Sekolah Monyet
Mata manusia tajam menggunakan uang hasil pesugihan. Mereka menegakkan sebuah bangunan sekolah yang Berjaya raya. Dari luar bangunan bertingkat itu begitu megah. Banyak sekali anak murid ingin bersekolah di tempat itu meskipun harus mengeluarkan biaya yang sangat besar. Di dalam kasat mata, bangunan itu tidak lain sebuah tempat yang di penuhi monyet ghaib.
Pesugihan siluman monyet telah memakan banyak korban terutama keluarga para penyembah iblis. Tari mengalami keguguran setelah bermimpi perutnya yang besar di robek oleh sosok makhluk berbentuk kera besar. Kepergian anak pertamanya tanpa dia sadari telah menjadi tumbal untuk memperkaya usaha dan segala hal yang menyangkut keluarga Haranja.
......................
Upacara kenaikan bendera di sambut suara jeritan seorang siswa bertingkah seperti seekor kera memanjat tiang bendera. Para murid histeris ketakutan, tampak seorang siswi yang sudah berada di ujung tiang melompat terjun bebas ke bawah di tampung beberapa guru di bawahnya.
“Arghh! Lia!” jeritan para teman sekelas berpikir dia akan mengalami patah tulang.
Dia di bawa ke ruang UKS, pintu itu tertutup hanya ada beberapa guru di dalam sana. Pak Wiro melotot mengusir para murid yang berkerumun menghalangi masuk.
“Semuanya bubar!” teriakan suaranya sangat panjang.
Murid-murid tidak tahan mendengar jeritannya memilih pergi. Kedua tangan mereka menutup telinga, bekas lengkingan itu seperti menggoyangkan gendang telinga. Kali ini bukan lah yang pertama kesurupan terjadi di sekolah ternama itu.
Bu Karsida memukul meja, dia menghempaskan semua bendanya ke lantai lalu menarik kerah lengan pak Tuja memperlihatkan urat mata menonjol melotot. Nafas memburu, dia menahan nada suaranya yang akan meninggi. Sesajian terlupakan di melewati seribu hari menjelang pengambilan tumbal. Nampan kosong di bawa siluman monyet di atas meja kerja bahkan di kasurnya.
“Maafkan atas khilaf ku bu” ucap Tuja.
“Kita sudah terlalu terlena dengan kekayaan berlimpah ruah ini. Bapak harus menyiapkannya sebelum bulan purnama merah bersinar malam ini!”
Kematian salah seorang siswa yang di sembunyikan mereka menjadi momok ketakutan jika hal kedua kalinya terulang kembali.
Tiga tahun yang lalu
Pak Hoka menemukan seorang siswi gantung tinggi di salah satu pohon halaman belakang sekolah. Kejadian itu tepat setelah seluruh siswa dan siswi pulang. Sekolah sepi, hanya ada pak Hoka yang tidak berani menyentuh mayatnya karena takut menjadi tersangka.
Pak Tuja dan bu Karsida menutup rapat masalah ini. Mereka mengubur mayatnya di belakang sekolah. Siswi kelas satu itu masih memakai baju seragam. Tali melilit lehernya, sepasang mata masih menyala menatap ke orang-orang yang mengubur jasadnya seperti binatang.
Orang tuanya menangis berlari seperti orang gila. Mawar belum juga di temukan hingga larut lama. Bu tuti dan pak Edi mengetuk pintu rumah si pemilik yayasan. Mereka hanya menggeleng kepala memasang wajah berpura-pura tidak mengetahuinya. Para polisi yang masuk menyelidiki area sekolah di beri suapan puluhan juta rupiah sehingga tidak ada yang bisa menyentuhnya.
Kasus itu sampai saat ini tertutup rapat. Orang tua yang kehilangan anak mereka masih mencari-cari dimana anak mereka berada. Hidup atau mati, orang tua mawar berharap menemukannya. Pada hari ini tepat kejadian terulang melupakan waktu sesajian, sekolah itu di liburkan selama satu minggu dengan alasan renovasi sekolah.
Sesajian yang berkali lipat itu di harapkan agar pesugihan itu tidak memakan korban di ruang lingkup sekolah.
“Ketepatan sekali bu, besok mas Aryo akan melamar ku! Jadi anak-anak murid bisa membantu menjaga fresh dinner dan menerima meja tamu” ucap Lilia.
Dia adalah cucu pemilik yayasan ternama, sering kali Lilia mengalami hal ganjil hingga tanpa sadar dia melakukan hal aneh di luar kendalinya. Pada hari minggu, acara lamaran yang di selenggarakan itu sangat meriah. Uang lamaran dari Aryo melebihi kemewahan dan fasilitas yang di sediakan.
“Ini namanya acara pesta besar-besaran. Lamaran saja sudah seperti pesta rakyat. Huhhh”! ucap Kasima.
“Ya, apalagi papan nama itu sudah berjejer sampai ke lintas pasar depan. Aku rasa semua ini pasti sokongan dari orang tua Lilia.”
Obrolan para tetangga itu terhenti melihat kedatangan keluarga dari pihak Aryo membawa seserahan bernuansa mirip dengan tema hiasan tirai yang membentang. Ciri khas hari besar ini berwarna merah menyala. Bunga-bunga bertaburan di sepanjang pintu masuk. Bentuk hiasan membentang, kedua keluarga melakukan sesi upacara sakral.
Kebahagiaan itu berselimut aura mistis. Udara tercium anyir sesekali angin seperti berbisik aneh. Di dalam pandangan ghaib, monyet-monyet berlarian memenuhi meja. Mereka menumpahkan kotoran hingga melompat dari satu tempat ke tempat lainnya.
Di sana tidak terlepas dari tandan-tandan pisang bergantungan di setiap sudut. Kedua pihak keluarga itu tampak kompak menggunakan gaun yang senada. Aryo tergolong keluarga yang sederhana, dia hanya seorang tukang kebun hingga akhirnya meneruskan sekolah ke perguruan tinggi dari dorongan Lilia. Hubungan mereka sebelumnya banyak yang menentang.
“Aku masih tidak menyangka sepupu ku bisa tertarik pada si tukang kebun. Di samping rahasia keluarga Lilia menggunakan pesugihan. Apakah ini yang di sebut karma?”
“Hushh jangan engkau sebut perkara ini, hanya beberapa keluarga saja yang mengetahuinya” bisik Udin.
Sambungan acara seserahan berlanjut ke jenjang pesta pernikahan. Keanehan yang terlihat semakin nyata adalah banyaknya tanda pisang hingga dua patung aneh terpajang di depan pintu gapura. Di tahun ini tepat semua kaitan terpampang jelas kaitan Aryo merupakan cucu dari si juru kunci jalur penyampai pesugihan.
“Sejujurnya aku sangat malu melanjutkan pendidikan di biayai oleh orang tua mu Lilia”
“Sudah jangan engkau pikirkan hal itu mas Aryo, yang terpenting engkau segera menyelesaikan pendidikan dan menjadi pengajar di yayasan orang tua ku.”
Hasil kekayaan instan tidak semua selancar menjalani hidup yang penuh lika-liku cobaan datang silir berganti. Gangguan di alam bawah sadar hingga alam nyata, rasa nyeri pada tubuh di bagian titik-titik tertentu sampai terkadang mereka merasa tubuh seakan tertindih sesuatu.
Petir menggelegar menyampaikan amarah. Setelah melangsungkan acara pesta besar-besaran, pisang pisang itu dalam sekejap mata habis saat melewati pukul dua belas malam. Salah seorang penjaga dekorasi pelaminan dan perlengkapan terkejut mendapati sosok penampakan monyet besar melompat ke arahnya.
“Arghh! Arghh! Tolong aku!” teriak Bem.
Orang-orang mengelilinginya melongo melihat Bem memejamkan mata dengan tubuh merontah-rontah. Salah satu pria memakai blankon menepuk pelan pundaknya. Dia memercikkan air ke wajahnya, perlahan Bem membuka mata.
“Kau kenapa Bem?” tanya Madan.
“Ada monyet menyerang ku! Dia tadi masuk ke dalam rumah!”
“Kami nggak melihat ada seekor monyet pun disini”
“Aku benar-benar melihatnya!” Bem ketakutan menutup wajahnya.
“Si Bem kenapa mbah?” tanya Yani menimpali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
mampir di karya keren ini 😍 like plus favorit ❤️
2023-05-28
0
anak sekolah
Ku tak bisa menggapaimu
Takkan pernah bisa
Walau sudah letih aku
Tak mungkin lepas lagi
Kau hanya mimpi bagiku
Tak untuk jadi nyata
Dan sgala rasa buatmu
Harus padam dan berakhir
Dan anganku tak henti
Sajak tentang bayangmu
Walau kutahu
Kau tak pernah anggapku ada
Ku tak bisa menggapaimu
Takkan pernah bisa
Walau sudah letih aku
Tak mungkin lepas lagi
Kau hanya mimpi bagiku
Tak untuk jadi nyata
Dan sgala rasa buatmu
Harus padam dan berakhir
Kan selalu
Ku rasa
Hadirmu
Antara ada dan tiada
2023-04-19
1
Puja kesuma
moneett nya mana sis? wkwkwk
2023-04-15
0