Biru bangkit dari ranjang setelah merasa Ichigo benar-benar tidur dengan pulas. Dengan perlahan ia menggeser pintu kaca yang menghubungkan kamar dengan balkon. Biru menarik nafas lega setelah berdiri di tepi balkon sambil memegang pagar besi.
"Raya." Desis Biru.
Hatinya berkobar, panas api dendam membuat dadanya terasa hangat. Biru mengira ia sudah bisa melepas semua kepahitan itu. Nyatanya tidak.
Pertemuannya dengan Raya malam ini menjadi tanda kalau Biru belum bisa memaafkan dan melupakan masa lalu. Biru belum berdamai dengan kehidupannya yang dulu.
Tangannya mencengkram besi dengan sangat kuat hingga buku-bukunya memutih.
"Aku akan membuatmu merasakan neraka, Raya Kinomoto!" Ujar Biru dengan diiringi gertakan gigi.
Detik berikutnya Biru memejamkan mata. Perlahan tangan kanannya terulur menyentuh perut. Dimana terdapat luka sayatan khas tindakan operasi caesar. Bibir Biru bergetar, ia menahan rasa sakit luar biasa yang tiba-tiba menyerang dadanya.
Ternyata belum usai. Jarak dan waktu yang sudah berlalu tidak serta merta menghilangkan semua sakit dan kemarahan di hati Biru. Ia kehilangan anak dan orang tua dalam waktu yang sama. Dapat dianggap luar biasa karena Biru tidak menjadi gila.
Dan kini, saat salah satu pelaku muncul dihadapannya tanpa Biru cari. Biru menganggap semesta mendukung dan sedang memberi kesempatan pada Biru untuk menyelesaikan masalah yang tertunda.
"Ternyata kamu disini."
Suara bariton Sora membuat Biru terkejut. Ia mengusap wajahnya dengan cepat dan segera berbalik.
"Kinomoto-sama." Sapa Biru sambil membungkuk.
"Ehmm!" Sora berdehem untuk menghapus rasa risih. "Sepertinya kita harus memperbaiki caramu memanggilku Nona … emmm, maaf. Saya harus memanggil anda apa?"
"Biru."
"Oh baiklah. Nona Biru." Sora melangkah dan ikut bersandar di pagar. Namun ia tetap menjaga jaraknya agar tidak terlalu dekat dengan Biru.
"Orang tua saya sudah lahir dan besar di Indonesia. Jadi, kami tidak lagi menerapkan tata krama dan gaya hidup orang Jepang. Yahh, walau dalam beberapa situasi mungkin anda akan mendengar bahasa Jepang di antara keluarga kami. Atau tradisi nenek moyang yang masih dipertahankan Nenek saya. Saat ini, anda cukup memanggil nama depan saya saja." Jelas Sora panjang lebar.
"Baiklah, Tuan Sora."
Sora mengangguk dan terdiam. Biru mengalihkan tatapannya dari Sora dan memandangi langit malam. Suasana menjadi canggung bagi Sora. Karena sangat jelas Biru tidak ingin terlibat percakapan lain dengan Sora.
Sial, dia mengabaikanku. Sora menggeram di dalam hatinya. Ini kedua kalinya ia diperlakukan dengan dingin oleh lawan jenis. Yang pertama memperlakukannya seperti ini adalah mendiang istrinya, Utami. Namun, Utami masih tersenyum saat berbicara. Sedangkan Biru, ekspresinya benar-benar datar. Bahkan gadis itu akan terlihat hangat saat berhadapan dengan Ichigo saja.
"Ehmmm!" Sora kembali berdehem dan ikut menatap langit. "Saya akan kembali memperjelas situasi kita. Semua ini saya lakukan demi Ichigo, dan anda menerima tawaran ini demi rumah keluarga anda. Jadi tidak akan melibatkan perasaan. Lagipula saya benar-benar mencintai Arini Prawira, kekasih saya."
Biru menatap Sora dengan kening yang berkerut samar. Tanpa sadar ia memindai Sora dari ujung rambut sampai kaki dan kembali lagi ke rambut.
Biasa saja. Lagaknya. Gerutu Biru dalam hati.
"Saya mengerti, Tuan." Jawab Biru dan kembali menatap langit.
Sora terhenyak dan tiba-tiba menjadi kesal. Ia memegang cambang yang menutupi garis rahangnya kemudian berkacak pinggang.
Dia terang-terangan memindai ku?! Kesal Sora dalam hatinya.
"Hei! Jangan sombong! Aku pun tidak tertarik pada gadis kurus kurang gizi sepertimu. Kau bukan seleraku." Hardik Sora. Ia tak lagi bisa menahan emosinya. Ia merasa diremehkan Biru melalui tatapan.
Biru menatap Sora dengan kening berkerut. "Saya memang bukan makanan, Tuan. Wajar jika anda tidak berselera saat melihat saya."
"Kau … "
"Permisi Tuan. Saya mau istirahat. Besok saya siap menandatangani semua perjanjian atas bisnis kita." Biru memotong ucapan Sora.
Setelah berkata demikian, Biru segera pergi begitu saja. Tidak menghiraukan ekspresi Sora yang menahan emosi.
"Itu balasan karena tadi berani menggunakan kekerasan padaku." Gumam Biru pada dirinya sendiri. Ia tersenyum samar dan bergabung dengan Ichigo di atas ranjang.
***
Menjelang siang, Zayn, asisten kepercayaan Sora, keluar dari kamar Sora dengan terburu-buru.
Brukkkk!!!
"Aduuhhh!" Seorang gadis memekik kesakitan.
Rupanya, karena terburu-buru sambil memeriksa ponsel, Zayn tidak melihat jalan.
"Nona Raya! Maafkan saya." Zayn terkejut karena yang ia tabrak adalah adik Tuannya.
"Zayn!!!" Raya berteriak kesal. "Kamu bagaimana sih jalannya?!"
"Maaf Nona, maaf." Zayn membungkuk beberapa kali. "Saya sedang terburu-buru." Jelas Zayn.
"Kenapa?" Rasa penasaran mendatangi Raya.
"Tuan Sora ingin saya mempersiapkan pernikahannya dalam waktu satu minggu." Jawab Zayn.
"Apa?! Menikah?! Bukannya Kak Arini belum selesai kontrak?!"
"Bukan dengan Nona Arini. Tapi dengan Nona Biru." Jelas Zayn.
"Biru? Seperti pernah dengar."
"Nona, maaf. Saya permisi dulu." Zayn kemudian bergegas meninggalkan Raya yang masih sibuk berpikir.
Begitu Zayn pergi, Raya langsung masuk tanpa mengetuk terlebih dulu. Di dalam ruangan tampak Sora sedang berbicara dengan seseorang. Tangan Sora terangkat agar Raya tetap diam sampai ia selesai menelepon.
Begitu Sora menurunkan ponsel dari telinganya, Raya tak dapat mengekang lidahnya lagi. "Kak Sora, apa benar Kakak akan menikah? Dengan siapa? Bagaimana dengan Kak Arini?!"
Sora menggeleng-gelengkan kepala. Baginya, Raya sangat berisik. Ia membuka aplikasi di ponselnya, kemudian membuka satu foto dan menyerahkan pada Raya.
"Biru Nawangsari Putri." Ucap Sora dengan pelan dan sangat jelas saat menunjukkan foto Biru yang sedang membaca selembar kertas dengan serius.
Saat Biru memeriksa berkas tadi, Sora memang sengaja mengabadikan momen itu untuk menunjukkan foto calon istrinya pada Sang Nenek. Sejak malam, Nenek sangat penasaran dengan wajah calon cucu menantunya. Oleh sebab itu, saat ada kesempatan, Sora segera mengambil foto Biru dengan diam-diam.
Sedangkan di sisi lain, Raya mulai ingat dengan gadis yang akan menjadi kakak iparnya itu. Dadanya bergemuruh hebat, tangan Raya bahkan bergetar sampai ponsel Sora terjatuh dari tangannya.
"Raya!" Sora segera memungut ponselnya yang tergeletak di lantai.
Dia … dia kan calon istri Ramdan. Dia … masih hidup. Hati Raya kacau, ia diserang rasa takut.
Bagaimana kalau dia cerita pada Kak Sora kalau dulu aku bercinta dengan calon suaminya.
"Kamu kenapa jadi pucat begitu?" Tanya Sora.
"Aku … " Raya berpikir dengan cepat untuk menemukan jawaban yang tepat. "Aku hanya kaget."
"Kamu kenal Biru?"
Pertanyaan Sora membuat sebuah ide melintas di pikirannya.
"Iya kak." Raya mengangguk dengan tegas. "Dia itu wanita malam yang suka jual diri ke kalangan pejabat."
Kening Sora berkerut. "Wanita panggilan? Tidak mungkin."
"Temanku yang bilang Kak. Dia pernah beberapa kali lihat perempuan itu di diskotik mewah bersama pria hidung belang."
Sora masih tidak percaya.
"Teman yang mana?" Tanya Sora lagi.
"Dani kak. Yang kelola diskotik besar di Jakarta. Malahan kata Dani, perempuan ini sudah pernah hamil di luar nikah sebelum jual diri. Pokoknya Kak Sora tidak boleh menikah dengan perempuan ini!"
Apa benar ucapan Raya? Kalau begitu keputusanku untuk tidak melibatkan perasaan sudah benar. Astaga, Ichigo-chan. Kamu sudah salah menilai orang, Nak.
Sora duduk di sofa dengan wajah yang murung. Diam-diam Raya tersenyum senang. Meski Sora tampak tidak sepenuhnya percaya ucapan Raya, namun setidaknya Raya berhasil menyisipkan pikiran buruk tentang Biru pada Sora.
"Kak, lagipula kenapa Kak Sora mendadak mau menikahi perempuan ini tanpa mencari tahu asal usulnya?"
Sora menghembuskan nafas dengan kasar sebelum menjawab pertanyaan Raya. "Demi Ichigo."
***
"Kak Arini!" Pekik Raya setelah panggilan grup yang ia mulai diangkat oleh Arini.
Begitu mendapat penjelasan dari Sora, Raya segera berlari menuju kamarnya dan memulai panggilan video. Dalam pikiran Raya, hanya Arini yang bisa menggagalkan rencana gila Sora.
"Kamu masih tidur sayang?" Tanya Indira, Mama Kandung Raya.
Terlihat Arini mengusap wajahnya setelah menguap. "Disini masih terlalu pagi, Tante." Jawab Arini seraya menahan dongkol.
"Maaf Kak. Ini penting sekali. Minggu depan Kak Sora akan menikah. Katanya memenuhi permintaan Ichigo." Lapor Raya.
"Apa?!!" Arini segera duduk. "Kamu bilang apa?!"
"Sora akan menikah sayang." Indira memperjelas ucapan Raya.
"Nggak boleh Tante! Anak tiri Tante itu hanya boleh menikah sama aku!!!"
"Makanya Tante telepon kamu. Kamu pulang ya sayang, secepatnya."
"Iya Tante, Iya. Aku pulang sekarang. Siang ini juga aku akan terbang ke Jakarta."
"Iya, besok Tante akan belikan kamu tiket. Kita sama-sama ke Malang." Indira terlihat bersemangat.
"Malang?"
"Iya, Kak Sora menikahnya di Malang. Ini aku lagi di Malang." Raya.
"Kalau begitu, Tante Indi, tunggu aku ya. Kita sama-sama kesana ngasih pelajaran buat pelakor itu."
"Iya sayang, iya."
***
Sora tersenyum puas, Zayn memang selalu dapat diandalkan. Di tangannya kini sudah tersedia berkas-berkas palsu. Bahkan Zayn sudah menemukan seorang pria paruh baya yang bersedia menjadi pendeta gadungan. Tentu saja bayarannya cukup fantastis.
Sora kemudian meminta Zayn menyimpan berkas-berkas tersebut bersama dengan kontrak pernikahan palsu yang sudah ditandatangani oleh Biru.
Sora ingin membuat pernikahan palsu ini benar-benar seperti upacara pernikahan sesungguhnya. Demi menyenangkan hati Ichigo, ia tidak segan-segan menggelontorkan sejumlah besar uang. Dan hal itulah yang membuat Raya semakin kesal.
Ia berjalan mondar mandir di depan pintu kamar Sora dengan gelisah, menunggu kedatangan Ibunya dan Arini. Raya merasa cukup beruntung belum bertemu dengan Biru. Ia belum menyiapkan strategi jika tiba-tiba berjumpa dengan gadis yang pernah Raya sakiti itu.
"Raya!" Suara Indira, Ibunda Raya, membuat wajah Raya berbinar.
"Mama." Raya menyongsong wanita paruh baya itu kemudian memeluknya. "Kak Arini."
"Ya ya." Arini membalas pelukan Raya dengan setengah hati. "Dimana Sora?"
"Di dalam, bersama Zayn."
Arini melangkah dengan cepat dan membuka pintu.
"Sora!"
Sora yang sedang berbicara pada Zayn terperangah melihat kedatangan Arini.
"Sayang." Sora mengembangkan senyum terbaiknya. Ia sangat bahagia melihat kedatangan Arini. Namun tidak begitu dengan wajah Arini.
Sora melihat Indira, ibu tirinya, ikut di belakang Arini bersama Raya.
Kini Sora paham, pasti Raya yang sudah menelepon dan meminta Arini untuk pulang.
"Kamu jahat banget. Kamu mau menikah sama perempuan lain." Air mata Arini tiba-tiba luruh begitu saja. Bahkan wanita itu kini menangis terisak-isak.
"Sa … sayang … " Sora menarik Arini masuk ke dalam pelukannya.
Sementara itu, Indira tersenyum puas. Sejak di pesawat, mereka berdua sudah membahas strategi untuk membuat Sora membatalkan pernikahan ini.
Arini memang pintar akting. Puji Indira dalam hatinya.
"Maaf sayang." Ucap Sora dengan sungguh-sungguh. "Tolong tinggalkan kami berdua saja." Pinta Sora lagi.
Akhirnya Indira, Raya dan Zayn keluar dan memberi waktu pada Sora untuk berbicara dengan Arini.
"Aku salah apa sama kamu?" Tanya Arini di sela-sela tangisnya.
Sora menggeleng. "Kamu nggak salah apa-apa sayang. Aku hanya mengikuti permintaan Ichigo." Ingin rasanya Sora mengaku jika pernikahan ini hanya pernikahan palsu. Mereka tidak benar-benar menikah.
Namun Sora tidak ingin ada yang membocorkan rahasia dan mengacaukan semua perjanjiannya dengan Biru. Dan yang paling terluka nanti adalah Ichigo. Sora tidak ingin itu terjadi. Semakin sedikit yang tahu, semakin baik.
"Ini adalah permintaan Ichigo." Imbuh Sora lagi.
Tangan Arini mengepal. Dari dulu ia tidak menyukai Ichigo. Bahkan ia sudah berencana, jika sudah menikah dengan Sora, Arini akan menyingkirkan Ichigo.
"Kamu tahu kan, bagaimana dia kalau sudah menginginkan sesuatu. Dia tidak bisa berhenti menangis. Bahkan tidak mau makan. Dia bisa sakit."
Arini memberontak, tangisnya semakin kencang. "Tapi sayang, bagaimana dengan aku?!"
"Setahun. Hanya setahun, kemudian kami akan bercerai."
Tangis Arini mulai reda. Ia menjauhkan wajah dari dada Sora. "Benarkah?"
Sora tersenyum lembut dan mengusap air mata Arini. "Iya sayang. Hanya satu tahun. Dan selama satu tahun ini aku tidak akan melepaskan mu. Perempuan itu hanya untuk Ichigo, bukan untukku."
"Jadi, aku masih jadi kekasihmu?" Mata Arini berbinar-binar.
Sora mengangguk. "Tentu."
"Aku mencintaimu." Arini bersorak gembira dan kembali memeluk Sora.
"Aku juga mencintaimu." Sora memeluk wanita yang ia rindukan itu dengan sepenuh hati.
***
"Bagaimana?" Arini yang sudah gelisah menunggu Raya di dalam mobil tampak tidak sabar menunggu informasi dari gadis itu.
"Semua sudah diatur. Setelah ini, pernikahan akan dibatalkan karena calon mempelai wanita kritis di rumah sakit." Raya tertawa senang.
Keduanya menyewa beberapa preman untuk mencelakai Biru. Setelah menyuap pelayan hotel, mereka mendapat informasi jika Biru akan keluar dari kamar hotel untuk mengurus sesuatu. Saat itulah Raya dan Arini mengikuti Biru.
"Sora tidak akan curiga pada kita kan?" Tanya Arini lagi.
"Tenang saja, pekerjaan orang-orang ini sangat bersih. Bahkan kamera pengawas di swalayan dan tempat parkir sudah diretas." Jawab Raya dengan bangga. Ia sangat yakin akan berhasil. Karena yang Raya tahu, Biru adalah gadis yang sangat lemah, masih sama seperti enam tahun yang lalu. Yang hanya bisa menangis saat dipukuli Ramdan.
"Bagus." Arini tersenyum puas.
Meskipun Sora sudah mengatakan pernikahan itu hanya akan berlangsung selama satu tahun, namun Arini tidak mau percaya begitu saja. Arini tidak mau mengambil resiko kehilangan Sora.
Apalagi setelah melihat Biru secara sembunyi-sembunyi di restoran hotel. Dan menurut Arini, Biru sangat cantik. Dengan wajah baby face yang Biru miliki, cepat atau lambat hati Sora pasti akan berpaling darinya.
"Itu dia." Ucap Raya tiba-tiba. Mereka berdua duduk di dalam sebuah mobil yang diparkir tidak jauh dari halaman swalayan. Kaca mobil yang gelap membuat mereka mengamati dengan sangat leluasa.
Tampak Biru yang memakai celana denim selutut dan kaos oblong berwarna pink serta sepatu converse, keluar dari dalam swalayan sambil membawa sebuah kantong.
Dari sisi lain, orang-orang sewaan Raya sudah bergerak mendekat dan menyerang. Namun terlihat dengan jelas, Biru begitu mudahnya melumpuhkan semua orang itu. Dalam hitungan menit, pria-pria bertubuh kekar itu sudah terkapar di tanah. Beberapa warga yang melihat kejadian tersebut kemudian datang dan meringkus mereka.
"A … apa-apaan itu?! Bagaimana … ?" Raya menjadi gagal saking terkejutnya.
"Di … dia. Dia bisa bertarung." Imbuh Arini tak kalah terkejut.
Keduanya saling menatap dengan mata membulat sempurna.
"Cepat … cepat pergi dari sini!! Bawa kami pergi dari sini!!" Titah Arini dan Raya pada supir yang mengantar mereka dengan wajah pucat pasi.
...****************...
...Biru Nawangsari Putri...
...Sora Kinomoto...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments