Nikah Untuk Bahagia
"Sayang, aku berangkat duluan" pamit Nadya ke sang suami yang saat itu masih tertidur pulas.
Dia kecup pipi Rafael sang suami meski tak ada pergerakan.
Nadya Bunga adalah seorang guru di sebuah sekolah dasar di pinggiran kota. Nadya pun telah diangkat menjadi guru dengan status pegawai negeri.
Setiap hari dia harus berangkat pagi-pagi karena jarak tempuh rumah sampai sekolah lumayan jauh. Perlu waktu hampir satu jam untuk sampai sana.
Sebelum berangkat, Nadya telah menyiapkan semua keperluan sang suami yang berangkat kerja agak siangan daripada dirinya. Pengabdian sebagai seorang istri tetap Nadya lakukan.
Rafael suaminya adalah karyawan sebuah bank swasta besar di kota tempat mereka tinggal. Jam kerja nya agak siangan daripada Nadya.
Jarak tempuhnya pun tak sejauh Nadya.
Setelah menikah selama tiga tahun ini, alhamdulillah keduanya telah memiliki hunian dan sebuah mobil meski tak mewah.
Mobil yang saben hari dipakai Rafael ke kantor, sementara Nadya lebih senang naik motor matik kesayangannya daripada harus ribet belajar nyetir.
Nadya melajukan motor matik nya dengan kecepatan biasa.
Sudah menjadi kebiasaan Nadya, melajukan motor tapi kadang diselingi dengan melamun.
Nadya teringat pertengkaran hebat dengan suaminya semalam. Apalagi masalahnya kalau bukan karena keinginan Nadya untuk mempunyai anak.
Nadya ingat bagaimana emosinya Rafael semalam.
"Mas, apa salahnya kita mencoba? Rumah ini sepi sekali? Apalagi kalau akhir bulan, terasa banget mas. Mas yang selalu terkejar deadline laporan dan tagihan dari tempat kerja mas. Aku kesepian" Nadya mengutarakan alasannya.
"Bukankah sedari awal kita sudah menyepakati itu? Jangan dirubah dong" tukas Rafael.
"Iya di awal aku memang salah. Berpikir jika mempunyai anak itu ribet dan merepotkan. Tapi mas bisa bayangkan nggak sih lucunya mereka" Nadya tersenyum membayangkan seorang anak yang menggemaskan di otaknya.
"Enggak, prinsip aku tetap sama. Anak itu ribet dan merepotkan" tandas Rafael.
"Mas" rengek Nadya.
"Sekali tidak tetap tidak sayang" kata Rafael dan langsung membalikkan badan seperti biasa.
Itu lah yang dirasakan Nadya beberapa bulan terakhir ini.
Jika dirinya mulai membahas tentang anak, pasti berujung dengan pertengkaran hebat dengan sang suami.
Nadya membelokkan di sebuah komplek sekolah tempat dirinya mengajar.
Kebetulan Nadya diamanahi oleh kepala sekolah untuk mengajar di kelas satu.
Muridnya yang tak begitu banyak, memudahkan Nadya untuk mengenal pribadi masing-masing anak didiknya.
Bisa melihat kelucuan mereka tiap hari menjadi hiburan tersendiri bagi Nadya untuk melupakan masalahnya di rumah dengan sang suami.
Bahkan tak jarang Nadya juga akrab dengan orang tua murid yang diajarnya.
"Bu Nadya" panggil Amel salah satu muridnya dengan pipi chubby.
"Hai Amel" balas Nadya. Laiknya sedang bertemu ibunya, Amel datang menghampiri dan langsung memeluk Nadya dengan riang. Begitupun murid yang lain, melakukan hal yang sama kepada Nadya.
"Ibu Nadya, anda dipanggil ibu kepala sekolah" kata pak Oka guru olahraga. Kebetulan pagi ini kelas Nadya diisi oleh pelajaran nya pak Oka.
"Oke Pak. Emang ada apaan sih?" tanya Nadya penasaran.
Pak Oka mengedikkan bahu, "Tau. Aku hanya menyampaikan pesan aja. Kali aja mau naik jabatan..he...he..." ujar pak Oka.
"Pak Oka bisa aja, SK pegawai aja juga baru ku terima. Masak sudah naik golongan aja" tukas Nadya membalas gurauan pak Oka.
"Kalau beneran naik, kutunggu syukurannya" imbuh pak Oka tetap dengan gurauan.
Dan di sinilah Nadya sekarang. Duduk di hadapan ibu kepala sekolah yang terkenal tegas dan disiplin. Maklum lah beliau termasuk orang dengan didikan masa lampau. Kalau istilahnya didikan jaman kompeni...he...he...
"Bu Nadya, selama tiga hari ke depan nggak usah masuk. Ada pelatihan yang musti anda ikuti" kata ibu kepala sekolah.
"Apa harus saya bu yang berangkat?" tanya Nadya.
"Jelas itu. Karena ini keterkaitan pelatihan kurikulum baru yang diterapkan untuk anak didik kelas satu yang ibu Nadya ajar" lanjut ibu kepsek tanpa mau dibantah.
"Dimana?" sela Nadya.
"Di kota B" jawab nya.
Ya, Nadya musti berangkat ke kota B. Kota yang merupakan ibukota propinsi itu.
"Berarti hari ini saya musti berangkat bu? Mendadak sekali?" tanya Nadya.
"Undangan juga baru tiba di meja saya pagi ini bu Nadya, dan andalah yang ditunjuk untuk mewakili dinas kali ini" terang ibu kepsek.
Nadya teringat kembali dengan pertengkaran dengan sang suami yang sampai sekarang belum genjatan senjata.
Ditambah ada tugas dinas luar kota yang pastinya Nadya harus mendapat ijin juga dari Rafael.
Nadya mencoba mengirim pesan kepada Rafael, memberitahukan perihal tugasnya ke kota B.
Hampir dua jam pesan terkirim bahkan sudah centang biru dua, tapi tetap saja tak ada balasan dari Rafael.
Rafael yang pasti sibuk sekarang, karena ada di tanggal akhir bulan begini.
Tanggal-tanggal yang sangat membutuhkan konsentrasi untuk mengejar target tagihan-tagihan dibitur yang kesendat.
Sebenarnya Nadya sudah paham betul akan hal itu. Tapi mau bagaimana lagi, saat ini dia membutuhkan ijin sang suami untuk berangkat.
Apalagi tiket keteta juga belum didapatnya.
Perjalanan ke kota B kan butuh empat jam untuk sampai sana.
"Apa aku susulin ke kantornya aja ya?" pikir Nadya.
Setelah mendapat ijin dari ibu kepsek untuk pulang duluan, Nadya langsung saja melajukan motor ke arah kantor sang suami.
Di depan ruangan sang suami, teman-teman Rafael pun mengolok Nadya. Dan itu sudah biasa terdengar di telinga Nadya.
"Rafael, tuh sudah dicariian istri kamu. Kangen katanya" olok si Danu. Dia yang paling rame di antara yang lain.
Rafael yang sedang serius bicara sengan teman wanita nya sedikit terkejut dengan kedatangan Nadya.
"Rafa, jangan lupa abis ini aku tungguin di lobi. Kita musti berangkat siang ini juga untuk menghadiri rapat di kota J" seru sang karyawan wanita.
Nadya hanya bisa menatap sang suami dengan tatapan polosnya.
"Sori, gue lupa bilang kalau hari ini aku akan berangkat ke kota J selama seminggu. Oh ya, kamu juga hati-hati selama pelatihan di sana. Jaga hati" seru Rafael dan meninggalkan begitu saja Nadya yang masih termangu di tempat.
"Apa itu tadi benar suamiku? Bahkan tidak ada kecup kening seperti biasa saat mau pergi" batin Nadya.
Rafael menjauh dari Nadya dengan buru-buru karena sudah ditungguin oleh teman kantornya yang tadi.
Nadya keluar dari bank tempat kerja Rafael dengan gontai.
"Mau ke mana lo Nad? Buru-buru amat" seru Danu menghampiri. Danu yang juga sabahat Nadya dan Rafael.
"Pulang lah. Mau prepare rapat di kota B" ujar Nadya.
"Kalian ini sibuk amat. Terus kapan punya anaknya?" seru Danu.
Nadya hanya bisa tersenyum kecut.
"Oh ya Nad, hati-hati dengan teman Rafael tadi. Sepertinya dia ada hati dengan suami kamu" bisik Danu saat Nadya sudah berada di atas motor kesayangannya.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
To be continued, happy reading.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Maria Magdalena Indarti
wah ada pelakor
2023-10-17
1