Surya mengantar Nadia dulu. Meski rumahnya lebih dekat.
Sampai di depan rumah Nadia, Surya menghentikan motornya.
"Makasih, Sur," ucap Nadia setelah turun dari boncengan.
"Besok kamu kuliah pagi, kan?" tanya Surya. Dia hampir setiap hari mengantar jemput Nadia meski Nadia memiliki motor sendiri. Kecuali jam kuliah Surya lebih awal.
Nadia mengangguk. Surya memang sudah hafal jadwal kuliah Nadia. Bahkan mata kuliahnya Nadia juga Surya sangat hafal.
Demi bisa kuliah bareng dengan Nadia, Surya rela mengorbankan kesempatannya kuliah di universitas negeri.
Alasan Surya pada kedua orang tuanya, karena kampusnya kejauhan. Untungnya kedua orang tuanya tidak protes.
Karena universitas swasta yang dipilih keduanya bukan universitas ecek-ecek. Meskipun orang tua Surya harus mengeluarkan biaya yang tak murah.
"Aku jemput kamu jam setengah tujuh." Lalu Surya berbelok untuk pulang ke rumahnya.
Tanpa rasa bersalah, Nadia melangkah masuk ke rumahnya. Dia tak menghiraukan perasaan Surya yang tercabik-cabik.
"Darimana kamu, Nad? Tadi Surya nyariin kamu," tanya Susi, mamanya Nadia.
"Jalan-jalan, Ma. Udah ketemu, kok. Barusan juga pulangnya diantar Surya," jawab Nadia.
"Mandi dulu sana. Udah sore. Nanti habis maghrib, papa ngajak kita makan di luar. Surya diajak aja sekalian," ucap Susi.
Mereka sudah menganggap Surya seperti anak sendiri. Dalam berbagai kesempatan, sering mengajak Surya ikut.
"Dalam rangka apa, Ma?" tanya Nadia. Karena setahunya, tak ada yang ulang tahun hari ini.
"Papa kamu menang tender katanya. Dan papa pingin merayakannya. Udah sana cepetan. Jangan lupa kabari Surya, biar siap-siap," sahut Susi. Dia pun mulai bersiap-siap.
Nadia anak kedua pasangan Susi dan Haris. Kakak Nadia kuliah di luar kota, dan sekarang sedang menghadapi ujian akhir. Jadi jarang pulang ke rumah.
"Iya, Ma." Nadia langsung masuk ke kamarnya. Dia mau mengabari Surya dulu sebelum mandi.
Nadia mengambil ponsel yang dikantonginya. Dan mengirimkan pesan chat pada Surya. Tanpa menunggu balasan dari Surya, Nadia meninggalkan ponselnya di atas nakas. Dan dia bergegas mandi.
Papanya, orang yang selalu ontime. Mungkin itu sebabnya karirnya terus melejit. Tendernya banyak yang sukses.
Walaupun sekarang papanya belum pulang, tapi bisa dipastikan, jam setengah tujuh dia sudah siap berangkat.
Surya pun, sampai di rumahnya. Kedua orang tuanya sedang pergi keluar kota beberapa hari ini. Ada saudaranya yang hajatan.
Surya tak mau ikut, dengan alasana lagi banyak tugas dari kampus. Padahal karena dia tak mau lama-lama jauh dari Nadia.
Jadi yang ikut hanya Sinta, adik semata wayangnya yang juga sudah kuliah semester pertama.
Surya membuka ponselnya yang tadi terasa bergetar di kantong celananya. Dia membaca sebuah pesan dari Nadia.
Surya tersenyum senang. Tak sia-sia dia menolak ikut kedua orang tuanya. Waktunya bersama Nadia semakin banyak.
Sebenarnya sudah sejak SMA, Surya menyukai Nadia. Tapi dia takut menyatakannya. Bahkan takut mengatakan pada Dewa.
Akibatnya, Dewa tak tahu kalau Surya punya perasaan yang sama pada Nadia. Dan apesnya, Surya keduluan oleh Dewa yang berani menyatakan perasaannya pada Nadia.
Surya harus menelan kekecewaannya. Tapi dia tak bisa berbuat apa-apa. Dia tak bisa menyalahkan Dewa. Karena salahnya yang tak mau terbuka.
Mungkin kalau dulu Surya menceritakan tentang perasaannya pada Nadia, Dewa tak akan memacari Nadia.
Karena Dewa sangat menghargai Surya sebagai sahabatnya. Dewa juga punya sifat selalu mengalah meski merugikan dirinya sendiri.
Surya tak pernah bisa membuka hati pada cewek lain meskipun di kampusnya banyak yang lebih cantik dari Nadia.
Sebagai laki-laki, Surya punya banyak kelebihan. Selain anak orang berada, meski tak sekaya orang tua Nadia, Surya juga punya otak yang cemerlang. Terbukti IPK-nya tak pernah kurang dari tiga.
Surya juga bukan cowok yang punya tampang pas-pasan. Wajahnya boleh dibilang ganteng. Kulit putih dan tubuh atlestis.
Hobinya olah raga, joging meski hanya disekitaran komplek perumahannya. Kadang dia mengajak Nadia joging bareng. Tapi Nadia jarang mau, dia lebih memilih bersembunyi dibalik selimutnya saat pagi hari.
Surya segera mandi. Dia mau bersiap-siap memenuhi undangan kedua orang tua Nadia.
Surya pun sibuk memilih pakaian terbaiknya setelah selesai mandi. Dia tak mau mempermalukan dirinya sendiri di depan kedua orang tua Nadia dengan penampilannya.
Celana jeans dan t-shirt polo warna putih jadi pilihannya. Sebuah topi hitam, tak lupa dia kenakan.
Sehari-hari, Surya hampir tak pernah meninggalkan topinya. Dia punya banyak topi yang harganya tidak murah.
Dengan sepatu sneakers yang dibelinya beberapa hari yang lalu lewat online shop, Surya siap memenuhi undangan makan malam.
"Selamat malam, Tante," sapa Surya setelah sampai di rumah orang tua Nadia.
"Malam, Sur. Wah, ganteng banget kamu." Susi yang juga sudah siap dan sedang menunggu suaminya datang menjemput mereka di ruang tamu, memuji penampilan Surya.
"Ah, Tante bisa aja. Tante juga cantik kok. Nadia mana, Tan?" tanya Surya sedikit ge er.
"Di kamarnya. Masuk sana. Suruh cepetan," sahut Susi.
Kedua orang tua Nadia membebaskan Surya keluar masuk rumahnya, termasuk ke kamar Nadia.
Mereka percaya kalau Surya dan Nadia tak akan berbuat macam-macam. Karena mereka bersahabat sudah cukup lama.
"Iya, Tan." Surya segera naik ke lantai dua. Dia sudah sangat hafal dengan letak kamar Nadia.
Sampai di depan kamar Nadia, Surya mengetuk pintu yang masih tertutup rapat. Meski dibebaskan, tapi Surya tak mau seenaknya.
Dia juga menghargai privacy Nadia. Takutnya Nadia sedang berganti pakaian atau sedang melakukan hal-hal pribadi.
"Siapa?" suara Nadia yang cempreng terdengar dari dalam kamar.
"Aku, Nad," jawab Surya.
"Oh. Masuk, Sur. Enggak dikunci kok." Nadia sedang kesulitan menutup retsleting blouse-nya bagian belakang.
Surya membuka pintu kamar Nadia, dan terdiam saat melihat sebagian punggung Nadia masih terbuka.
"Masuk, Sur. Tolongin aku menaikan retsletingnya." Nadia langsung membelakangi Surya.
Dengan ragu, Surya melangkah masuk tanpa menutup pintu kamar.
"Ayo cepetan, Sur. Sebentar lagi papaku datang. Bisa ngomel kalau aku belum siap," ucap Nadia.
"I...Iya." Surya mendekati Nadia. Tangannya bergetar hebat saat menyentuh punggung Nadia.
Wangi aroma parfum Nadia menyeruak ke hidungnya. Ingin sekali Surya mendekap dan menciumi Nadia punggung mulus itu.
Dengan mata nanar, Surya menatap punggung Nadia. Tali bra Nadia yang berwarna pink, membuat otak Surya traveling membayangkan isi bagian depannya.
Sesaat Surya membelai punggung itu. Hanya beberapa detik saja. Dan sepertinya Nadia tak menyadarinya.
"Ayo cepetan, Sur," ucap Nadia.
Sreet.
Punggung itu pun tertutup rapat. Nadia membalikan tubuhnya. Dan langsung berhadapan dengan tubuh atletis Surya yang masih berdiri terpaku.
Surya menatap wajah Nadia yang dipoles tipis dengan tatapan nanar. Ingin sekali menjamahnya, tapi apa daya, dirinya hanya seorang sahabat yang selalu merasa perih saat Nadia mengungkapkan rasa rindunya pada sosok Dewa.
"Iih. Sanaan." Nadia mendorong pelan tubuh Surya agar menjauh. Surya pun menjauh. Dia kembali ke depan pintu dan menunggu di sana.
Menunggu saat yang tepat. Dimana dia bisa mengungkapkan perasaannya pada Nadia. Agar dia tak lagi menjadi sekedar sahabat, tapi....
Surya hanya tersenyum miris. Karena hati Nadia masih pada sosok Dewa yang entah sekarang berada di mana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments