Si penjaga dekorasi pesta kalang kabut, hanya dia yang melihat seekor monyet berubah semakin membesar hanya dia yang melihat seekor monyet berubah semakin membesar berlari akan menerkamnya. Madan mengejar Bem menjauh dari mbah Kumis. Mulut si mbah berkomat kamit, dia melotot menyembur, kelakuan berubah menjadi tingkah seekor monyet yang ketakutan.
Kerusuhan itu mengoyak jantung, penglihatan sepihak mengatakan mereka sedang bercanda di tangan menempel sebuah gelas berisi tuak penuh.
“Hei, hei! Si Bem pasti lagi mabuk berat!” Emon melirik wajahnya yang memerah.
Dua kali pengobatan menelan tiga butir merica berhasil menyadarkannya. Menyadari Bem kesurupan, dia mengusap dahinya sangat kuat mengamati gelagat Yani yang tampak ketakutan. Para tim mempercepat mengambil perangkat hiasan pesta itu.
Tari sudah menjadi saksi anaknya di jadikan tumbal sebagai pesugihan keluarga besar Haranja. Sasaran berikutnya cucu kontan dari pihak Tuja, si iblis siluman monyet itu telah mengincar darahnya.
“Mau tidak mau atau tidak suka, hubungan mereka tidak bisa kita pisahkan. Engkau harus ingat pak, beberapa tahun lalu pak Hoka menutup rapat rahasia kelam yayasan kita” kata Karsida sembari menghela nafas.
“Tapi bagaimana jika sesajian malam ini kita gagal bu, salah ku melupakan hari-hari besar persyaratan itu” kata Toja panik.
Setelah si dukun bisa mengobati Lia, suhu tubuh murid itu seringkali mengalami demam tinggi. Dia lebih sering tidak hadir ke sekolah. Teman sekelasnya menunda menjenguk karena mendengar kabar dia di bawa berobat ke penang.
Jam istirahat kedua, kelas tiga A sibuk berlatih tari-tarian yang akan di persembahkan sebagai pertunjukan acara Pensi sekolah. Acara itu akan di selenggarakan tiga hari lagi, para anggota OSIS juga sibuk berkeliaran menyelesaikan tugas mereka. Bilqis tidak mempunyai selendang ataupun kain panjang sebagai latihan properti tarian.
Tema pilihan tarian goyang monyet
Tarian dari pulau Bali itu mengisahkan pertempuran gambaran penari antara Limba dan pangeran dan suku monyet. Biasanya setiap kali berlatih di ruangan sanggar tari tidak pernah terjadi masalah sedikit pun. Pada hari ini, siswa dan siswi menari seperti bukan dirinya yang membawakan tarian.
Seruling yang paling mempertajam iringan musik pada tarian itu. Ketika musik sudah berhenti, mereka tetap menari pakaian bertema ciri khas itu. Tiga orang siswi yang memakai kain panjang yang mengikat pinggang lihai melenggang lenggok gerakan.
Sisa dari siswa dan siswi lainnya melongo, langkah mundur melihat sepasang bola mata mereka berubah berwarna merah. Doyo melaporkan kepada bu Lele mengenai keanehan pada Dira, Sisil dan Ega. Semangkuk bakso mengepul siap di lahap di tinggalkan bu Lele begitu saja. Bu Bana ikut mengejar, satu ruangan kesenian ribut tidak terkendali.
“Ada apa ini? kenapa dengan mereka?”
Tangan bu Lele di gigit Ega, giginya menancap sangat dalam, darah yang mengalir di hisap seperti seorang zombie. Bana di banting ke lantai saat menarik tubuhnya. Pak Geha dan pak Wala terpaksa mengikat tangan dan kakinya. Begitupun pada Sisil dan Dira, kepanikan bersambung pada legi yang melompat ke atas jendela. Dia terjun bebas dari ketinggian lantai dua, kepalanya pecah, bola mata terbuka di sambut teriakan murid histeri menyaksikan kematiannya.
“Legi! Hiks..”
Jasadnya di bawa pulang ke rumah duka. Kepala sekolah, para staf dewan guru mengucapkan bela sungkawa dan meminta maaf yang sebesar-besarnya kejadian yang menimpa Legi. Isak tangis melihat jasad tubuh anaknya, ingin rasanya memukul atau memaki para guru yang teledor tanpa pengawasan. Siswa itu meninggal ketika proses belajar mengajar masih berlangsung.
“Jujur saja kematian Legi sudah di catat para siluman yang bermain-main di area sekolah. Mereka menyukai wetonnya, aura manusia yang melekat padanya” Mbah kumis menyebarkan asap kemenyan di dalam ruangan kepala sekolah.
“Tapi kalau begini nama yayasan kita akan tercoreng, bisa jadi kemungkinan besar banyak orang tua yang mulai resah mengeluarkan anaknya” Tuja menghela nafas panjang.
“Aku tidak mau kejadian ini terulang lagi ki. Atas keteledoran mu ini maka aku tidak akan memberi mu gaji selama satu bulan!” bentak Karsida.
Beberapa jam lalu sebelum sekolah di bubarkan, ketiga orang tua dari murid tersebut di panggil di dalam ruangannya. Masing-masing mereka di beri amplop coklat. Salah satu orang tua murid itu ingin mengembalikan uang sogokan.
“Ini bukanlah tanda permintaan maaf tapi uang tutup mulut supaya kami tidak memperlebar masalah” gumam ujang.
“Sebelumnya saya minta maaf pak, bu. Saya tidak bisa menerima uang ini. Meski kami orang kecil, kami hanya menginginkan keselamatan anak kami.”
Ucapan Ujang menampar Tuja dan karsida, bagaimana tidak? Di dalamnya bernilai lima ratus ribu rupiah. Yayasan yang berdiri sejak lama itu sudah terkenal dengan keangkerannya. Banyak anak-anak kecil yang bermain-main disana. Mereka sering melihat monyet berkeliaran ikut menemani. Kisruh yang mencekam di perkampungan itu adalah setiap menjelang magrib anak-anak tidak di perbolehkan keluar rumah.
Telah terjadi suasana kisruh di kampung Bidara, seorang bocah hilang sampai saat ini tidak di temukan. Dukun atau mereka istilahkan disebut orang pintar lalu lalang mencari Didi.
“Pak Ujang mohon terima pemberian kami ini. Anggap saja sebagai biaya pengobatan jika anak bapak mengalami sakit. Kami selaku pihak sekolah akan sepenuhnya bertanggung jawab”
Terpaksa menuruti semua ucapan si para pembesar. Orang kecil tidak bisa membesarkan masalah, dengan berat hati membawa anak-anak mereka pulang. Kabar mengejutkan membawa kedatangan wartawan menanyakan bahkan mengotak-atik seluk-beluk cerita di dalamnya. Hari-hari berikut yang terlewati suapan, nilai buruk yayasan berubah sangat baik di tangani.
Suara kawanan monyet menggoyangkan salah satu dahan pohon. Bulu kuduk merinding, pria berbadan tinggi itu menarik tangan rekannya.
“Cepatlah, kalau tidak terpaksa aku enggan datang ke sekolah ini” Nendi mengusap leher belakang.
Kendaraan meninggalkan gerbang sekolah. Di dalam yayasan itu ada rumah anak dan cucu Tuja dan Karsida. Tidak bisa di pungkiri suara-suara aneh terdengar dari gedung. Di dalam lelap mereka sering bermimpi buruk. Membuang pikiran runyam pada hari ini, Tarjo memukul kepalanya sendiri. Di dalam alam bawah sadar merasa ada bayangan hitam berbentuk monyet menekan kuat kepalanya.
“Hei pak bangun pak!” Karsida menarik tangannya yang terasa sangat dingin.
“Monyet!” teriaknya membuka mata.
“Bapak mimpi apa?”
“Ada monyet besar menekan jarinya di dahi ku bu.”
“Jangan sebut nama itu pak, bisa jadi pesugihan monyet menyerang karena sesajian terlambat di atas nampan”
“Bapak sudah menyerahkan tiga kali lipan sesajian yang biasa kita letakkan di dekat Gapura bu. Untung saja ibu cepat membangunkan.”
“Pak, lalu bagaimana dengan mbah Kumis pak?”
“Sudah bu jangan mikir si kumis. Suami mu ini hampir mati..”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Junior
belum up masih penasaran. si manusia menjadi monyet serakah
2023-04-18
0
Puja kesuma
mumuntah bayangin si monet menumpahkan cairan ke makanan orang
2023-04-15
1
Utari💥
dari tampilan si monyetnya seolah emang rumah sendiri 💃💃💃💃
2023-04-15
0