Nadya masih menunggu jawaban dari Rafael.
Pembicaraan itu terjeda karena rapat Rafael akan dimulai kembali.
"Oke sayang, ntar aku telpon lagi. Jangan tidur dulu ya" pinta Rafael.
"Yappp, aku juga mau pergi nih. Bye sayang" balas Nadya.
Belum juga ponsel menempel di nakas, sudah kembali berdering aja.
"Halo, siapa nih?" tanya Nadya saat ada nomor tak dikenal menelponnya.
"Isshhhh mentang-mentang teman baru. Main lupa aja" kata seseorang di ujung telpon.
"Sori Andrew, nomor kamu lupa ngesave" bilang Nadya.
"Oke, habis ini save ya! Jangan lupa kutunggu di lobi" sambung Andrew.
"Sipppp, sepuluh menitan aku turun" ujar Nadya.
Nadya langsung bersiap. Dan seperti biasa, penampilan khas Nadya kaos dan celana denim.
Kali ini Nadya turun hanya beralaskan sandal hotel yang ada. Nadya lupa membawa sandal karena keberangkatan mendadak kemarin.
"Yuukk kita berangkat!" ajak Nadya setelah menghampiri Andrew yang sedang duduk santai.
Andrew menunjukkan sebuah resto yang dilihatnya di aplikasi ponsel miliknya.
"Kita ke sini aja yuk, view nya kelihatan bagus banget" ulas Andrew.
Nadya ikutan melihat slide demi slide yang ditunjukkan Andrew.
"Iya, beneran bagus tuh" kata Nadya.
Setelah mencapai kata kesepakatan, mereka berdua menuju resto itu dengan menumpang mobil Andrew.
"Kamu bawa mobil kah? Apa nggak jauh kota ini dari kota tempat kamu ngajar?" tanya Nadya penasaran.
"Kalau dulu butuh empat sampai lima jam perjalanan. Kalau sekarang sih tinggal separuhnya" jelas Andrew.
"Kok bisa gitu?" heran Nadya.
"Bisa lah. Kan ada tol" terang Andrew.
"He...he...betul juga ya. Kok aku bisa lupa sih" celetuk Nadya.
"Pikun kali" olok Andrew.
"Sialan" sahut Nadya.
"Bu guru nggak boleh ngumpat sembarangan tau. Ntar kalau muridnya ngikutin gimana?" sela Andrew.
"Sori...sori...keceplosan" tukas Nadya.
"Oh ya Andrew, sebenarnya kamu itu guru apa bukan sih?" tanya Nadya.
"Kenapa? Apa tampang aku bukan tampang guru?" tukas Andrew.
"Nggak juga sih" jawab Nadya.
"Kebetulan aku ngajar di sekolah international. Jadinya ya begini dech" jelas Andrew.
"Oowwwhhhh, makanya tampilan lo beda dari guru yang lain" ujar Nadya.
"Kamu juga beda" celetuk Andrew.
"Tapi aku bukan lah guru sekolah international seperti kamu" tambah Nadya.
"Ya nggak papa. Terus kenapa?" ulas Andrew.
Andrew membelokkan mobil yang tergolong mewah itu di resto yang dibicarakan tadi.
"Wah, ternyata emang beneran bagus view di sini" gumam Nadya.
Mereka berdua ambil tempat kosong yang kebetulan berada di pinggir.
Pelayan resto menghampiri mereka berdua untuk memberikan buku menu.
Nadya terbelalak melihat harga-harga yang tertera.
"Mahal amat" celetuknya.
Andrew sudah pasti mendengar apa yang diucapkan Nadya.
"Mau balik kanan? Ya ogah gue" tandas Andrew.
"Tapi beneran ini mahal banget Andrew" seru Nadya.
"Kalau mau makan ya makan aja bu guru Nadya. Kenapa musti mikirin harga" imbuh Andrew.
"Bisa nggak beli jajan seminggu aku kalau jadi makan di sini" kata Nadya tanpa malu mengucapkan di depan Andrew, teman yang baru dikenalnya itu.
"Aku traktirin dech. Daripada lo ajakin nyari tempat lain" sela Andrew.
"Beneran?" dijawab anggukan Andrew.
"Oke, makasih banget loh Andrew. Lo itu selain cakep, baik hati pula" puji Nadya dengan senyum lebar.
"Pujian lo itu nggak ikhlas tau" disambut tawa Nadya yang semakin lebar.
Bukannya mengerjakan tugas kelompok tadi, Nadya malah sibuk dengan foto-foto selfie. Sementara Andrew lah yang serius menatap laptop di depannya.
"Nih, coba teliti. Sudah betul belum apa yang aku kerjakan" suruh Andrew membalik layar laptop ke arah Nadya.
"Eh, kok cepet sekali sih? Pesanannya aja juga belum datang" celetuk Nadya.
"Kalau perut aku kelaparan, aku nggak bisa mikir dech" imbuh Nadya.
Andrew tertawa. Biasanya kalau wanita di depan cowok selalu menjaga image feminim nya. Tapi hal itu tak nampak di Nadya.
Nadya masih saja meneruskan selfie-selfienya.
Baru sepuluh menit kemudian, pesanan itu datang.
Nadya menikmati makanan sambil meneliti tugas yang dikerjakan oleh Andrew tadi.
"Kamu kok pintar sekali sih?" tatap Nadya ke arah Andrew.
"Biasa aja kali. Itu kurikulum yang baru disosialisasikan tadi pagi, sudah berlaku di sekolah aku sejak dua tahun yang lalu" jelas Andrew.
"Owh, gitu ya. Kalau gitu saat kesulitan akan aku cari kamu" ujar Nadya.
"Asal ijin sama suami aja" tukas Andrew menimpali.
"Ngomong-ngomong sudah ada anak berapa?" tanya Andrew dengan maksud bercanda.
Raut muka Nadya langsung aja berubah.
"Sori...sori...bukan maksud aku meyinggung" ralat Andrew.
"Nggak papa kok. Aku memang belum punya anak, tapi aku sama suami sudah sepakat untuk 'childfree' " jelas Nadya.
"Owwwhhhh. Kalau sudah jadi komitmen berdua nggak ada yang salah sih" tukas Andrew.
Nadya terdiam. Teringat akan pertengkaran dirinya dan Rafael yang sudah tak sepakat lagi tentang 'childfree'.
"Kok diam sih? Ayo terusin makannya" bilang Andrew.
Selera makan Nadya sudah tak seperti tadi. Dan itu tak lepas dari pandangan seorang Andrew.
"Kenyang?" tanya Andrew.
Nadya pun mengangguk.
Andrew mengajak balik karena mood Nadya yang sudah tak seperti tadi.
Andrew mengeluarkan sebuah kartu untuk membayar semua makanan yang tadi dipesan.
"Tugas nya aku bawa buat presentasi besok" kata Andrew saat mereka berdua sudah berada di lobi hotel. Hanya anggukan Nadya yang didapat Andrew.
Nadya dan Andrew berpisah di lobi karena mereka beda lift dan juga beda lantai.
Kebetulan saat sampai kamar, ponsel Nadya berdering.
Dan kali ini bukan Rafael tapi Andrew lah sang penelpon. Teman yang baru dikenalnya saat hari pertama pelatihan ini.
Nadya malas untuk mengangkat, sampai panggilan itu berakhir dengan sendirinya.
Nadya baringkan tubuhnya yang terasa lelah.
Ponsel nya kembali berdering.
"Siapa lagi sih?" gumam Nadya tanpa niat untuk meraih ponsel yang ditaruhnya di atas nakas tadi.
"Halo" jawab Nadya dengan suara malas.
"Halo sayang, ketus amat sih?" terdengar suara Rafael di ujung ponsel.
"Abis nungguin kamu lama banget" jelas Nadya.
"Baru selesai nih. Barusan juga selesai mandi" terang Rafael.
"Tugas kamu juga sudah selesai?" tanya Rafael.
"Sudah. Ini juga baru balik" terang Nadya.
Nadya hendak menanyakan kejadian kemarin, mumpung Rafael sedang longgar sepertinya.
"Sayang jam segini sudah longgar aja, kemarin aku telponin jam segini belum bisa?" tanya Nadya.
" Mana bisa aku nelponin, rapat aku aja sampai tengah malam" terang Rafael.
"Di mana rapatnya?" tanya Nadya.
"Kamu ini kok aneh sih, rapat ya jelasnya di ruang rapat lah" tukas Rafael.
"Bukan di kamar?" seru Nadya.
"Kalau di kamar, rapat sama kamu lah" canda Rafael.
Aneh nggak sih, Rafael cerita tanpa beban. Seakan memang tak ada yang disembunyikan olehnya.
Terus yang semalam itu siapa, terus saat aku telponin juga suara siapa? Tanya Nadya dalam benak.
"Kok diam?" terdengar suara Rafael di ujung ponsel.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
To be continued, happy reading
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Sri Astuti
tunggu lanjutnya
2023-04-05
2