Nekat

Dia setengah berjalan setengah berlari kecil. Kini dia telah jauh dari rumah lelaki tersebut yang masih asyik bekerja tanpa mengetahui jika gadis kecil itu telah berjalan jauh.

Meimei mengikuti saja langkah kakinya. Gadis kecil itu beristirahat sejenak. Ada beberapa orang yang terlihat lalu lalang, namun tidak ada seorang warga desa memperhatikan gerak-geriknya.

Meimei mengibaskan gaun selututnya. Dia menoleh kiri-kanan dan melanjutkan perjalanan menuju ke mana hati membawanya. Gadis kecil itu seakan terkatung-katung. Namun wajahnya tidak terlihat sedih. Dia nekat tidak akan kembali ke panti.

Meimei lebih merasa bahagia tanpa ada yang menyakiti tubuhnya, walaupun dia belum memahami arti sakit hati.

Ketika haus dia mencari air mentah di pekarangan rumah warga yang tanpa pagar. Sekali lagi aktivitasnya tidak ada yang memperhatikan. Perut Meimei terasa lapar dia menengadah tangan mengharap belas kasihan orang yang dijumpai.

"Pak, boleh saya meminta rotinya?" tanya Meimei pada pedagang di pinggir pasar tradisional.

Lelaki itu terkejut ketika melihat mata sang gadis kecil. Namun dia memberikan sepotong dan meminta gadis itu segera pergi. Meimei menerima dengan tersenyum hangat. Diapun pergi setelah mengatakan terima kasih.

Ketika malam tiba, Meimei kecil mencari tempat berteduh di bawah langit malam. Tanpa atap selain bintang berkedip indah tetapi tak seindah jalan hidup Meimei kecil yang terbuang.

Angin malam menusuk kulit tipisnya. Baju Meimei mulai terlihat kotor. Dia duduk di sebuah batang pohon. Meimei terlatih untuk memanjat. Dia sengaja mencari pohon yang bisa dijadikan sandaran. Memandang langit dan tangan kecilnya seakan ingin meraih bintang berkedip.

Semakin malam angin berhembus menusuk memberikan hawa dingin. Meimei memeluk tubuh dengan tangan kurus dan kecilnya.

"Uhh dingin sekali," ujarnya. Dari atas pohon Meimei melihat sebuah rumah. Di pinggir jendela rumah tersebut terdapat dipan kecil. Meimei melihat jalanan telah sepi. Dia merangkak turun dan menuju dipan tersebut.

Dia berbaring dan tetap memeluk tubuhnya. Rasa lelah mengantarkan Meimei pada alam mimpi. Dia tertidur pulas dan tersentak ketika pagi hari tiba-tiba ada yang membentak dirinya, "Eh bangun! Siapa kau!"

Meimei terduduk dan memandang wanita tua yang membentaknya. Wanita tersebut seperti kebanyakan orang yang memandang mata Meimei. Dia terkejut dan mundur selangkah. "Kau__" ujarnya tertahan karena Meimei telah melarikan diri.

Dalam pikiran Meimei orang tersebut akan bertanya siapa dirinya dan akan mengantarkan dia kembali ke panti asuhan seperti keinginan paman jerami.

Meimei kembali mengemis yang dia sendiri tidak mengetahui jika itu perbuatan mengemis. Mengisi perut ala kadarnya dan melanjutkan perjalanan.

Berhari gadis itu hidup di jalanan. Pakaian semakin kotor dan lusuh. Dia juga tidak mandi.

Gadis itu telah sampai di pinggiran jalan besar. Dia melihat begitu banyak mobil berlalu lalang. Dengan badan letih, dia terus berjalan di pinggiran jalan. Entah ke mana langkah kakinya berakhir.

Berhari dia sudah berada di jalanan tanpa ada yang mau peduli padanya. Ketika malam kembali datang gadis kecil itu berlindung di balik pepohonan di pinggir jalanan. Gadis kecil itu memilih karena mengikuti insting saja. Dia lebih merasa aman di tempat yang tidak ramai.

Hari semakin sore, hari kelima dia menyusuri jalanan. Dia melihat pedagang kue dipinggir jalan. Rasa laparnya semakin kuat. Dia tidak lagi meminta. Dia merasakan orang-orang di daerah sekarang tidak mau berbagi, apalagi pada anak dekil seperti dirinya.

Dia nekat mencuri makanan dan melarikan diri. Meimei salah, masih ada orang yang mau memberikan secara cuma-cuma. Pedagang kecil itu tak berniat mengejar demi sepotong roti bagi anak kecil.

Meimei mencari tempat setelah merasa aman. Dia memakan potongan roti itu dengan perlahan. Tidak tergesa-gesa. Selesai memakannya, dia berjalan pelan.

Hari semakin gelap. Meimei kecil merasa lelah. Dia memilih duduk dipinggir jalan. Tepat ketika sebuah mobil berhenti di depannya. Dia melihat seorang lelaki turun. Lelaki itu terlihat sangat kesal. Dia tak menyadari ada gadis kecil di sana.

Meimei nekat menyapa dan berkata, "Paman, aku haus." Dia menengadah dan wajah mungil serta mata kuning itu menatap penuh harap. Mata itu berpendar terkena cahaya lampu jalan.

Lelaki itu terpana, dia menoleh kiri-kanan. Memastikan bahwa yang dilihatnya memang anak manusia. Lalu kembali ke mobil dan mengambil sebotol air putih yang masih bersegel. Dia membuka segel dan tutup botolnya lalu memberikan minumannya.

"Minumlah adik kecil."

Meimei minum dengan tidak terburu-buru. Itu tak lepas dari pandangan lelaki tersebut. "Hmm, anak ini sangat terlihat haus, akan tetapi caranya meminum sangat tenang. Siapa dia?" Lelaki tersebut membatin.

"Kamu akan ke mana adik kecil?" tanya lelaki itu. Lupa akan kekesalan yang sedang dia rasakan.

"Tidak tahu Paman." Lagi-lagi dia menjawab polos.

"Kamu dari mana?" Lelaki tersebut mengganti pertanyaan.

"Tidak tahu Paman." Gadis itu hanya mengikuti insting untuk tidak banyak berbicara. Dia hanya takut akan dipulangkan.

Jawaban Meimei membuat kening lelaki tersebut berkerut heran. Dia membayangkan anak sekecil ini berani di jalanan malam. Anak secantik ini akan sangat mudah diperjualbelikan.

"Kamu tidak punya keluarga atau tempat tinggal?" lelaki itu berjongkok dan memegang lembut bahu Meimei.

Meimei menggeleng dan menatap penuh harap pada lelaki itu untuk memberikan tempat tinggal. Dia begitu polos dan tak tahu banyak tentang dunia luar. Dia berpasrah pada nasib secara tidak sadar.

"Kamu mau ikut paman?" tawar lelaki tersebut tersenyum lembut. Mata gadis itu membuat dia begitu suka melihatnya.

Meimei jelas merasa senang. Dia berpikir asal tidak kembali ke panti asuhan. Dia juga sangat lelah di jalanan. Tanpa pikir panjang dia berkata, "Mau Paman."

"Ayo masuk ke mobil Paman." Lelaki tersebut menggandeng Meimei dan membukakan pintu mobil. Setelah Meimei masuk, dia menutupkan.

Setelah lelaki tersebut menghidupkan mobil dan menyalakan pendingin mobil, dia menekan gas dan kembali melaju di jalanan. Meimei begitu senang di dalam mobil dingin tersebut.

Meimei tak banyak bicara dan lelaki itu juga tidak banyak bertanya. Dia yakin dengan tebakannya, anak ini telah dibuang keluarga atau setidaknya tidak mempunyai siapapun yang dia tahu.

Sejam perjalanan telah mereka tempuh. Memasuki gerbang mewah. "Gerbangnya sangatlah besar Paman." Lelaki itu hanya tersenyum mendengar Meimei seakan baru melihat pertama kalinya.

"Ayo turun," ajaknya ramah.

"Terima kasih Paman." Meimei tidak terlihat sungkan. Justru dia merasa bahagia bisa tidak kembali ke panti. Gadis kecil polos tersebut tidak memikirkan resiko apapun. Tentunya belum dia pahami.

Lelaki itu berjalan beriringan dengan menggandeng tangan Meimei. Meimei semakin senang. Ini kali pertama dia mendapatkan kenyamanan.

Ketika tiba di pintu rumah dan lelaki tersebut mengetuk, tak berselang lama pintu rumah besar itupun terbuka. Terlihat seorang pelayan membukanya. "Nyonya mana?"

"Nyonya sedang keluar, Tuan." Pelayan hanya menunduk.

"Mandikan anak ini dan beri dia makanan dan minuman." Lelaki itu terlihat tak peduli pada istrinya.

"Baik Tuan." Pelayan walau penasaran anak siapa yang dibawa tuannya, namun tak berani bertanya. Dia mengambil tangan Meimei dan menggandeng. Baru dua langkah berjalan, pelayan kembali berbalik dan melihat tuannya masih menatap Meimei.

"Ada apa!" tanyanya datar pada pelayan.

"Apakah nona kecil ini mempunyai baju ganti, Tuan?" tanya pelayan kembali menundukkan kepalanya.

Lelaki itu baru sadar jika gadis itu tidak mempunyai apa-apa selain baju yang terpasang ditubuhnya. Dia menghembuskan napas dan berpikir sejenak, lalu berkata, "Biar saya hubungi nyonya dan sampai saat itu pakaikan saja handuk kering ke tubuhnya.

Pelayan itu mengangguk dan berbalik arah membawa Meimei berlalu dari sana. "Nama kamu siapa?" tanya Pelayan tersebut ramah.

"Meimei...." Pelayan tersebut menatap heran. Pasalnya dia tidak melihat ada keturunan Asia pada gadis itu. Wajahnya terlihat seperti keturunan Eropa.

"Ayo aku bersihkan tubuhmu setelah itu kamu mengisi perutmu." Pelayan itu menanggalkan pakaian Meimei.

"Terima kasih," jawab Meimei tersenyum kecil

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!