PERAHU KERTAS (Terjebak Masa Lalu)
"Nad...! Naiklah. Di situ bahaya. Kadang ada buaya yang keluar dari sarangnya!" seru Surya pada Nadia.
Surya adalah sahabat Nadia sejak mereka duduk di sekolah menengah atas. Dan persahabatan mereka tetap terjalin sampai sekarang.
Nadia masih fokus menatap perahu kertasnya yang mulai hanyut terbawa air sungai. Aliran air yang tak terlalu deras di sungai ini, dipilih Nadia agar perahu kertasnya bisa melaju dengan sukses hingga ke laut.
Surya segera menuruni tebing yang cukup curam. Karena Nadia tak menghiraukannya.
"Nad! Kamu lagi ngapain?"
Nadia menoleh sekilas. Tangannya menunjuk ke arah perahu kertasnya yang sudah mulai menjauh.
"Apaan?" Surya berusaha mengikuti arah tangan Nadia.
"Perahu kertas," jawab Nadia. Matanya tak lepas dari benda itu.
"Perahu kertas? Punya siapa?" tanya Surya. Dia merasa tak ada yang istimewa dengan perahu mainan anak TK itu.
"Punyaku, Sur. Aku membuatnya semalam," jawab Nadia.
"Terus kamu datang jauh-jauh kesini hanya untuk menghanyutkannya? Aneh sekali kamu, Nad. Kayak anak TK aja," sahut Surya.
Nadia beranjak berdiri, saat perahunya sudah tak lagi nampak. Dia yakin, perahu itu akan sampai ke tujuannya.
"Perahu itu berisi tulisan tanganku, Sur. Curahan hatiku. Tentang cintaku. Tentang penantianku yang belum juga berujung. Semoga di tempat lain, entah di mana, Dewa menemukan dan membacanya," ucap Nadia.
Dewa adalah sahabat Nadia, juga Surya. Mereka selalu bersama sejak kelas satu SMA. Tapi ternyata Nadia memiliki perasaan yang berbeda pada Dewa.
Dan gayung bersambut. Dewa pun merasakan hal yang sama. Dia selalu merindukan Nadia lebih dari seorang sahabat.
Dan akhirnya mereka memutuskan untuk berpacaran, setelah meminta ijin pada Surya sebagai sahabat. Dengan berat hati, Surya mengijinkannya.
Dan setelah mereka lulus, Dewa dan keluarganya pindah ke luar kota. Sejak saat itu, mereka hilang kontak. Dewa tak pernah memberikan kabar apapun.
Tinggalah Nadia dengan Surya, tetap menjalin persahabatan itu. Kemana-mana mereka selalu berdua. Bahkan banyak orang yang mengira kalau mereka sepasang kekasih.
"Hah...?" Mata Surya langsung terbelalak. Dia tak menyangka sahabatnya ini seperti orang yang tidak waras. Lalu Surya pun tertawa terbahak-bahak.
Nadia mengernyitkan dahinya.
"Ada yang lucu?" tanya Nadia.
"Iya. Kamu lucu. Sangat lucu, Nad," jawab Surya menghentikan tawanya sejenak, lalu kembali tertawa.
Sejak dulu Nadia memang sering melakukan hal-hal konyol yang di luar nalar. Meski Surya sudah terbiasa, tapi kali ini menurut Surya sangat luar biasa.
Nadia cemberut dan memalingkan wajahnya. Dia berusaha melihat lagi ke sungai. Perahu kertasnya sudah menghilang.
Surya sudah tenang kembali, lalu dia menarik tangan Nadia untuk segera meninggalkan tempat itu.
"Lepasin, Sur. Aku mau di sini dulu." Nadia berusaha menepiskan tangan Surya.
"Mau ujan. Lihat tuh langitnya mulai gelap. Kamu mau keujanan di sini?"
Nadia menatap ke arah langit. Benar juga. Sudah mulai mendung.
"Apa nanti perahuku hancur terkena hujan, Sur?" tanya Nadia dengan khawatir.
"Ya iyalah. Lagian bikinnya pakai kertas. Pakai kayu. Biar anti air dan badai," ledek Surya.
"Kalau pakai kayu, gimana caranya aku nulis curahan hatiku, Sur?"
Surya melengos sambil menghempaskan nafasnya. Dia ingat betapa dulu Nadia dan Dewa bagaikan Romeo dan Juliet yang tak terpisahkan. Dan dirinya? Laksana obat nyamuk yang selalu ada diantara mereka.
"Kamu masih mengharapkannya, Nad?" tanya Surya perlahan.
"Iya, Sur. Aku yakin, Dewa juga masih mencintaiku," jawab Nadia.
"Kalau dia masih mencintai kamu, kenapa dia enggak datang kesini dan memenuhi janjinya?"
Nadia menatap wajah Surya.
"Kamu pernah berjanji sesuatu pada seseorang, Sur?" Nadia malah balik bertanya.
"Maksud kamu?" Surya tak paham dengan pertanyaan Nadia yang seperti mau mengalihkan pembicaraan.
"Setelah kamu berjanji pada seseorang, pastinya kamu akan berusaha untuk menepatinya, bukan?"
Surya mengangguk. Dia masih tak paham kemana arah pembicaraan Nadia.
"Begitu juga Dewa. Suatu saat nanti dia pasti akan datang memenuhi janjinya, Sur," ucap Nadia dengan yakin.
Surya melongo mendengar ucapan Nadia. Kamu begitu sangat mengharapkannya, Nad. Bagaimana kalau selamanya dia tak pernah datang? Apa kamu juga selamanya akan membiarkan hidupmu dalam penantian?
"Ayo naik. Aku jagain kamu dari sini," ajak Surya. Jalan menuju ke jalan kampung cukup terjal. Entah bagaimana tadi caranya Nadia sampai ke bawah.
Surya yang mencarinya ke sana ke mari, akhirnya menemukan Nadia di tepian sungai yang sangat sepi itu.
Dengan susah payah, akhirnya sampai juga mereka di jalanan kampung. Kampung yang tak jauh dari komplek perumahan tempat tinggal mereka.
"Kamu tadi jalan kaki, kesininya?" tanya Surya. Dia tak melihat motor matic kesayangan Nadia.
Nadia mengangguk. Jelas saja dia berjalan kaki, karena dia sudah survey lokasi sebelumnya, dan kebingungan memarkirkan motornya kalau membawanya.
Surya memarkirkan motornya di dekat sebuah gubug, yang entah milik siapa.
Surya mengajak Nadia ke gubug itu. Nadia mendahuluinya dan langsung merebahkan badannya. Gubug itu cukup bersih. Sepertinya sering digunakan orang untuk istirahat.
"Nad. Aku sudah berusaha mencari Dewa. Lewat medsos, lewat teman-teman kita, lewat tetangganya dulu. Hasilnya nihil. Tak ada informasi apapun tentang Dewa," ucap Surya. Dia duduk menghadap tubuh Nadia yang terlentang.
"Aku juga, Sur. Aku tak pernah bisa menemukan satu titik saja petunjuk tentang keberadaan Dewa. Tapi aku tak akan menyerah begitu saja," sahut Nadia, lalu memejamkan matanya.
Nadia sedang berkhayal, suatu saat nanti arjunanya akan memenuhi janjinya.
"Dan selamanya kamu akan menyiksa batinmu dengan penantian yang sia-sia?" tanya Surya.
Nadia langsung membuka matanya dan duduk. Matanya menatap tajam mata Surya.
"Kamu meragukannya?"
Surya mengangguk.
"Kamu tau kan bagaimana sifat Dewa? Tiga tahun kita mengenalnya, Sur. Apa pernah sekali saja, dia ingkar janji?" Nadia berusaha mengingatkan kembali kenangan mereka dengan segala kebaikan Dewa.
"Waktu bisa merubah sifat seseorang, Nad," sahut Surya.
Nadia menggeleng.
"Tidak, Sur. Orang lain boleh berubah. Tapi tidak dengan Dewa," ucap Nadia pasti. Dia selalu yakin bahwa Dewa masih selalu setia padanya.
"Jangan terlalu yakin, Nad. Aku takut nanti kamu akan kecewa. Kita sudah terpisah tiga tahun lamanya. Dan tak pernah ada tanda-tanda kalau dia akan kembali." Surya menatap mata indah Nadia. Mata yang mampu menghipnotis siapapun yang menatapnya.
"Baru juga tiga tahun, Sur. Seribu tahun pun aku akan menunggunya," sahut Nadia. Matanya menatap ke arah lain.
"Lebay kamu! Kayak pujangga yang lagi bikin puisi cinta!" Surya mendorong bahu Nadia pelan.
"Bi...arin. Hey, lihat kesana!" Nadia menunjuk ke suatu arah. Arah sungai itu mengalir perlahan. Dia bisa melihat sungai itu dari kejauhan.
Nadia langsung berlari kembali untuk memastikan perahu kertasnya tak terhempas dan akan sampai ke tujuannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments
Pejuang Rupiah
Suka banget sama ceritanya
2023-08-05
0