Pagi berikutnya, Jevan membawa Rere dan Nafiza ke rumah kakek dan neneknya. Biasanya kalau Rere libur memang mereka akan berkunjung karena Jevan sudah janji akan sering mengajak anak istrinya pulang ke rumah Papa Mama biar Papa dan Mama tidak bosan-bosan amat sudah tidak bekerja masa hanya hidup berdua tanpa hiburan cucu pula.
Nafiza sudah ribut minta dimandikan, dia juga sudah mulai mengemasi semua yang ingin dia bawa. Minta Mama untuk melipat selimut kelincinya juga memasukkan pensil warnanya ke dalam kotak sebelum dia bawa ke dalam tas. Padahal kan mereka baru selesai sholat subuh beberapa menit lalu. Ini pun Jevan yang kelelahan memilih untuk kembali tidur barang sebentar. Pikirannya masih campur aduk sejak kesalahan yang dibuat pegawainya kemarin membuat Jevando terpaksa lembur dan mengorbankan waktunya bersama anak dan istri.
Rere segera membantu Nafiza karena gadis kecilnya terus merengek. Rere meraih handuk kering, menggantungnya di gantungan lalu membantu Nafiza untuk mencuci mukanya. Nafiza walaupun sudah berusia 5 tahun tapi kalau mandi tidak dibantu Mama tetap saja tidak akan bersih. Rere juga merasa belum beres mengajari Nafiza cara menyikat gigi dengan benar. Karena gadis itu hanya akan menggosok depannya saja tidak sampai ke dalam-dalam. Untuk sabun juga Nafiza hanya akan menyabun badan bagian depannya saja tidak dengan lengan, kaki, dan punggungnya. Itulah kenapa Rere selalu berusaha membantu Nafiza sembari mengajari dan memastikan jika putrinya mandi dengan benar.
Selesai mandi, Nafiza kembali ke kamarnya berbalut handuk. Dia membuka lemari dan mencari pakaian yang sudah dia siapkan bersama Mama semalam. Dia berencana untuk memakai pakaian kesayangannya untuk pergi ke rumah kakek dan nenek. Pakaian itu adalah pakaian yang Rere buatkan untuk Gentala, Nafiza, dan Abimanyu sebulan yang lalu. Sejak saat itu Nafiza suka memakai pakaian yang senada dengan Gentala dan Abimanyu. Rere yang suka membantu ketiga anak kembar itu agar bisa memakai baju yang sama. Karena Monika dan Lia juga suka melihat ketika ketiga anak enerjik itu berlarian mengenakan pakaian yang sama.
Selesai bersiap, Nafiza tidak lupa memakai parfumnya. Parfum beraroma strawberry, buah yang sangat Papanya hindari. Nafiza yang sudah merasa cantik langsung berjalan menuju ke kamar orang tuanya dan berharap jika dia sampai di sana dia akan melihat Papanya bersiap seperti yang biasa dia lihat setiap pagi.
"Mama..., kok Papa tidur lagi sih?" tanya Nafiza yang menemukan Papanya sudah terlelap.
"Cantik sini jangan ganggu Papa. Papa biar tidur sebentar nanti kita bangunin kalau sudah jam 7 ya," kata Rere.
"Yaudah deh," jawab Nafiza yang sedikit kecewa.
Gadis kecil itu kemudian memilih duduk di sofa seorang diri karena Mama harus memasak sarapan untuk mereka. Nafiza tidak menyalakan televisi katanya takut Papa kebangun padahal sebenarnya Rere tahu anak ini sedang sedih karena beberapa hari ini Papanya tidak memiliki waktu untuk bermain bersamanya. Walaupun ada Mama yang selalu menemaninya tapi kan Nafiza kangen Papa juga. Mau bagaimana lagi, sejak bayi Jevanlah yang selalu ada untuk Nafiza. Jevan yang selalu memberikan segalanya pada Nafiza dan dia sering kali memilih absen dari pekerjaannya untuk menggantikan Rere yang sibuk mengurus Nafiza di rumah.
Jevan dan Rere selalu berusaha mengurus sendiri permata kecilnya ini. Hanya bulan-bulan awal saja ketika kedua orang tuanya sibuk Nafiza dititipkan pada Mama Tiwi dan Papa Jeff tapi setelah usia Nafiza menginjak tahun pertama dia sudah sepenuhnya diasuh kembali oleh kedua orang tuanya. Memiliki seorang tuan putri seperti Nafiza adalah suatu kebanggaan sekaligus amanah besar. Jevan tidak mau sesuatu yang buruk terjadi itulah kenapa akhirnya Nafiza juga jadi begitu dekat dengan Papanya.
"Nafiza...," panggil Rere yang mulai bingung karena tidak ada suara apapun dari ruang tengah tempat Nafiza bermain tadi.
Dia ternyata ketiduran, dengan bekas air mata yang mulai mengering di pelupuk matanya. Dia menangis tadi, sesuai dugaan Rere. Mau bagaimanapun Nafiza adalah putri ibunya, dan cara Nafiza meluapkan emosinya sama persis dengan Rere. Mau dia marah, mau dia sedih, jengkel atau cemas dia pasti akan menangis. Rere kemudian berjalan masuk ke dalam kamar kemudian memilih untuk membangunkan Jevan. Dia bangunkan suaminya dengan perlahan dan mengatakan apa yang terjadi.
"Mas, sebentar aja main sama Nafiza. Dia nangis lho tadi," kata Rere dengan pelan.
Jevan yang masih setengah sadar langsung bergerak turun dari tempatnya tidur untuk mendekati putrinya yang tengah tidur entah betulan atau tidak. Jevan langsung menggendong Nafiza kemudian membawa anak itu ke halaman, setidaknya kalaupun Nafiza tidak bangun dia masih bisa merasakan tidur di pelukan Papanya lagi. Jevan sebenarnya ingin menghabiskan waktunya 24 jam per 7 hari hanya untuk kedua cantiknya ini tapi mau bagaimana lagi, Jevan harus tetap bekerja demi memenuhi semua kebutuhan dan memberikan kehidupan yang layak untuk keluaga kecilnya dia harus tetap bekerja keras.
Nafiza setelah terbangun benar-benar menempel pada Papanya. Dia bahkan memaksa Mama saja yang nyetir jadi dia bisa bermain bersama Papa di kursi belakang. Namanya anak-anak, walaupun hanya sekedar duduk dan melihat pemandangan jalanan kota yang sebenarnya tidak ada indahnya tapi ketika dia sedang bersama kesayangannya semuanya bisa seindah taman surga. Bahkan Nafiza bisa tertawa keras hanya karena Papanya mengikuti gaya boneka yang terpampang di depan sebuah toko cat.
Nafiza sedang tertawa keras karena candaan ayahnya ketika handphone Jevan berdering menampakkan nama saudara kembarnya. Jovan mengajaknya video call sehingga Jevan langsung mengangkatnya, "Yes?"
"Sok Inggris banget sih," kata Jovan di seberang sana.
"Salah siapa gangguin."
Nafiza mendengar suara pamannya kemudian langsung menggeser duduknya karena ingin ikut melihat wajah pamannya yang tinggal jauh dari rumah kakek dan nenek, "Om Jojo haii...," Nafiza begitu saja berteriak menyapa pamannya sembari melambaikan tangan.
"Oh hai Nafiza," kata Jovan balik.
"Ada apa telpon, pagi-pagi juga," tanya Jevan,
"Cuma mau ngabarin. Tirta kangen sama adek-adeknya jadi minggu depan mau aku ajak pulang ke Indonesia. Seminggu aku di sana, kalau kamu sama Iyus ada waktu ngumpul tempat Mama ya," kata Jovan.
"Kak Tirta mau ke rumah nenek om? Asikkk~" jingkrak Nafiza.
"Telpon Iyus sendiri ya, aku males telpon. Junius sekarang nyebelin, mentang-mentang mau punya anak kembar terus manas-manasin," kata Jevan.
"Udah kukabarin duluan," kata Jovan. Mendengar pernyataan Jovan membuat Jevan langsung mematikan sambungan telepon kemudian kembali fokus untuk mengobrol bersama Nafiza.
"Ahh..., Papa kok dimatikan?"
"Biarin, kan om ganggu Papa lagi main sama Nafiza," kata Jevando kembali menggoda putrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Author DE LILAH
aku mampir ya sayangg
2023-05-23
0