PERSONA ALLEGRA
Jauh dari keramaian kota, terdapat sebuah desa yang begitu asri di pandang mata. Angin berhembus semilir. Dedaunan terlihat menghijau, walau tak dipungkiri ada dedaunan yang mengering. Semua itu tidak mengurangi keindahan untuk menyegarkan mata memandang.
Pendapatan warga di sini rata-rata memang berasal dari alam. Ada yang sebagai pencari kayu bakar, ada sebagai pemecah batu alam, dan berladang.
Lalu, suatu hari ketika seorang warga berada di hutan mencari kayu bakar, terdengar suara bayi menangis. Tangisan bayi tersebut terdengar menggetarkan hati. Pilu, menyayat hati, seakan tahu dia dibuang begitu saja.
Odin si pemilik nama dari pencari kayu bakar tersebut mencari arah suara bayi tanpa rasa takut. Dia berputar dari tujuan semula, menerobos semak belukar di sampingnya.
Odin terus melangkahkan kaki mendekati suara yang semakin terdengar nyaring. Suasana hutan yang sepi membuat suara bayi tersebut terdengar lantang.
"Ooeek ... ooeeek ...." Suara bayi semakin terdengar dekat. Odin terus melangkah menerobos semak-semak dengan menyibakkan menggunakan parang panjangnya.
Dia akhirnya menemukan bayi tersebut. Bayi yang terbungkus dengan kain panjang usang. Beralas selimut tebal yang juga terlihat lusuh. Sungguh pemandangan menyedihkan di pagi hari. Ketika sisa-sisa embun masih menempel di rerumputan sekitar hutan tersebut.
Sejenak Odin menelisik lalu mengangkat bayi tersebut bersama selimut tebal untuk membungkus bayi tersebut. Udara pagi ini cukup dingin dirasa Odin.
"Cup ... cup sayang ...." Odin berusaha mendiamkan tangisan bayi yang masih terdengar. Merasakan hangat dari sebelumnya, bayi yang tadinya menangis tanpa membuka matanya, kini membuka kelopak matanya.
Tangisan bayi itu tidak sekeras tadi. Namun Odin hampir melepaskan gendongan pada bayi tersebut. Bola mata bayi itu berwarna kuning tembaga. Sepintas seperti mata harimau belang. Odin terkesiap, jantungnya berdegup kencang.
Odin hendak meletakkan kembali bayi tersebut ke atas rumput. Belum sampai kembali ke atas rerumputan saat pertama bayi tersebut ditemui, bayi tersebut kembali menangis keras.
Sesaat Odin dilema. Bayi tersebut kembali dipandang Odin. Memandang dengan dalam pada bola mata bayi itu. Odin seperti terhipnotis melihat tiba-tiba bayi tersebut berhenti menangis dan tersenyum, menandakan dia telah bisa melihat jelas lingkungan sekitarnya.
Namun, Odin tetap menurunkan bayi tersebut dari gendongan. Meletakkan hati-hati di atas rumput dan ikut berjongkok di depan bayi tersebut.
"Siapa kamu Nak?" Odin mencoba berinteraksi. Bayi itu kembali tersenyum dan menggerakkan bibirnya bersuara. Suara khas bayi, namun ini terdengar serak. Bisa jadi akibat dia telah lama menangis.
Odin terus menatap sambil berpikir, akankah ia membawa bayi tersebut dari hutan ini. Odin memutuskan untuk tidak melakukan tindakan membawa pulang.
"Maafkan aku Nak, aku tidak berani membawamu pulang." Odin berubah pikiran setelah melihat mata si bayi yang berbeda dari kebanyakan mata manusia biasa.
Odin lalu membungkuk dan membungkus tubuh bayi itu dengan selimut tebal yang sekaligus untuk alasnya. Odin. berdiri dan kemudian hendak berlalu pergi. Dia telah melangkah menjauhi bayi tersebut.
Kembali bayi tersebut menangis, seakan mengerti dia akan ditinggal sendirian. Odin tak sampai hati. Dia memutar tubuhnya dan kembali melangkah mendekati. Odin mengangkat bayi tersebut dan memeluk dalam gendongannya.
"Ayo kita pulang bayi cantik." Odin melihat senyum si bayi.
Hari ini, Odin memutuskan tidak melanjutkan mencari kayu bakar. Dia menelusuri jalan setapak dan kembali pulang ke desanya. Di tengah jalan, Odin berpapasan dengan beberapa warga desa lain yang tak dikenalnya.
Odin mengabaikan pandangan heran warga tersebut. Dia memeluk erat bayi tersebut dan sang bayi juga tak ingin menyusahkan orang yang telah menemukan dirinya. Bayi cantik itu hanya diam memandang mata Odin yang sesekali mengalihkan pandangannya dari jalan dan menatap mata bayi tersebut.
Tiba di desanya, tentu kehadiran Odin menuai perhatian dari tetangga-tetangga. Mereka bertanya banyak dan Odin menceritakan apa adanya.
Warga mengusulkan untuk tidak merawat bayi tersebut. Bola mata bayi itu membuat warga keberatan dia ada di desa itu.
"Sebaiknya panggil tetua desa." Saran tetangga Odin. Desa yang masih primitif itu tidak mempunyai struktur kepengurusan selain yang di sebut dengan tetua.
Seorang tetangga, akhirnya pergi dan memberikan kabar pada tetua desa. Tak lama, memanggil Odin untuk menghadap tetua desa dan membawa serta bayi tersebut.
Odin tak punya pilihan lain, mereka di sana sangat patuh pada perkataan tetua desa. Odin dan beberapa tetangga mengikuti ke rumah tetua desa. Rumah yang hanya dari kayu-kayu hutan dan pelepah-pelepah tanaman dan pepohonan hutan. Begitulah rumah-rumah penduduk di desa itu.
Mereka masih sangat primitif dari pola pikir. Sehingga tidak mengizinkan bayi yang dianggap mereka aneh. Mereka tidak mau sesuatu terjadi nantinya karena adanya bayi tersebut di perkampungan mereka. Alhasil Odin harus membawa bayi itu keluar dari desanya atau memberikan bayi tersebut ke desa lain.
Odin tak punya pilihan selain mengantarkan ke desa sebelah. Odin masih mempunyai ibu yang harus dia rawat. Untuk pergi membawa ibunya meninggalkan desa tak Mungin rasanya. Ibu Odin telah renta dan lumpuh.
"Maafkan aku Nak. Kamu dengar apa kata tetua, aku tak bisa menjagamu." Odin merasa bersalah pada bayi tersebut. Odin membelai lembut pipi bayi itu. Bayi itu menangis namun tidak berteriak seperti di hutan tadi. Hanya meneteskan air mata, seolah tahu ke mana jalan hidupnya.
Odin iba, dia mencium pipi bayi tersebut dan pamit pada ibunya untuk pergi ke desa sebelah. Odin menitipkan pesan pada tetangga sebelah untuk melihat ibunya jika dia terlambat pulang.
Tetua meminta agar bayi tersebut tidak sekalipun bermalam di desa mereka, oleh sebab itu Odin memutuskan secepatnya mengantarkan bayi tersebut dan Odin yakin dia tidak bisa pulang malam itu.
Beberapa langkah hendak meninggalkan rumah bayi tersebut merengek. Dia menangis kecil. Odin mengira bayi itu sedih, namun terdengar suara ibunya memanggil. Odin kembali dan bertanya, "Ada apa MA"
"Dia lapar dan haus, beri dia minum akar pohon yang manis. Beri dia buah hutan."
"Ya MA."
Odin melakukan apa perkataan ibunya baru setelah itu dia meninggalkan rumah dan desanya. Odin membawa bekal jika bayi itu kembali lapar dan haus.
Ketika Odin sampai di desa sebelah, Odin bertanya di mana dia bisa menitipkan bayi ini. ternyata, desa ini tak jauh berbeda dengan desanya. Melihat mata si bayi, mereka tidak bisa menerima.
Odin melanjutkan perjalanan dan menuju desa berikutnya, hari telah mulai senja. Odin berhenti di gubuk seperti ditunjukkan seorang warga desa tersebut. Gubuk itu sangat reyot namun bisa dijadikan tempat persinggahan sejenak.
"Malam ini kita tidur di sini saja," ujarnya seakan bayi itu bisa mengerti saja. Bayi itu sedang tertidur pulas. Dia tak memberi respon apapun. Dia menyesuaikan diri tanpa sadar dengan kondisinya dan tidak banyak bertingkah.
Odin beristirahat dan memakan bekalnya setelah meletakkan hati-hati bayi tersebut di balai bambu yang tidak kokoh lagi. Sekedar melepas lelah.
Matanya tak lepas memandang bayi tersebut, dia iba namun juga tak berdaya. Odin bersandar di dinding reyot dan meletakkan tangan di atas kepala bayi. Odin istirahat dan ikut terlelap.
Istirahatnya terganggu ketika sayup-sayup dia mendengar bayi tersebut menangis. Odin membuka matanya dan melihat kain bayi tersebut telah semakin basah. Entah sudah berapa kali bayi tersebut pipis di kain tersebut.
Odin membuka dan mengganti dengan kain yang dibekali ibunya. Menjemur kain basah tersebut ala kadarnya.
"Sabar sayang, semoga nasibmu menjadi lebih baik setelah ini," doanya sambil memberikan bayi tersebut minum. Ketika bayi tersebut tertidur, Odin juga melanjutkan tidurnya. Odin memutuskan akan melanjutkan perjalanan besok pagi saja.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Emilia Santi Mus
penasaran
2023-05-09
0
Yeni Eka
semangat kak say
2023-04-03
0