JATUHNYA PANGERAN TIMUR
“Apa-apaan ini, Laura! Bisa kau jelaskan mengapa sampai terjadi kekacauan seperti ini?”
“Aku minta maaf, Bos. Aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Hanya itu yang bisa aku jelaskan.”
“Jawaban apa itu!” dengus Bimo, kepala bagian divisi impor dengan nada kesal. Sebuah kertas putih dengan catatan di sana-sini dilemparkan begitu saja di meja kerjanya.
“Ya Tuhan! Kau kasar sekali.” Ucap Laura dengan ekspresi kecut dan senyum masam. “Aku sudah tahu kesalahanku ini hampir membuat perusahaan ini merugi, namun bukankah aku juga sudah menyelesaikannya secara intern dengan masing-masing kepala gudang dan juga pekerja lepas mereka? Pun, hal sama juga aku selesaikan dengan mandor dan para supir yang bertugas. Semuanya telah terkendali dan berjalan lancar seperti sebelumnya, bukan?”
Laura Kamila benar-benar beruntung kali ini. Ia mengakui bahwa kesalahan yang dilakukannya ini hampir saja membuat dirinya dipecat, dan mungkin tanpa pesangon. Sungguh hal yang sangat menegangkan sekaligus di luar dugaan. Bagaimana bisa kontainer yang berisi biji plastik tertukar dengan kontainer yang berisi tembakau? Itupun tanpa si supir dan juga orang lapangan memeriksanya terlebih dahulu sebelum mengirim truk kontainer itu ke gudang masing-masing di Gudang Legi dan Gudang Nggulang. Beruntung kedua rute itu tidaklah cukup jauh untuk bertukar alamat. Karena truk yang berisikan biji plastik itu seharusnya dikirim ke Midorekso. Sedangkan truk yang berisi tembakau itu di kirim ke Wudus.
“Sudah seharusnya, bukan? Kau yang bertanggung jawab atas pekerjaan semua bawahan mu. Sudah sepantasnya juga kau memonitor kedua jadwal pengiriman truk itu dari Rabu kemarin untuk dikirim Jumat, pagi ini.” Tukas Bimo dengan nada dingin. “Mungkin kali ini dampaknya tidak ada dan masih bisa ter selamatkan. Namun, tetap saja itu mempengaruhi penilaian dua klien terbesar kita. Bukan tidak mungkin lain kali kau melakukan kesalahan yang lebih daripada ini dan membuat mereka mengurung-kan niat mereka untuk terus bekerjasama dengan perusahaan ini dalam jangka waktu yang panjang.” Oceh lelaki paruh baya itu dengan nada jengkel yang tidak ditutupi nya.
“Ya Tuhan! Bisakah kau berhenti untuk terus mengomeliku dan mengingatkan aku hal yang sama berulang kali?” pekik Laura tak tahan dengan cara bos nya itu memojokkan dirinya terus-menerus. Wanita itu bangkit dari tempat duduknya dan berdiri, lalu berjalan mondar-mandir di ruangan nya. “Aku tahu, aku adalah Supervisor di bagian impor ini. Aku juga tahu, sudah kewajibanku untuk selalu memonitor setiap impor yang masuk dan semua jadwal truk, termasuk juga kontainer yang harus dikirimkan ke setiap gudang yang telah ditentukan. Aku juga tahu bahwa untuk sampai di posisi ini, aku telah mengorbankan banyak waktu dan tenagaku untuk lembur bahkan di hari liburku, juga melupakan mengambil cuti ku setiap tahun hanya agar mendapat penilaian baik dari semua atasan dan promosi yang memang aku nanti-nantikan sebagai perbaikan gaji demi sekolah bergengsi untuk adikku yang berotak jenius.”
“Kalau begitu, kenapa juga kau harus memaksakan dirimu untuk menyekolahkan adikmu di sekolah international jika kau begitu merasa kelelahan?”
“Karena aku tidak ingin bakat adikku yang luar biasa itu terbuang dengan sia-sia tanpa ada tempat baginya untuk berkembang lebih maju lagi.” Jawab Laura dengan nada penuh emosi. “Lagi pula, aku telah berjanji kepada orang tuaku akan menjaga dan memberikan apapun yang terbaik bagi pendidikan adikku.”
“Aku tahu. Tapi bukankah tidak perlu juga harus kau asrama kan dia.”
Laura menggeleng-gelengkan kepalanya dan berdecak, “Sangat tidak mungkin. Karena itu adalah satu-satunya sekolah terbaik yang menggunakan sistem asrama. Dikarenakan jadwal yang padat, pihak sekolah tidak ingin pembelajaran yang disampaikan nanti terganggu oleh adanya murid yang terlambat masuk, atau bahkan ijin tidak
masuk.” Wanita itu menatap bos nya dengan pandangan tak berdaya, “Peraturan sekolah itu sangat ketat. Bahkan, ketika sakit sekalipun, ada dokter yang akan menangani hingga benar-benar dipastikan untuk istirahat. Itu pun dilakukan di asrama, kecuali jika siswa disana benar-benar rindu akan keluarganya.”
Bimo menghela napas dengan berat, lalu dia berkata, “Itu sebabnya aku selalu mengingatkan mu, Laura. Aku keras begini terhadapmu juga demi kebaikanmu.”
“Aku tahu, Bos. Aku memang salah. Konsentrasi ku agak terganggu waktu itu hingga tidak tahu jika truk yang harus dikirim di hari dan jam yang sama ter tukar. Aku minta maaf dan aku sungguh menyesal. Namun, apa gara-gara itu aku harus dipecat? Sedangkan masalahnya pun sudah teratasi dengan baik.”
“Nah, kau sendiri pun khawatir juga tentang hal itu, bukan?”
“Kalau begitu, jangan kau ungkit-ungkit lagi hal itu.” Laura kembali ke kursi nya. Ia merasa sedikit lebih lega karena telah mengeluarkan semua perasaan marah dan yang mengganjal hatinya selama ini. Seakan semua beban yang telah menindih pundaknya, masih belum cukup dan sekarang ditambah kejadian yang membuat heboh dan kalang kabut divisi impor.
Bimo Kumolo sedang memainkan kertas kosong yang ada di meja Laura. Lelaki itu sengaja melipat-lipat tak beraturan kertas itu seolah ada sesuatu yang tengah dipikirkan nya. Dengan rambut pendek, tipis setengah botak. Setelan jas biru muda rapi dengan kemeja putih di dalamnya dan dasi biru tua yang menghiasi lehernya. Tak lupa dengan sepatu hitam mengkilap, penampilannya memang pantas disebut sebagai kepala divisi karena memang terlihat sangat profesional.
“Aku harus mengatakan ini walau dengan berat hati kepadamu, Laura. Percayalah, ini semua demi kebaikanmu.”
Menatap dengan curiga bos nya yang tengah duduk dengan gelisah namun ditutupi nya dengan melipat-lipat kertas hingga lusuh membuat Laura menjadi semakin penasaran. “Kenapa aku merasa kebaikan yang keluar dari mulutmu justru berakhir dengan sebaliknya?”
Sang bos yang sedang ditatap hanya tersenyum di kulum sebelum menjawab, “Aku tahu ini terkesan sedikit memaksa dan manipulatif, tapi tetap saja hanya cara ini yang bisa menghentikan mu dari melakukan kecerobohan dan kesalahan bertubi-tubi nantinya.” Bimo beranjak dari tempat duduknya, lelaki itu membungkuk kan badannya ke depan, ke arah meja Laura seraya berkata, “Ambillah cuti saat ini juga.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Tetik Saputri
Semangat kak
2023-06-27
0
d2h_verluthver
wah jangan jangan Bimo menyimpan hati untuk Laura
2023-04-10
0
Naraaulia
kok di suru cuti si laura. kan udah selesai masalahnya
2023-04-10
0