"Dasar anak harimau!" Sambil berkata demikian seorang anak berusia delapan tahun mendorong anak bermata kuning tembaga. Dia tak lain dan tak bukan adalah bayi yang pernah dibuang di dalam hutan dulu. Kini bayi itu berusia delapan tahun.
"Aku bukan anak harimau!" teriaknya marah sambil menahan tangis akibat terhempas ke dinding kamar.
"Siapa bilang bukan. Kau memangsa ibu kandungmu!" entah siapa yang bercerita demikian sehingga anak yang masih polos bisa mengatakan kalimat kejam demikian.
"Aku bukan anak harimau!" teriaknya kembali. Gadis kecil itu masih terlihat tidak senang dengan tuduhan temannya.
Gadis bermata kuning tembaga tersebut tidak terima dan menangis. Dia selalu dibully oleh teman-temannya. Herannya, pengurus panti asuhan tidak pernah membela dirinya. Setiap perkelahian terjadi atau setiap dia menangis, hukuman justru jatuh padanya.
Keributan tersebut mengundang perhatian pengurus panti. Mereka sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi. "Ada apa lagi!" Bentakan ditujukan pada Meimei kecil.
"Aku__" perkataan gadis kecil itu terpenggal karena pengurus panti langsung memotong pembicaraan.
"Kau pasti membuat ulah lagi!"
"Sini! Ikut denganku!" Pengurus panti menarik tangan kecil itu tanpa perasaan. Dia menyeret Meimei ke luar kamar lalu membawa ke gudang belakang panti.
"Kau tidur di sini untuk malam ini! Itu hukuman untuk anak selalu membuat ribut." Meimei kecil tidak membantah. Dia sudah sangat hapal tak ada gunanya.
Gadis kecil itu selalu dibiarkan lapar dan dikurung dengan alasan sebagai hukuman karena membuat keributan. Meimei hanya bisa meringkuk di sudut kamar gudang belakang panti.
Tangis Meimei kecil tidak ada yang mau peduli padanya. Ketika malam datang, kamar itu tak kunjung terbuka. Dalam kegelapan dan haus serta lapar, Meimei berusaha meraba dinding mencari saklar lampu.
Dia merayap memegang dinding juga sebagai penopang badan yang lemas. Dia tentu tidak akan bisa menjangkau saklar lampu seperti hari-hari sebelumnya. Badannya belum bisa mencapai tinggi saklar terletak.
Dia akhirnya merosot di pinggir dinding dan meringkuk kembali meredam perut yang sakit dan rasa takut akibat kegelapan. Meimei kecil tidak mengetahui apa-apa, tidak mengerti apapun. Sehingga dia tidak mengeluh tentang orang tua maupun keluarganya. Satu hal yang dia pahami sekarang dia merasa sangat lapar dan haus. Diapun jatuh tertidur.
Pagi hari, "Cepat bangun dan makanlah. Pemilik panti asuhan ini akan datang. Kau jangan coba mengadu apapun. paham!" Gadis itu mengangguk pelan.
"Jika kau berani, ibu akan mengusir kau dari sini!" gadis kecil itu menggeleng penuh ketakutan.
Perempuan itu meninggalkan gadis kecil tersebut dan gadis tersebut pergi menuju meja makan. Dia hanya melihat sepiring nasi putih. Lagi-lagi dia tidak diberi sayur dan lauk pauk.
Dia menarik kursi dan menatap nasi putih tersebut. Segelas air terlihat di meja makan. Dia meneguk habis air putih tersebut. Lalu mengambil sejumput nasi putih tersebut dan menyuap.
Hanya sesuap, lalu terdengar bunyi, "Praaaang ...." Dia membanting piring nasinya. Emosi gadis itu memuncak. Dia lupa jika dia bisa saja diusir.
Kegaduhan yang dia buat, langsung diredam pengelolaan panti. Dia tidak ingin pemilik panti melihat kekacauan ini. Gadis itu selamat dari amukan. Pengurus panti meminta dia untuk main di luar.
Dia pergi ke luar dan memilih ke halaman belakang. Di satu sudut halaman belakang ada batang pohon. Gadis itu memanjat dahan pohon dan memilih duduk dalam rimbunnya dedaunan.
Dia takut untuk kembali ke dalam panti. Dia tahu akan dihukum setelah acara di panti selesai. Gadis kecil itu termangu-mangu tanpa banyak tahu siapa dia dan apa yang terjadi padanya.
Dia hanya tahu, selalu menjadi bulan-bulanan teman dan pengurus panti. Tak punya teman, tak punya banyak pengetahuan. Dia melihat sebuah mobil berisi tumpukan jerami. Dia bahkan tidak tahu jika itu jerami, mengira itu rumput.
Gadis kecil itu begitu takut untuk kembali, dia merayap di sebuah dahan yang lebih besar. Mencari cara agak bisa tepat ditumpukkan jerami. Dia pindah ke dahan yang lebih kecil dan merayap mundur.
Meimei lalu bergelantung dan memilih melompat ke dalam tumpukan jerami tersebut. Dia bersembunyi hingga dia tertidur menahan lapar dan haus.
***
"Bangun!" terdengar suara berat membentak Meimei.
Gadis kecil itu tersentak dan memandang pria gendut yang tak lain supir jerami tadi. Dia merangkak dan hendak turun dari tumpukan jerami.
Lelaki yang terlihat galak ternyata tidak begitu adanya. Dia membantu Meimei turun dari tumpukan jerami.
"Terima kasih Paman," ujar Meimei takut-takut.
"Kamu kenapa bisa di sini!" tanya supir jerami tersebut masih dengan nada keras. Meimei terlihat bingung untuk menjelaskannya.
Melihat gadis kecil itu diam saja, supir jerami itu menilik gadis kecil bermata tembaga tersebut. Dia mengingat-ingat berhenti di mana saja. Ingatannya terkumpul dan hanya berhenti di balik tembok sebuah panti. Dia yakin di ladang jerami tadi tidak ada penumpang lain.
"Kamu anak panti asuhan?" tanya supir melembutkan suaranya. Dia tahu anak itu ketakutan. Meimei hanya mengangguk polos.
"Mengapa kamu di sini?" tanya supir jerami mencari tahu.
"Terjatuh dari pohon besar." Meimei masih menjawab dengan takut-takut.
"Mari paman antar," kata supir jerami berbaik hati. Namun Meimei menggeleng pelan.
"Aku tidak ingin lagi di sana." penuh kepolosan, Meimei menceritakan perlakuan tersebut pada lelaki itu.
Setelah mendengar cerita Meimei, lelaki itu berkata, "Paman tidak bisa mengadopsimu. Paman tidak punya keluarga."
Gadis itu tidak paham kata adopsi dia bertanya dan lelaki tersebut mengatakan, "Merawatmu."
"Baiklah Paman, aku akan pergi saja dari sini. Maukah Paman memberikan aku minum dan sedikit makanan? Aku haus dan lapar."
Mendengar perkataan yang lemah, lelaki itu membawa ke dalam rumah. Dia memberikan sepotong roti dan sebotol air putih. Hanya itu yang ia punya.
Gadis itu walau sangat lapar, dia makan dengan perlahan. Lelaki itu terus memperhatikan gerak-geriknya. Ketika gadis kecil tersebut telah menghabiskan minuman dan makanannya, dia bertanya, "Kamu punya keluarga?"
Lelaki itu hanya mendapatkan gelengan. "Lalu kamu mau ke mana?"
"Aku tidak tahu Paman, aku takut untuk kembali."
Lelaki tersebut tahu, tidak mungkin membiarkan gadis seusianya berkeliaran di dunia luar tanpa ada apapun dan pengawasan siapapun. Jalan terbaik baginya mengembalikan ke panti asuhan. walaupun keras tetapi lebih aman baginya.
"Sekarang kamu istirahat dulu, besok pagi paman antar kamu ke panti. Di sana aman untukmu." Meimei mengangguk dan mengikuti untuk beristirahat.
"Istirahatlah, paman akan melanjutkan kerja membongkar jerami. Kamu juga boleh berjalan di sekitar sini jika mau."
"Baik Paman."
Meimei masih termangu di kursi. Dia mengedarkan pandangan. Terbayang di pelupuk mata perlakuan teman dan pengurus panti. Meimei menggeleng cepat.
"Tidak, aku tidak mau kembali ke sana," gumamnya. "Mereka pasti akan memarahi dan menghukum aku lagi." Meimei masih berkata-kata dalam kebingungannya.
Meimei setuju, dia mengikuti lelaki tersebut keluar dan berjalan di sekitar gudang jerami tersebut. Lelaki itu begitu asyik melakukan pekerjaannya. Meimei menjauh menuju jalan setapak yang terlihat. Dia tidak berniat untuk dipulangkan ke panti.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Yeni Eka
panti asuhan yg tidak berkepantian
2023-04-03
0