Hartamu Menghancurkan Keluargaku
Biru mengusap perutnya yang sudah mulai membuncit. Usia kandungannya kini sudah memasuki lima bulan. Hatinya berbunga-bunga karena tidak lama lagi ia akan menyandang status sebagai Nyonya Ramdan. Usia Biru memang tergolong sangat muda, baru delapan belas tahun, ia belum lama lulus SMA. Namun Biru sudah siap memikul tanggung jawab sebagai seorang istri dan juga ibu.
Sebenarnya Ramdan, kekasih Biru bukanlah pemuda yang berkarakter baik. Ramdan temperamental dan tak segan mengayunkan tangannya memukul Biru. Namun karena Biru sudah menjadi “budak cinta", ia menutup mata dari fakta tersebut bahkan menutup telinga dari nasihat orang-orang terdekatnya.
Biru memasuki kediaman keluarga Ramdan dengan bibir yang terus menyunggingkan senyum. Satu bulan lagi ia akan tinggal di rumah tersebut bersama kekasihnya. Berbagai rencana indah sudah Biru susun dibenaknya.
Calon ibu itu sedikit bingung melihat suasana rumah yang lengang. Satpam yang membuka gerbang tak mengatakan apapun. Ia lantas melangkah terus ke dalam rumah. Ketika semakin dekat dengan ruang kerja orang tua Ramdan, sayup-sayup Biru mendengar suara-suara terkutuk dari dalam ruang kerja yang pintunya tidak tertutup sempurna.
Biru mengenali suara itu, karena sering ia dengar hingga menghasilkan embrio di dalam rahimnya. Jantungnya mulai berpacu tak terkendali, namun ia enggan menahan langkah. Dengan kedua tangan erat mencengkram ujung dress, Biru mengintip ke dalam ruangan dengan leluasa.
Tepat di depannya, Ramdan, Sang Calon Suami, tengah berbagi peluh dengan seorang gadis. Air mata Biru tumpah tanpa bisa ia tahan, hatinya tercabik-cabik. Tidak ada kata yang bisa menggambarkan dengan jelas sakit yang ia rasa saat ini. Namun sekuat tenaga ia menahan suaranya. Otaknya berpikir dengan cepat. Tangan yang gemetar itu beralih ke dalam tas dan meraih ponsel. Biru menguatkan hati dan merekam adegan tidak senonoh di dalam ruang kerja tersebut. Meski durasinya tidak sampai satu menit, namun cukup sebagai bukti. Rekaman tersebut segera ia kirim ke nomor Whatsapp ayahnya dan juga ayah Ramdan.
Setelah menyimpan ponselnya, ia kembali menguatkan hati untuk berbalik pergi. Disaat itulah Ramdan yang hendak berganti posisi melihatnya.
“Biru!" Dengan satu gerakan ia mendorong gadis yang sedang membelakanginya.
Biru berbalik dan menatap Ramdan dengan senyuman yang disertai air mata.
“Maaf mengganggu kesenangan kalian." Ucap Biru menatap Ramdan dan gadis itu bergantian. Bukannya malu, gadis tak tahu diri itu malah tersenyum meremehkan Biru.
“Ya ya ya. Sekarang pergilah." Ujarnya sambil melambaikan tangan.
“Raya, diam!" Hardik Ramdan setelah kaosnya terpasang dengan benar. “Sayang, aku …"
“Pernikahan ini dibatalkan." Sambar Biru sambil mengusap air matanya.
“Apa?!" Ramdan mulai marah. “Tidak Biru, aku sangat mencintaimu. Aku tidak bisa kehilanganmu dan calon anak kita."
Biru diam, ia segera berbalik dan berjalan dengan cepat meninggalkan Ramdan yang berteriak frustasi. Meski perutnya menghalangi pergerakan, namun Biru berusaha berjalan secepat yang ia bisa.
Melihat kepergian Biru, Ramdan bergerak cepat untuk mengejarnya.
“Biru Nawangsari Putri! Aku melarangmu meninggalkanku!" Teriak Ramdan dengan penuh emosi.
Biru tak peduli, langkahnya semakin cepat. Ramdan terbakar amarah, ia berlari dan menangkap pergelangan tangan Biru.
Bugh!
“Akkhhh!" Biru mundur beberapa langkah sambil memegang pipinya yang terasa nyeri akibat bogem mentah yang dilayangkan Ramdan.
Tak ada pergerakan, Biru diam. Ramdan terkesiap, ia tersadar dan mendekat dengan wajah khawatir. Perlahan Biru mengangkat wajahnya. Terdengar tarikan nafas yang tertahan dari Ramdan. Ia terkejut melihat sudut bibir Biru mengeluarkan darah dan juga ekspresi datar dari wajah cantik itu.
“Bi … “
Tangan Biru terangkat dengan cepat menghentikan ucapan Ramdan. Biru berjalan melewati Ramdan tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dan ajaibnya, Ramdan tak lagi berani menghentikan langkah Biru. Wajah Biru yang tak menunjukkan emosi apapun membuat Ramdan bergidik.
Selama menjalin kasih dengan Biru, tak pernah sekalipun ia melihat Biru seperti itu. Sering Ramdan memukul Biru dengan alasan mendisiplinkan calon istri. Biru pasti akan menangis atau terlihat ketakutan. Akan tetapi kali ini gadis yang lembut dan ceria itu tak menampilkan emosi apapun, entah itu marah, kecewa ataupun takut.
***
Arman mendesah kasar setelah meletakkan ponselnya. Ia menatap Biru yang sedang berada di dalam pelukan istrinya dengan raut wajah sedih. Arman merasa sakit di dalam dada melihat keadaan Sang Putri. Ditambah dengan kabar yang baru saja ia terima dari pihak kepolisian.
“Ada apa?" Tanya Nawangsari setelah melihat ekspresi suaminya.
“Tadi siang, Ramdan bebas bersyarat. Orang tuanya membayar uang jaminan." Jawab Arman seraya menahan nyeri yang ia rasakan.
“Sesuai dugaan." Ujar Nawangsari dengan suara lirih.
Tiba-tiba terdengar suara pintu digedor dengan cukup keras.
“Om Arman! Tante Nawang!"
Tubuh Biru menegang, Arman dan Nawangsari saling pandang. Jelas itu adalah suara Ramdan.
Arman membuka pintu, tidak lebar hingga Ramdan tak dapat melihat kondisi di dalam rumah.
“Apa maumu?" Tanya Arman dengan suara menggeram menahan emosi.
“Om, tolong. Katakan pada Biru, jangan batalkan pernikahan ini. Saya sangat mencintanya Om."
Bugh!!!
Arman menatap nyalang, ia muakl dengan pemuda yang tengah berdiri di depannya ini.
“Cinta? Cinta tubuhnya? Seperti kamu mencintai perempuan itu?"
Ramdan menggeleng. “Tidak Om. Raya menjebak saya."
Arman tertawa kecil. "Tapi dilihat dari rekaman itu, kamu sangat menikmati jebakannya." Arman tersenyum sinis diakhir kalimatnya.
“Tidak Om, tidak!" Ramdan mendorong pintu sekuat tenaga. Ia bahkan tidak peduli saat Arman terlempar. “Biru! Biru! Sayang!" Ramdan berjalan cepat menuju ruang tengah. Dalam benaknya hanya ada bagaimana supaya Biru mau kembali.
“Berhenti!" Arman menarik tangan Ramdan. Namun Ramdan adalah pemuda yang begitu kuat. Ditambah lagi ia berada di tingkatan sabuk hitam dengan dua strip putih pada seni bela diri taekwondo. Dengan mudah ia bisa menyingkirkan Arman.
Arman tidak menyerah, ia kembali menghalangi. Karena terdorong desakan ingin segera bertemu Biru, Ramdan kesal dan langsung memukul Arman hingga pria itu tersungkur di lantai.
“Ayah!!!" Biru menjerit, Nawangsari segera berlari mendekati suaminya.
“Biru." Ramdan mendekati Biru dengan tatapan memelas. Ia tidak peduli akibat tindakannya darah mulai keluar dari kepala Arman akibat benturan yang sangat kuat.
“Pergi! Aku tidak sudi bertemu denganmu!"
“Tidak sebelum kamu menerimaku kembali, sayang."
Biru berbalik hendak masuk ke kamarnya. Namun dengan cepat Ramdan menangkap tangan Biru.
“Lepas!"
“Tidak akan!"
Biru segera mengangkat tangan Ramdan dan menggigitnya sekuat tenaga.
“Aaakkhhhh!" Ramdan kesakitan dan tanpa sengaja mendorong Biru dengan sangat kuat hingga gadis itu terbentur dinding.
“Hhhggg!" Biru merasa dadanya sesak dan perutnya mengalami kontraksi.
“Ramdan!!!" Nawangsari menghampiri Ramdan dan memukuli pemuda itu dengan membabi buta. Ramdan menangkis serangan Nawangsari dan menghalau tangan wanita itu hingga tubuh Nawangsari oleng ia jatuh ke lantai. Naas, kepala Nawangsari membentur ujung meja terlebih dahulu.
“A … ayah. I … ibu." Biru merasakan sakit yang luar biasa di bagian pinggang dan juga kepalanya. Pandangannya menjadi kabur, hingga akhirnya Biru jatuh tak sadarkan diri.
***
Enam Tahun Kemudian …
Biru menatap arena dengan tatapan datar, seperti biasanya. Ia bahkan tak peduli orang-orang bersorak memanggil namanya sebagai bentuk dukungan. Jangankan tersenyum, melambai pun tidak.
“Everest!"
“Everest!"
“Everest!"
Teriakan penonton semakin membahana memenuhi arena tarung bebas itu saat Biru melangkah masuk ke dalam ring.
Di depannya, seorang pemuda dengan tubuh berotot yang mengagumkan berdiri dan menatapnya dengan pandangan merendahkan.
“Ternyata ini yang namanya Everest." Terang-terangan ia menatap Biru dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Seharusnya kau melayaniku di ranjang, bukan di ring."
Biru diam, tak sedikit pun ia berniat menanggapi ucapan kotor tersebut.
Seorang wasit memukul lonceng, pertarungan itu pun dimulai. Aturannya sederhana, jika ada yang mengaku kalah atau tak sadarkan diri, maka pertandingan selesai. Tidak ada batas waktu. Semua jenis bela diri diperbolehkan. Hanya saja dilarang memakai benda tajam atau senjata lainnya termasuk senjata api.
Biru menunggu pria itu menyerang, namun alih-alih menyerang, laki-laki itu malah menjulurkan lidahnya menjilat bibirnya sendiri dan menatap tubuh Biru dengan lapar.
Gerah dengan tatapan itu, Biru melesat dengan cepat membuat lawannya terkejut. Saat ia sadar dengan pergerakan Biru, tangan gadis itu sudah lebih dulu bersarang di ulu hatinya.
“Uhhuukkkk!!!" Pria itu menyemburkan air liurnya yang sudah bercampur darah.
Biru tidak menarik tangannya, ia menunggu beberapa saat. Hingga kemudian pria itu bergerak sedikit lalu jatuh tak sadarkan diri.
Biru menatap pria di kakinya dan menghela nafas dengan kasar.
“Hanya seperti ini?" Ucapnya dengan kesal. Ia kecewa dan kembali ke ruang ganti dengan wajah tak puas. Ia tidak ingin menyapa penggemarnya terlebih dahulu, dan ia tidak peduli dengan teriakan-teriakan yang menyorakkan namanya.
“Aaaarrrghhhh!!!"
Biru memukuli samsak di ruang ganti khusus miliknya secara membabi buta.
“Ada apa?" Tanya Arya yang baru saja menyusulnya masuk.
Biru menatap Arya dengan tajam. “Kenapa bisa ada badut di dalam arena? Aku bahkan hanya memakai sedikit kekuatanku untuk memukulnya dan ia langsung pingsan!"
“Lalu?" Arya pura-pura bingung.
“Aku masih ingin bertarung!"
Arya tertawa kecil mendengar ucapan adik semata wayangnya. “Kalau begitu, aku akan melawanmu."
“Tidak!" Biru menolak mentah-mentah tawaran Arya. “Mas pasti akan mengalah. Aku mau pertarungan yang sesungguhnya."
Biru menghentakkan kaki dan masuk ke dalam kamar mandi serta membanting pintu.
Arya menatap ke arah pintu yang tertutup itu dengan senyuman tipis akan tetapi dengan mata yang memancarkan luka. Malam ini adalah tepat enam tahun kematian kedua orang tua mereka. Wajar jika Biru kecewa. Sebab biasanya ia akan memukuli seseorang di arena hingga ia puas. Tidak peduli jika ia pun terkena pukulan.
Enam tahun yang lalu, Arya pulang ke Indonesia setelah mendapat kabar calon suami Biru berselingkuh. Ia berniat memberi pelajaran pada pemuda itu. Namun yang ia dapat adalah pemandangan mengerikan di dalam rumahnya. Kedua orang tua mereka tewas dengan tubuh bersimbah darah. Sedangkan Biru kritis dengan banyak pukulan di tubuhnya. Malam itu, Biru kehilangan orang tua dan juga buah hati di dalam kandungannya.
Malam itu Arya seperti kehilangan jiwanya. Meski sudah lama Arman mengusirnya dari rumah, namun hati Arya tetap menyayangi mereka. Arya mengerti, Arman kecewa karena Arya memilih pekerjaan sebagai mafia. Bahkan dalam waktu singkat ia bisa menjadi pemimpin organisasi terlarang itu. Jadi saat ia diusir dan dilarang kembali, tidak ada dendam di dalam hati Arya.
Arya dan Biru menjadi yatim piatu dalam semalam. Ketika keluar dari rumah sakit, Biru memutuskan untuk ikut dengan Arya. Ia bertekad untuk memperkuat fisik dan berlatih berbagai jenis seni bela diri dari semua penjuru dunia. Biru berubah seratus delapan puluh derajat. Dan saat ini, dunia bawah tanah di Hongkong mengenalnya dengan nama Everest.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
AdindaRa
Kalo aku ngeliat begini, langsung ambil ember penuh air terus guyurin ke mereka 😪
2023-05-09
1