Lana berada di kamar asramanya, sedang mengerjakan tugas sekolahnya saat suara ponsel nya berdering. Ia beranjak dari tempat duduknya dan mengambil ponsel yang kebetulan sedang diisi dayanya di seberang kasur nya. Dilihatnya nama si penelpon yang ada di layar, senyuman tersungging di wajahnya ketika mengenal sosok yang menelpon nya.
“Halo, Kak! Aku senang kau menelpon ku. Aku baru saja selesai mengerjakan tugas sekolahku. Sungguh menyebalkan! Matematika membuatku tidak bisa turun hanya untuk sekedar makan. Untung, teman sekamar ku baik. Dia mau membawakan makanan ke kamar ku. Oh ya, Kak. Bagaimana kabar mu? Pekerjaanmu baik-baik saja?”
“Bagaimana mengatakannya, ya?”
“Ada apa? Apa kau dalam masalah?” terdengar nada khawatir dan cemas dari bibir Lana.
“Sedikit. Hanya saja, aku sudah melakukan kesalahan di kantor.”
“Apakah sangat fatal?”
“Tidak juga sih, untungnya aku bisa menyelesaikan tanpa ada satupun yang merasa dirugikan atau pun dipecat.”
“Memang apa masalahnya, Kak?”
“Aku salah tidak mengecek ulang jadwal pengiriman kontainer yang dilakukan di hari dan jam yang sama di dua gudang berbeda. Isi dalam kontainernya juga tertukar. Harusnya kontainer yang berisi biji plastik di kirim ke gudang yang tertera di list jadwal, tetapi malah di kirim ke gudang Legi di Wudus. Dan sebaliknya juga begitu.”
Lana yang mendengar sungguh-sungguh cerita kakaknya hanya bisa tertawa geli. Laura sangat senang mendengar suara tawa lepas adik satu-satunya itu.
“Jadi, Pak Bimo marah besar kak?”
“Seperti singa tua.”
“Dasar manusia perfeksionis.”
“Itu adalah haknya sebagai kepala divisi impor. Aku memang yang salah. Di tempat kerjaku, tidak boleh kehilangan fokus dan konsentrasi karena akibatnya sangat parah.”
“Karena uang?”
“Bukan sekedar uang biasa. Tapi puluhan hingga ratusan juta jika kau berbuat salah. Apalagi aku sedang mengincar promosi tahun ini.”
“Jangan takut, Kak. Kau pasti yang akan mendapatkan promosi itu.”
Laura mengetuk-ngetukkan jarinya di belakang ponsel nya, seolah ia sedang memikirkan sesuatu sebelum berkata, “Lana, bagaimana menurut mu kalau aku ambil cuti selama seminggu ini?” sebelum sempat dijawab oleh adiknya yang berada di seberang telepon. Laura segera menjelaskan duduk persoalannya, sehingga terkesan bahwa ia yang meminta izin ke adiknya. Ia butuh pertimbangan Lana dan minta didengarkan, sebelum Lana mempertanyakan apakah ia sudah kehilangan akal.
“Menurutku itu
adalah ide yang sangat bagus, Kak.”
“Jadi, maksudmu aku tetap sesuai rencana atau batalkan saja dulu?”
“Sesuai rencana dong, Kak. Aku berdoa agar kau bertemu dengan lelaki keren di sana. Pasti akan
banyak sekali lelaki dari segala penjuru dunia yang sesuai dengan tipe kakak. Berbadan atletis, kulit kecokelatan, dan hmm…apalagi resor-resor pribadi itu.”
“Ah, jangan terlalu percaya hal-hal semacam itu. Itu hanya sebuah iklan untuk menarik banyak pelancong,” tukas Laura sambil tersenyum. “Jadi, kau setuju?”
“Setuju sekali. Pergilah dan bersenang-senang sepuas nya.”
“Tapi, kau harus menghabiskan akhir pekan mu di asrama.”
“Jangan cemaskan aku, Kak. Aku akan mencari orang yang mau mengundang ku untuk berakhir pekan bersama. Sudahlah. Tak perlu dirisaukan. Pergilah. Manja kan dirimu sepuas hatimu. Sudah sepantasnya kau melakukannya.”
“Tapi jika aku melakukannya, maka tabungan kita ditambah dengan uang kompensasi itu akan banyak berkurang. Bagaimana?”
“Jangan terlalu dipikirkan uang kompensasi itu, Kak. Gunakan saja semua selama kau berlibur. Kau berhak menggunakannya dan juga layak menghabiskannya. Aku yakin tabungan kita akan bertambah, setelah kau mendapatkan promosi yang kau incar itu.”
Laura berusaha menahan napasnya, memejamkan matanya, lalu menggenggam erat-erat ponsel nya. “Baiklah
kalau begitu. Aku pergi.” tutup nya sebelum pikirannya berubah kembali.
“Selamat bersenang-senang, Kak.”
“Sampai ketemu lagi.”
Ketika ponsel sudah mulai menjauh dari telinga, Laura masih sempat mendengar sang adik berucap, “Jangan lupa cari lelaki yang tampan. Yang wajahnya mirip antara George Clooney dan Brad Pitt, tapi punya selera humor seperti Adam Sandler.
Mendengar hal itu, Laura mendekatkan ponsel nya kembali ke telinga dan menjawab, “Akan aku usahakan.” Benarkah? Apa salahnya? Kalau sudah berniat untuk mengepakkan sayap,kenapa tidak terbang yang tinggi sekalian. Kalau bisa, sampai ke bulan. Tentu saja ia tidak akan dengan sengaja mendatangi setiap bar atau pun kafe seperti yang dilakukan orang-orang yang single dan bebas. Hanya jika ada kesempatan…
“Aku akan menghubungi mu lagi begitu akan berangkat. Aku juga akan memberitahu mu dimana
aku akan menginap. Berjaga-jaga jika kau---“
“Oh, tenanglah, Kak. Sudah hentikan semua kekhawatiranmu itu, untuk sekali ini saja. Pikirkan
saja dirimu sendiri dan jangan mencemaskan apapun.”
Laura sengaja tidak meletakkan ponsel nya, tapi langsung menekan tombol sebelum nomor lain berikutnya. Ia takut jika dilakukannya nanti, ia semakin berubah pikiran. Mungkin ada seribu alasan yang membuatnya tidak jadi pergi. Namun, hanya ada satu alasan yang kenapa ia mesti pergi. Yaitu, menyelamatkan hidupnya.
Jika seorang wanita dihadapkan pada kenyataan pahit seperti yang dialami Laura selama setahun ini---ditinggalkan suami karena suami menginginkan perempuan lain---maka ia hanya mempunyai dua pilihan. Larut dalam depresi nya dan kalah, atau meneruskan kehidupannya dengan tegar.
Laura telah mengambil keputusannya malam itu. Ia memilih yang kedua. Sambil membaca nomor yang tertera di brosur, ia memencet tombol itu. Ia menghitung hingga tiga, setelahnya, terdengar sapaan dari ujung telepon.
“Halo,” sahut Laura dengan suara sedikit ragu, “Saya ingin memesan tiket ke Motorai.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Naraaulia
nikmati hidup uang bisa di cari laura.
2023-04-12
0
Ria Santika
Hubungan kakak beradik yang saling sayang sesungguhnya nih. Demen cerita begini. Lanjutkan,Thor.
2023-04-10
0