"Sayang, aku berangkat duluan" pamit Nadya ke sang suami yang saat itu masih tertidur pulas.
Dia kecup pipi Rafael sang suami meski tak ada pergerakan.
Nadya Bunga adalah seorang guru di sebuah sekolah dasar di pinggiran kota. Nadya pun telah diangkat menjadi guru dengan status pegawai negeri.
Setiap hari dia harus berangkat pagi-pagi karena jarak tempuh rumah sampai sekolah lumayan jauh. Perlu waktu hampir satu jam untuk sampai sana.
Sebelum berangkat, Nadya telah menyiapkan semua keperluan sang suami yang berangkat kerja agak siangan daripada dirinya. Pengabdian sebagai seorang istri tetap Nadya lakukan.
Rafael suaminya adalah karyawan sebuah bank swasta besar di kota tempat mereka tinggal. Jam kerja nya agak siangan daripada Nadya.
Jarak tempuhnya pun tak sejauh Nadya.
Setelah menikah selama tiga tahun ini, alhamdulillah keduanya telah memiliki hunian dan sebuah mobil meski tak mewah.
Mobil yang saben hari dipakai Rafael ke kantor, sementara Nadya lebih senang naik motor matik kesayangannya daripada harus ribet belajar nyetir.
Nadya melajukan motor matik nya dengan kecepatan biasa.
Sudah menjadi kebiasaan Nadya, melajukan motor tapi kadang diselingi dengan melamun.
Nadya teringat pertengkaran hebat dengan suaminya semalam. Apalagi masalahnya kalau bukan karena keinginan Nadya untuk mempunyai anak.
Nadya ingat bagaimana emosinya Rafael semalam.
"Mas, apa salahnya kita mencoba? Rumah ini sepi sekali? Apalagi kalau akhir bulan, terasa banget mas. Mas yang selalu terkejar deadline laporan dan tagihan dari tempat kerja mas. Aku kesepian" Nadya mengutarakan alasannya.
"Bukankah sedari awal kita sudah menyepakati itu? Jangan dirubah dong" tukas Rafael.
"Iya di awal aku memang salah. Berpikir jika mempunyai anak itu ribet dan merepotkan. Tapi mas bisa bayangkan nggak sih lucunya mereka" Nadya tersenyum membayangkan seorang anak yang menggemaskan di otaknya.
"Enggak, prinsip aku tetap sama. Anak itu ribet dan merepotkan" tandas Rafael.
"Mas" rengek Nadya.
"Sekali tidak tetap tidak sayang" kata Rafael dan langsung membalikkan badan seperti biasa.
Itu lah yang dirasakan Nadya beberapa bulan terakhir ini.
Jika dirinya mulai membahas tentang anak, pasti berujung dengan pertengkaran hebat dengan sang suami.
Nadya membelokkan di sebuah komplek sekolah tempat dirinya mengajar.
Kebetulan Nadya diamanahi oleh kepala sekolah untuk mengajar di kelas satu.
Muridnya yang tak begitu banyak, memudahkan Nadya untuk mengenal pribadi masing-masing anak didiknya.
Bisa melihat kelucuan mereka tiap hari menjadi hiburan tersendiri bagi Nadya untuk melupakan masalahnya di rumah dengan sang suami.
Bahkan tak jarang Nadya juga akrab dengan orang tua murid yang diajarnya.
"Bu Nadya" panggil Amel salah satu muridnya dengan pipi chubby.
"Hai Amel" balas Nadya. Laiknya sedang bertemu ibunya, Amel datang menghampiri dan langsung memeluk Nadya dengan riang. Begitupun murid yang lain, melakukan hal yang sama kepada Nadya.
"Ibu Nadya, anda dipanggil ibu kepala sekolah" kata pak Oka guru olahraga. Kebetulan pagi ini kelas Nadya diisi oleh pelajaran nya pak Oka.
"Oke Pak. Emang ada apaan sih?" tanya Nadya penasaran.
Pak Oka mengedikkan bahu, "Tau. Aku hanya menyampaikan pesan aja. Kali aja mau naik jabatan..he...he..." ujar pak Oka.
"Pak Oka bisa aja, SK pegawai aja juga baru ku terima. Masak sudah naik golongan aja" tukas Nadya membalas gurauan pak Oka.
"Kalau beneran naik, kutunggu syukurannya" imbuh pak Oka tetap dengan gurauan.
Dan di sinilah Nadya sekarang. Duduk di hadapan ibu kepala sekolah yang terkenal tegas dan disiplin. Maklum lah beliau termasuk orang dengan didikan masa lampau. Kalau istilahnya didikan jaman kompeni...he...he...
"Bu Nadya, selama tiga hari ke depan nggak usah masuk. Ada pelatihan yang musti anda ikuti" kata ibu kepala sekolah.
"Apa harus saya bu yang berangkat?" tanya Nadya.
"Jelas itu. Karena ini keterkaitan pelatihan kurikulum baru yang diterapkan untuk anak didik kelas satu yang ibu Nadya ajar" lanjut ibu kepsek tanpa mau dibantah.
"Dimana?" sela Nadya.
"Di kota B" jawab nya.
Ya, Nadya musti berangkat ke kota B. Kota yang merupakan ibukota propinsi itu.
"Berarti hari ini saya musti berangkat bu? Mendadak sekali?" tanya Nadya.
"Undangan juga baru tiba di meja saya pagi ini bu Nadya, dan andalah yang ditunjuk untuk mewakili dinas kali ini" terang ibu kepsek.
Nadya teringat kembali dengan pertengkaran dengan sang suami yang sampai sekarang belum genjatan senjata.
Ditambah ada tugas dinas luar kota yang pastinya Nadya harus mendapat ijin juga dari Rafael.
Nadya mencoba mengirim pesan kepada Rafael, memberitahukan perihal tugasnya ke kota B.
Hampir dua jam pesan terkirim bahkan sudah centang biru dua, tapi tetap saja tak ada balasan dari Rafael.
Rafael yang pasti sibuk sekarang, karena ada di tanggal akhir bulan begini.
Tanggal-tanggal yang sangat membutuhkan konsentrasi untuk mengejar target tagihan-tagihan dibitur yang kesendat.
Sebenarnya Nadya sudah paham betul akan hal itu. Tapi mau bagaimana lagi, saat ini dia membutuhkan ijin sang suami untuk berangkat.
Apalagi tiket keteta juga belum didapatnya.
Perjalanan ke kota B kan butuh empat jam untuk sampai sana.
"Apa aku susulin ke kantornya aja ya?" pikir Nadya.
Setelah mendapat ijin dari ibu kepsek untuk pulang duluan, Nadya langsung saja melajukan motor ke arah kantor sang suami.
Di depan ruangan sang suami, teman-teman Rafael pun mengolok Nadya. Dan itu sudah biasa terdengar di telinga Nadya.
"Rafael, tuh sudah dicariian istri kamu. Kangen katanya" olok si Danu. Dia yang paling rame di antara yang lain.
Rafael yang sedang serius bicara sengan teman wanita nya sedikit terkejut dengan kedatangan Nadya.
"Rafa, jangan lupa abis ini aku tungguin di lobi. Kita musti berangkat siang ini juga untuk menghadiri rapat di kota J" seru sang karyawan wanita.
Nadya hanya bisa menatap sang suami dengan tatapan polosnya.
"Sori, gue lupa bilang kalau hari ini aku akan berangkat ke kota J selama seminggu. Oh ya, kamu juga hati-hati selama pelatihan di sana. Jaga hati" seru Rafael dan meninggalkan begitu saja Nadya yang masih termangu di tempat.
"Apa itu tadi benar suamiku? Bahkan tidak ada kecup kening seperti biasa saat mau pergi" batin Nadya.
Rafael menjauh dari Nadya dengan buru-buru karena sudah ditungguin oleh teman kantornya yang tadi.
Nadya keluar dari bank tempat kerja Rafael dengan gontai.
"Mau ke mana lo Nad? Buru-buru amat" seru Danu menghampiri. Danu yang juga sabahat Nadya dan Rafael.
"Pulang lah. Mau prepare rapat di kota B" ujar Nadya.
"Kalian ini sibuk amat. Terus kapan punya anaknya?" seru Danu.
Nadya hanya bisa tersenyum kecut.
"Oh ya Nad, hati-hati dengan teman Rafael tadi. Sepertinya dia ada hati dengan suami kamu" bisik Danu saat Nadya sudah berada di atas motor kesayangannya.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
To be continued, happy reading.
Nadya balik ke rumah setelah berusaha meminta ijin Rafael ke kantornya.
"Aku harus segera packing. Belum lagi harus beli tiket kereta" gumam Nadya sambil mengemudikan motor nya.
Tempat yang dituju Nadya pertama kali adalah tempat dirinya menyimpan koper.
Dilihatnya di sana, ternyata tak ada koper milik Rafael.
"Bagaimana aku tak tahu jika Mas Rafa akan dinas luar?" gumam Nadya.
"Semoga saja yang dia bilang tadi benar adanya, kalau lah dia hanya lupa" Nadya menarik koper yang akan dia bawa dari tempatnya.
Nadya tak bisa berlama-lama, karena harus segera berangkat ke kota B.
Menjelang sore Nadya baru dapat tiket kereta, itupun dari tiket go show. Sungguh keberuntungan Nadya karena mendapatkan tiket itu.
Nadya pesan taksi online untuk berangkat ke stasiun.
Di dalam mobil, Nadya kembali mengirimi pesan sang suami.
"Mas Rafa, aku dalam perjalanan menuju stasiun" ketik Nadya dalam ketikan pesan nya.
Lama menunggu tak ada balasan juga hingga Nadya sampai stasiun kota.
Nadya menarik koper yang dia bawa untuk masuk ke area stasiun.
Butuh waktu empat jam lebih untuk sampai di kota B lewat jalur kereta.
Nadya sampai kota B hampir jam delapan malam.
Nadya kebingungan, "Loh, gimana sih aku ini? Kok lupa nggak nanya di mana tempat pelatihannya" gumam Nadya sambil menepuk jidat.
"Bodoh...bodoh..." bu guru itu merutuki dirinya sendiri.
Nadya ambil ponsel, dilihatnya belum ada balasan dari Rafael.
"Apa dia sibuk banget ya?" pikir Nadya.
Nadya buru-buru mencari kontak ibu kepala sekolah daripada keburu lupa karena kebanyakan melamun memikirkan Rafael suaminya.
"Halo, malam Nadya. Ada apa?" sapa ibu kepala sekolah di ujung telpon.
"Maaf bu, mengganggu waktu ibu. Saya mau nanya, untuk tempat pelatihannya di mana? Saya tadi pagi belum diinfo sama ibu" tanya Nadya sopan.
"Oh ya, aku sendiri kok bisa lupa" tukas nya.
"Bentar aku kirim undangan yang dari dinas" sambung ibu kepsek menjelaskan.
"Baik, Nadya tunggu" jawab Nadya sambil mencari tempat duduk.
Sambil menunggu balasan, Nadya membuka aplikasi pesan.
Tak ada jawaban dari Rafael yang biasanya sangat kepo akan kesibukan Nadya.
Nadya mencoba berpikir positif saja. Pasti suaminya sekarang tengah sibuk rapat.
Apalagi yang diketahui Nadya, setiap tanggal dua puluh lima ke atas sering didapatinya Rafael pulang selepas tengah malam.
Kejar target, selalu itu alasan yang diutarakan oleh sang suami jika Nadya bertanya.
"Eh, balas pesanku tak sempat. Tapi sudah buat story aja" bilang Nadya.
Langsung Nadya komen story dari suaminya.
"Mas, aku sudah sampai kota B. Masih bingung tempat yang akan aku tuju" ketik Nadya.
Barulah ada tanda 'mengetik' di chat Rafael.
"Kok bisa?" balasnya.
"Hati-hati, ingat ya jaga hati" sambungnya dalam ketikan.
Nadya membalasnya dengan tanda hati warna merah muda untuk sang suami.
"Nadya...Nadya...jangan berpikiran buruk tentang suami kamu. Nyatanya suami kamu memang sedang sibuk sekarang" kata Nadya dalam hati.
Tak lama ada balasan dari ibu kepala sekolah yang mengirimkan undangan sekaligus info tempat berlangsungnya acara.
Nadya sedang memikirkan tempatnya menginap karena di undangan itu tak dicantumkan plus penginapan.
"Aku cari dekat lokasi sana aja, atau smoga saja bisa di tempat acara" gumam Nadya sambil menarik koper yang dia bawa.
Nadya kembali memanggil taksi yang stanby dan minta dianter ke hotel tempat berlangsungnya acara untuk tiga hari ke depan. Daripada harus jalan agak jauh untuk bisa pesan taksi online
Nadya minta argo taksi dinyalakan saja, daripada kena tipu sopir-sopir nakal. Yang kadang ngasih harga seenaknya saja. Apalagi tahu kalau penumpangnya berasal dari luar kota.
Nadya telah berada di hotel tempat acara berlangsung. Dan Nadya mendapat keberuntungan untuk sekian kalinya. Karena hanya tinggal satu kamar kosong. Tanpa berpikir panjang, Nadya langsung menyetujuinya saja, daripada harus pindah dan nyari hotel lain.
"Oke kak makasih" ucap Nadya saat menerima kunci kamar hotel.
"Huh, akhirnya bisa istirahat juga" ucap Nadya sambil membaringkan tubuhnya di single bed sebuah kamar hotel.
"Mandi nggak ya? Kalau mandi tapi dingin banget, tapi kalau nggak mandi badan berasa lengket semua. Oh, tapi kan ada air hangatnya. Bolot kali kau Nadya, seperti tak pernah nginep hotel aja" seru Nadya mengolok dirinya sendiri.
"Emang jarang nginep atau malah hampir nggak pernah nginep. Seumur hidup ini baru yang ketiga kalinya...he...he..." kata Nadya menertawakan dirinya sendiri.
"Habis mandi aja aku telponin Rafael" niat hati Nadya.
Dan benar saja, setelah mandi Nadya mencoba menghubungi nomor sang suami.
Baru ketiga kalinya panggilan tersambung, itupun bukan Rafael yang menyapa.
"Halo, Rafael nya sedang turun. Ada apa ya?" tanya nya ketus. Padahal harus nya orang ini tahu siapa yang menelpon Rafael. Aku ini istrinya loh. Gerutu Nadya dalam hati.
"Oke, makasih kak. Tolong sampaikan aja ke Rafael kalau aku 'istrinya' yang menelpon" pesan Nadya dengan menekan kata istri agar si penerima paham.
"Owh, istrinya?" bilangnya singkat. Panggilan Nadya diputus begitu saja oleh si penerima telpon.
"Issshhh nggak sopan banget" gerutu Nadya.
Sampai tengah malam Nadya belum bisa memejamkan mata.
Memikirkan sang suami yang juga tengah dinas luar kota seperti dirinya. Jika Nadya pergi seorang diri. Beda halnya dengan sang suami yang pergi dengan rekan wanitanya.
Meski tak ingin memikirkan, nyatanya Nadya kepikiran juga karena omongan Danu tadi siang.
"Sialan Danu, buat aku jadi kepikiran aja" umpat Nadya.
Nadya menggelengkan kepala untuk menepis pikiran jelek tentang suaminya.
"Issshh...kamu lebih mengenal daripada siapapun Nadya" ujar Nadya untuk membuang pikiran buruk tentang suaminya.
Rafael adalah sosok laki-laki tampan meski tak setampan aktor Song Joong Ki, tapi bagi Nadya Rafael adalah sosok paling tampan di dunia ini...ha...ha...
Nadya tak perduli meski semut ikut ketawa atas pendapatnya itu.
Tapi pendapat Nadya ada benarnya juga, karena daripada teman kantornya yang lain. Rafael pasti dapat nilai tertinggi jika dinilai dari wajahnya. Artinya Rafael punya wajah paling tampan di sana.
Nadya menscrol sosmednya selama menunggu panggilan balik dari sang suami.
Tapi yang ditunggunya tak kunjung menelpon, sampai Nadya menguap beberapa kali.
"Kok lama sekali sih?" tanya Nadya dalam hati.
Nadya coba nyalakan tivi, karena mulai bosan lihat ponsel.
"Loh, udah tengah malem aja. Mas Rafa paling juga sudah tidur" gumam Nadya. Nadya alihkan chanel tivi untuk mencari chanel khusus musik, agar menemani tidurnya yang sendiri. Hening di tempat asing dan sendirian.
Tring. Sebuah notif pesan masuk ke ponsel Nadya.
Nadya buka dengan semangat, karena 'my husband' yang mengirim pesan.
Alangkah kaget nya Nadya melihat gambar yang dikirim oleh Rafael.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
To be continued, happy reading
Nadya buka dengan semangat, karena 'my husband' yang mengirim pesan.
Alangkah kaget nya Nadya melihat gambar yang dikirim oleh Rafael.
"Apa ini?" Nadya menutup mulutnya.
Di sana terlihat Rafael sedang merangkul seorang wanita yang diketahui Nadya adalah teman kerja yang berangkat tadi siang bersama sang suami.
Pose mereka berdua sungguh melebihi batas antara rekan kerja.
Nadya pikir tak mungkin Rafael sendiri yang kirim gambar itu.
Seandainya dirinya memang selingkuh tak mungkin juga dia terang-terangan seolah langsung menunjukkan pada sang istri.
Nadya tekan nomor Rafael untuk memanggil, tapi panggilan Nadya langsung ditolak oleh Rafael.
Nadya tekan sekali lagi, tapi malah yang didengar adalah suara-suara yang menurut Nadya itu suara sebuah adegan dewasa. Nadya langsung tutup panggilannya.
Mata yang semula mengantuk, sekarang menjadi terang benderang. Rasa kantuk yang tadi hinggap entah menguap ke mana sekarang.
Ingin rasanya Nadya menyusul ke tempat Rafael sekarang. Ingin segera tahu apa yang terjadi.
Karena terlalu memikirkan itu, Nadya baru bisa tertidur menjelang fajar.
Alhasil jam delapan Nadya baru terbangun. Padahal jam delapan dirinya harus melakukan registrasi peserta.
Setelah bersiap, dan meraih ponselnya yang di atas nakas. Nadya turun ke aula pertemuan hotel yang ada di lantai lima.
Suasana nampak sepi. Hanya ada tiga orang panitia yang duduk di sana.
"Selamat pagi kak, saya perwakilan dari kota A atas nama Nadya Bunga. Masih bisakah melakukan registrasi?" tanya Nadya setelah menghampiri meja panitia.
"Silahkan duduk" kata salah satu nya.
Nadya duduk dan oleh orang yang tadi telah disodori sebuah blangko untuk diisi oleh Nadya.
"Apa sudah mulai?" tanya Nadya pelan, karena hanya ada dirinya sebagai peserta di sana.
Yang lain pada kemana? Tanya Nadya dalam hati.
"Sudah ada beberapa yang datang nyonya. Mereka juga sudah duduk di dalam. Silahkan diisi dulu" sambung panitia itu.
"Acaranya diundur sejam lagi nyonya. Karena narasumber sedikit terlambat" sambung yang lain.
Nadya menarik nafas lega, masih ada kesempatan untuk nelpon Rafael. Itupun kalau suaminya tidak sedang rapat.
Nadya penasaran dengan apa yang terjadi semalam pada Rafael suaminya.
Setelah melakukan registrasi, Nadya masuk dan masih banyak tempat kosong di sana.
Pasti molor lagi nih acara. Batin Nadya.
Nadya raih ponsel yang belum sempat dilihat karena bangun kesiangan tadi.
"Sial, pake low bat segala" gerutu Nadya.
Setelah diubek tuh tas beberapa saat barulah ketemu charger ponselnya.
Nadya colokkan pada sumber listrik yang disiapin panitia pelatihan dan kebetulan dekat dengan lokasi Nadya duduk.
Nadya buka setelah beberapa saat sesudahnya barulah bisa, karena baterai nol persen sebelumnya.
Ada banyak notif pesan masuk ponsel Nadya.
Salah satunya dari Rafael.
Tanpa rasa bersalah, Rafael kirim pesan mesra seperti biasanya.
Sampai tanda peluk cium untuk sang istripun tak lupa Rafael sematkan.
"Ada apa ini dengan suamiku? Setelah kejadian semalam. Kenapa tak ada rasa bersalah sama sekali?" Batin Nadya.
Waktu menunggu nara sumber malah dimanfaatkan Nadya dengan melamun.
Hingga seseorang mengambil tempat di samping Nadya.
"Permisi nyonya! Kosongkah?" tanya nya pada Nadya dengan menunjuk bangku kosong di samping Nadya.
Nadya pun mengangguk.
Cowok itu mengulurkan tangan mengajak berkenalan Nadya.
"Andrew" serunya menyebut nama.
"Nadya" Nadya pun menyebut nama nya.
Andrew duduk begitu saja di samping Nadya dan mengajak ngobrol.
Andrew ternyata teman yang seru untuk teman sharing dan ngobrol.
"Kok diam lagi sih lo Nadya? Mikirin pacar atau suami?" tanyanya.
"He...he..." Nadya hanya terkekeh menanggapi.
"Tapi sepertinya lo sudah ada suami ya? Ops aku salah cari tempat duduk nih" seru Andrew dengan nada menyesal.
Nadya pun tertawa pada akhirnya.
Masalah dengan Rafael sedikit terlupakan karena keseruan Andrew.
Niat hati Nadya akan menelpon Rafael setelah jadwal pelatihan selesai sore nanti.
Ternyata setelah pelatihan pun masih ada penugasan kelompok yang masing-masing kelompok ada dua orang.
Daripada ribet, panitia langsung menentukan jika kelompok bisa ambil dari kursi sebelahnya. Sehingga kali ini Nadya satu kelompok dengan Andrew.
"Kita kerjakan di mana nih? Tak mungkin kita kerjakan di salah satu kamar kita kan?" canda Andrew.
Nadya menanggapinya dengan tawa.
"Eh kita cari resto yang nyediain makanan khas daerah sini aja dech" usul Nadya.
"Wah, bagus juga tuh usulan kamu" kata Andrew.
Nadya beranjak hendak balik kamar, rencananya mau membersihkan badan dulu baru nanti ngerjakan tugas dari nara sumber.
"Kerja...kerja...masih ada tugas" gerutu Nadya dalam hati.
"Nadya..." panggil Andrew.
"Iya" Nadya pun menoleh.
"Kasih tahu nomor kamu dong" bilang Andrew.
"Kosong delapan...bla...bla..." Nadya menyebutkan nomor ponsel miliknya.
"Oke, ntar kalau kamu siap hubungin aku ya...eh kebalik ya? Aku kan yang save nomor kamu...ha...ha..." tukas Andrew bergurau.
"Ada-ada aja kamu Andrew" seru Nadya.
Sedetik kemudian ponsel Nadya berdering.
"Tuh nyambung kan. Itu nomor aku, tolong simpan. Kalau sudah siap hubungin aku" imbuh Andrew.
"Siap juragan" tukas Nadya menimpali dengan canda pula.
Nadya balik kamar. Tetap saja tangannya gatal ingin melihat ponsel.
Tak ada pesan dari Rafael.
Kali ini Nadya berinisiatif untuk mengirim pesan terlebih dahulu.
"Sayang, sudah makan belum?" ketik Nadya.
"Ih lebay banget sih" ujar Nadya kembali yang kemudian menghapus pesan yang diketiknya tadi.
"Sibuk nggak? Ntar kalau sudah selesai telponin aku ya. Miss you" ketik Nadya dan langsung mengirimkannya.
Pesan itu langsung terbalas dengan emoji love. Rafael juga mengirimkan ruang rapat yang ternyata belum selesai diikuti olehnya.
Nadya juga tak lupa minta ijin sang suami untuk keluar malam karena mengerjakan tugas dari narasumber.
Dan hal itu pun disetujui oleh Rafael.
Nadya tersenyum simpul membaca pesan dari Rafael yang terakhir. Selalu saja mengatakan agar Nadya menjaga hati. Tapi apa mas Rafa juga menjaga hatinya untukku.
"Apa aku nanya sekarang aja ya? Tentang foto semalam?" gumam Nadya.
"Tapi dia masih rapat, gimana tuh?" Nadya mengurungkan niatnya kembali.
"Atau ntar pas ketemu di rumah aja ya?" kata hati Nadya bimbang.
"Daripada pusing, mendingan mandi aja" bilang Nadya dengan kaki melangkah ke kamar mandi.
Belum juga kelar pake baju, ponsel Nadya berdering aja.
Kali ini memang Rafael lah yang nelponin.
"Halo sayang" sapa Nadya.
"Katanya mau keluar?" terlihat wajah tampan sang suami meski pun masih berada di ruang rapat.
"Bentar lagi. Ini juga mau siap-siap" bilang Nadya.
"Sama siapa?" telisik Rafael.
"Teman pelatihan dong sayang" beritahu Nadya.
"Cewek atau cowok?" imbuh tanya Rafael.
Selalu saja begitu nanyanya. Kalau belum mentok pasti mas Rafa belum balik kanan. Batin Nadya.
"Enaknya aku jawab apa?" kata Nadya dengan gurauan.
"Aku serius" tandas Rafael. Rafael seorang suami posesif, tapi tetap saja Nadya cinta.
"Sayang, semalam keluar sama siapa?" pertanyaan Rafael belum juga dijawab, tapi Nadya malah balik bertanya.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
To be continued, happy reading
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!