ceria langsung berubah masam.
"Kenapa Pa? Apa ada masalah? Kok kayanya lagi pada sibuk," tanya Rere.
"Iya Ma, komputer Papa kena virus dan file yang harusnya hari ini masuk percetakan malah hilang. Jadi mulai lagi semuanya dari awal," kata Jevan.
"Tapi Papa jangan lupa makan lho," kata Rere langsung diangguki oleh Jevan.
"Maaf ya sayang, hari ini makan sama Mama dulu. Nanti Papa ajak Nafiza makan malam bareng deh, apapun yang Nafiza mau Papa beliin ya," kata Jevan.
"Yaudah deh, Papa semangat kerjanya ya. Jangan lupa buat berdoa juga biar Allah bantuin Papa," kata Nafiza.
"Siap pinter. Papa akan berdoa, semoga kerjaan Papa cepet selesai dan bisa beliin apa yang Nafiza mau."
"Nah sekarang Nafiza jangan ganggu Papa, biar kerjaan Papa cepet selesai. Yuk sayang," ajak Rere.
"Iyahh. Papa, Nafiza makan dulu sama Mama ya," kata Nafiza sebelum turun dari gendongan Jevan kemudian meraih tangan Mamanya.
"Semangat Papa," kata Nafiza.
Setelah Nafiza dan Rere melangkah pergi, Jevan menyusul Cedar yang sudah lebih dulu masuk ke dalam ruangannya dan mulai membuka laptop. Untuk amannya mereka tidak memakai komputer biang kerok itu dulu. Biar dia meratapi nasibnya yang tidak bisa memfilter apa saja yang masuk ke dalam otaknya.
"Bos masih ada salinannya kan?"
"Mentahannya ada tapi di komputer, oh bentar aku ada contoh hardfilenya" kata Jevan yang saat ini tengah mencari keberadaan brosur itu di dalam tumpukan stopmap di rak samping.
"Mau dibuat sama persis atau di upgrade?" tanya Cedar lagi.
"Kalau bisa upgrade aja. Biar nggak kehilangan kepercayaan, soalnya kita nggak bisa kasih diskon banyak-banyak. Kita pakai yang satu level diatasnya," kata Jevan.
"Ok, aku coba dulu," kata Cedar.
Jevando terpaksa mengingkari lagi janjinya pada Nafiza. Sudah sampai larut malam Jevan masih belum berhenti bekerja membuat Rere terpaksa membawa Nafiza yang ketiduran untuk pulang lebih dulu. Jevan baru bisa melangkah pulang ketika jarum jam hampir menyentuh angka 11. Dia memaksa semua karyawannya berhenti bekerja dan istirahat. Dia tidak sanggup membayar mereka untuk lembur lebih lama lagi. Begitu sampai di rumah, Jevan melihat lampu rumahnya masih menyala tapi suasananya sudah sepi. Dapur sudah bersih dan ruang tengah sudah dirapikan.
Jevan pelan-pelan membuka pintu dan menemukan dua cantiknya sedang tertidur pulas di atas tempat tidur. Jevan mendudukkan dirinya di pinggiran kasur kemudian mengelus kepala Nafiza yang tertidur lelap di pelukan Mamanya tanpa melepaskan boneka kelinci pemberian Papanya. Nafiza juga memakai selimut kelinci berwarna pink yang sebenarnya Jevan belikan untuk Rere ketika dia hamil dulu. Sekarang selimut dan segala hal bertemakan kelinci melekat erat dalam pribadi Nafiza putrinya.
"Pa..., sudah pulang? Maaf aku ketiduran," kata Rere yang terbangun.
"Shtt..., pelan-pelan nanti Nafiza bangun," kata Jevan setengah berbisik.
Rere secara perlahan melepaskan pelukannya kemudian bangkit. Sebelum dia pergi, lebih dulu dia pastikan selimut itu menyelimuti seluruh tubuh Nafiza. Malam ini cukup dingin terasa, maklum kalau sudah mulai masuk musim kemarau suhunya bisa tiba-tiba turun di malam hari dan Rere tidak mau putrinya ini sakit karena kedinginan. AC saja sudah dia matikan sejak tadi.
"Mas sudah makan belum?" tanya Rere yang menyusul Jevan ke dapur.
"Udah nggak mood makan. Mau mandi aja terus tidur, Ma aku udah capek banget," kata Jevan.
"Mau dipijitin?"
"Nggak deh, aku mau meluk Nafiza aja. Dia pasti nyariin kan tadi?" tanya Jevan.
"Hmm, dia beliin ini buat Mas," kata Rere.
"Kalian berdua makan malam di mana?"
"Nafiza nggak mau makan malam karena nunggu Mas, jadi buat ganjel perut aku ajak beli donat aja di Jco. Aku belinya nggak banyak sih cuma 6 potong. Dia makan 2 terus udah katanya buat makan Papa yang lagi kerja," kata Rere bercerita.
"Cantik, kamu sadar nggak Nafiza terlalu dewasa untuk anak seusianya?" tanya Jevan yang kini mulai duduk di meja makan menghadap ke kotak donat yang Rere maksud tadi.
"Hmm, kadang sedih sih...," kata Rere yang tidak lagi melanjutkan kalimatnya.
"Ma..., kamu sudah melakukan yang terbaik. Jangan menyesali apapun. Aku yakin permata kecil kita kuat, jadi kita harus bisa kuat juga," kata Jevan membuat Rere tersenyum.
Rere sedari tadi memanaskan air di dalam sebuah panci berukuran sedang dan Jevan mulai tenang memakan donat yang katanya pemberian putrinya. Bahkan Nafiza tahu, kalau Jevan tidak suka rasa strawberry jadi yang strawberry sudah dia makan dan hanya menyisakan yang coklat, kacang, dan keju saja. Kenapa Jevan tahu, karena ada bekas selai strawberry di pinggiran kotak donat itu dan Rere juga mengonfirmasi. Lagi-lagi Jevando dibuat merasa bersalah karena tidak bisa menjadi ayah yang baik untuk putrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Septichan16_Canon
semangat..... jgn lupa folback
2023-05-20
0
Berbieliza
semangat nulisnya, jangan lupa mampir juga
2023-05-19
0