"Nad!" panggil Surya.
"Oh. Eh. Iya. A....apa Sur?" Nadia tersentak dari lamunannya.
"Malah melamun."
"Eng....enggak, kok," sahut Nadia.
"Kamu belum jawab pertanyaanku," ucap Surya.
"Pertanyaan yang mana?" Nadia berfikir sejenak, berusaha mengingat pertanyaan Surya.
Otaknya yang tak terlalu cerdas membuat gampang loading kalau sedang melamun.
Sejak SMA, diantara tiga bersahabat itu, Nadia yang paling lemot. Kalau Dewa dan Surya, mereka selalu mendapat rangking. Sedangkan Nadia, bisa naik kelas saja sudah anugerah.
Tapi baik Dewa maupun Surya, tak pernah mempermasalahkan itu. Bagi mereka yang penting Nadia baik.
Saat kelas satu SMA, mereka satu kelas. Persahabatan mereka mulai terjalin, karena tempat duduk mereka yang berdekatan. Dan mereka sering membantu Nadia kalau kesulitan dalam pelajaran.
Kadang mereka memberi contekan pada Nadia saat ulangan, biar nilai Nadia tidak jeblok. Dan sebagai hadiahnya, Nadia akan mentraktir mereka jajan di kantin.
Nadia anak orang berada. Papanya seorang kontraktor kecil-kecilan. Kehidupan keluarganya jauh di atas Dewa dan Surya.
"Hh! Kamu itu! Kebanyakan melamun sih. Tadi aku nanya, kapan dan dengan siapa kamu pergi ke bukit itu, Nadia Sofia." Surya mengacak rambut lurus Nadia yang panjang sebahu.
Nadia hanya nyengir, karena barusan dia benar-benar nge-blank.
"Aku....Eh, tapi kamu jangan marah ya, kalau aku bilangin?" Nadia menatap wajah Surya.
"Kamu nyimpan rahasia dari aku, ya?" tebak Surya.
"Iya. Eh, enggak. Bukan begitu maksud kami, Sur," jawab Nadia.
"Kami? Kok kami?" Surya menatap wajah Nadia penuh pertanyaan.
"Mm....Maksudku, begini." Nadia menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia merasa serba salah. Takut juga Surya akan ngambek dan meninggalkan dia sendirian.
Meski tadi berangkatnya berjalan kaki, tapi kalau pulangnya mesti jalan kaki juga, rasanya malas sekali. Sudah terlalu sore juga.
"Dulu, Dewa mengajak aku ke....sana." Nadia menundukan wajahnya. Telapak tangannya saling bertaut. Dia merasa sangat bersalah karena pergi tanpa bilang dulu pada Surya. Bahkan Dewa waktu itu menyuruhnya tidak usah memberitahukan pada Surya.
"Kapan?" tanya Surya dengan nada kecewa.
"Waktu kita pulang les pelajaran tambahan. Pas kelas tiga. Waktu itu, kamu pulang duluan. Kalau enggak salah karena ada saudara kamu datang dari luar kota," jawab Nadia.
Surya pura-pura acuh. Padahal dia berusaha mengingat kejadian itu. Pasti sangat sulit, karena bagi Surya, saat itu tak ada kejadian istimewa.
"Lalu?" tanya Surya lagi.
"Dewa kan bawa motor ayahnya. Terus dia ngajakin aku ke sana. Maaf, Sur. Bukan maksudku enggak mau ngajak kamu. Tapi Dewa waktu itu...." Nadia bingung mengatakannya. Kalau jujur, takut Surya tersinggung. Tapi untuk berbohong, itu bukan sifat Nadia.
Kedua orang tuanya selalu mengajarkan untuk selalu berkata jujur, meski akan menyakitkan. Itu juga kenapa Nadia selalu jujur pada Surya, bahwa dia masih selalu berharap kedatangan Dewa.
"Kenapa Dewa?"
"Dewa bilang....jangan bilang sama kamu. Soalnya kita pergi cuma berdua saja." Nadia menundukan lagi wajahnya.
Surya menghela nafasnya dengan kasar. Baginya sudah biasa di tinggal oleh mereka berdua, kalau mereka mau kencan.
Dewa pasti akan bilang kalau malam minggu dia malas keluar atau apalah, biar Surya tak mengajaknya nongkrong.
Ternyata Dewa apel ke rumah Nadia. Dan Surya yang selalu setia pada persahabatan mereka, saat itu memilih menonton televisi saja di rumahnya.
Dia tak tahu kalau tetangganya sedang diapeli Dewa. Karena Surya jarang keluar rumah.
"Ngapain aja kalian di sana?" Surya kepo juga. Meski dia sadar akan sangat menyakitkan baginya kalau mendengar cerita Nadia yang sebenarnya.
"Kami foto-foto berdua. Dan...." Nadia masih sangat ingat kejadian itu.
Kejadian dimana dia dan Dewa berpose selfi, dan Dewa memeluk pinggangnya.
Waktu itu, jantung Nadia berdegup sangat kencang. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Padahal angin di atas bukit itu cukup kencang.
Dan tiba-tiba Dewa mencuri ciuman di pipinya.
Cup.
Nadia langsung menoleh ke arah Dewa. Pipinya yang baru saja dikecup Dewa, langsung merah merona.
Dewa pun menatap wajah Nadia. Lalu Dewa mulai mendekatkan wajahnya. Dan berniat mencium bibir Nadia.
Dan entah apa yang terjadi dengan perasaan Nadia, dia seperti pasrah. Nadia memejamkan matanya.
Dia merasakan hembusan nafas Dewa yang semakin dekat. Jantung Nadia semakin berpacu dengan cepat.
Tapi saat hembusan nafas itu semakin dekat, tiba-tiba ada suara orang-orang yang berjalan mendekat ke arah mereka.
Dan beberapa orang itu melihat apa yang akan dilakukan Dewa pada Nadia.
"Woy! Mau pada berbuat mesum, ya?" ucap salah satu dari mereka.
Spontan Dewa menjauhkan wajahnya. Dan Nadia pun membuka matanya. Mereka sama-sama terkejut.
Nadia merasa sangat malu karena kepergok orang lain. Wajahnya terasa sangat panas.
Lalu Dewa menarik tangan Nadia, untuk segera pergi dari tempat itu.
Dengan langkah terburu-buru, mereka pun meninggalkan bukit itu, diiringi sorak sorai tiga orang yang memergoki mereka.
Jangan ditanya bagaimana malunya Nadia. Ingin sekali dia ngumpet, tapi tak tahu dimana. Karena tak ada tempat yang bisa buat ngumpet.
Sampai di tempat parkir motor, Dewa langsung naik ke motornya dan menyuruh Nadia segera membonceng.
Dewa pun sepertinya merasa sangat malu pada orang-orang itu. Dan dia juga takut kalau sampai dihakimi mereka karena dianggap akan melakukan hal-hal yang tak senonoh.
"Dan apa?" tanya Surya.
Nadia kembali terhenyak dari lamunannya.
"Kita pulang aja yuk, Sur." Nadia malah mengajak Surya pulang. Sepertinya dia malu mengatakannya.
"Kamu enggak mau menjawab pertanyaanku?" tanya Surya.
Nadia menggeleng. Kali ini dia tak akan bicara keceplosan lagi. Malu rasanya kalau mesti menceritakan yang sebenarnya.
Lagi mau ciuman, malah kepergok orang lain. Pakai disoraki juga. Rasanya kayak maling yang ketahuan warga dan siap diadili.
"Kenapa?" Surya masih penasaran.
Nadia menghela nafasnya, lalu menghempaskannya perlahan.
"Sur. Ada hal-hal yang tak bisa aku ceritakan padamu. Maaf, untuk yang satu itu, aku enggak akan cerita," sahut Nadia.
"Iya, Nad. Maafkan aku juga. Tak semestinya aku menanyakan hal-hal pribadi pada kamu. Ayo kita pulang."
Surya melangkah ke motornya. Nadia mengikutinya. Dan tanpa di suruh, Nadia naik ke belakang Surya yang sudah menstater motornya.
Sepanjang perjalanan, tak ada yang membuka suara. Padahal biasanya, saat mereka berboncengan seperti ini, selalu riuh dengan candaan.
Nadia pun agak merenggangkan jarak. Tak seperti biasanya yang duduk lebih dekat. Bahkan tak jarang bagian dada Nadia menempel di punggung Surya.
Meski tak terlalu berisi, tapi dua gundukan yang hanya bisa Surya bayangkan itu, sangat terasa dan membuat jantung Surya berdegup kencang.
Tapi sekarang, jangankan nempel, Nadia malah memberi jarak.
Surya yang sedang tak fokus, mengerem mendadak karena tiba-tiba ada kucing berlari menyeberang jalan.
Dan otomatis, Nadia memajukan tubuhnya dan dadanya sukses menabrak punggung Surya.
"Oh, maaf. Enggak sengaja," ucap Surya. Lalu kembali melajukan motornya perlahan. Jantungnya berdegup sangat kencang, merasakan hantaman dua benda itu
Nadia pun kembali pada posisi semula tanpa banyak bicara lagi. Otaknya malah sedang mengingat kejadian di atas bukit itu bersama Dewa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments