Biru mengurangi kecepatan langkahnya ketika sudah mendekati meja. Sebab di seberang Sora, seorang gadis kecil sudah duduk dan sedang menatapnya dengan mata berbinar.
“Halo Tante. Saya Ichigo Kinomoto." Gadis kecil berpipi tembem itu memperkenalkan dirinya. “Tante cantik namanya siapa? Tante pacal papa? Tante calon mama Ichi?"
“Ichigo." Sora memperingatkan.
Ichigo hanya menatap Sora sekilas, ia kembali menatap Biru dengan wajah antusias. “Kapan Tante dan Papa menikah?"
Astaga
Biru menahan nafas, gadis kecil di depannya tidak terduga. Ia menatap Sora dengan wajah bingung. Sora mengusap wajahnya dengan kasar.
“Maafkan putri saya, Nona Biru." Ucap Sora pada akhirnya.
“Tidak apa-apa." Biru duduk kembali. “Ichigo ya." Biru menatap Ichigo dan mengulas senyum lembut. Jenis senyuman yang membuat Sora menahan nafas.
“Iya Mama."
Biru mengerjap, senyumnya hilang seketika. “Eeumm … Tante hanya … “ Biru menatap Sora sejenak, dan pria itu bersedekap sambil mengangkat kedua alisnya. “Tante … teman Papa Ichi."
Wajah Ichigo berubah mendung, namun Biru tak peduli. Biru menatap Sora dengan wajah serius. “Maaf Tuan, saya tidak bisa menyediakan uang sebanyak yang Tuan minta."
Sora tersenyum penuh kemenangan. “Kalau begitu, aku tidak akan melepas rumah itu."
Biru mendesah kasar dan menunduk sejenak. “Baiklah kalau begitu. Maaf mengganggu waktu anda." Biru segera mengambil tas kecilnya dan berdiri meninggalkan Sora. Ia sempat melirik Ichigo yang tengah menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Biru tak tega, akan tetapi ia merasa tak ada hubungannya kesedihan Ichigo dengan dirinya. Biru merasa tak harus menghibur gadis kecil itu.
Ketika hampir mencapai pintu terdengar Sora bertanya. “Apa arti rumah itu bagi anda?"
Biru menghentikan langkahnya, ia berbalik dan menatap Sora. “Makam keluarga."
“Makam?" Sora terkejut. Ia lantas mengingat-ingat saat berkeliling rumah dan halaman. Perasaan tidak ada kuburan. Gumam Sora dalam hatinya.
“Tapi … eh? Sudah pergi?" Sora tak menyadari saat Biru meninggalkan ruangan.
“MAMAAAAA!!!" Teriakan Ichigo yang disertai tangisan membuat Sora fokus kembali. Dengan cepat ia menangkap Ichigo yang hendak mengejar Biru.
“Ichigo." Sora memeluk Ichigo berusaha menenangkan gadis kecilnya.
“Mama, Ichi mau Mama. Papa, bawa Mama. Papaaaaa."
“Sayang … “ Sora bingung bagaimana hendak meredakan tangis Ichigo. “Shit!!!" Umpatnya dengan suara berbisik.
“Zayn!"
“Saya Tuan." Seorang pemuda muncul.
“Gendong Ichigo!" Sora memberikan Ichigo pada Zayn yang menerima dengan wajah bingung. “Aku akan mengejar wanita tadi."
Tatapannya beralih pada Sang Putri. “Ichigo-chan, Papa akan kejar Tante tadi. Jangan menangis lagi ya."
Tangis Ichigo pun reda seketika itu juga, ia mengangguk sambil mengusap air matanya.
Sora berbalik dan berlari dengan cepat mengejar Biru. Beruntung, Biru belum jauh. Mungkin karena sedih, dari belakang ia terlihat berjalan dengan langkah gontai dan kepala yang tertunduk.
“Nona Biru!"
Teriakan Sora membuat Biru menoleh dengan cepat.
“Anda boleh berada di rumah itu satu hari penuh, dengan syarat … “ Sora berdecak kesal. Ia terpaksa membuat keputusan itu. “Temani Ichigo, sebentar lagi." Ucap Sora pada akhirnya.
Biru menyanggupi permintaan Sora, bagaimana pun ia benar-benar merindukan rumah itu. Meski kenangan yang menyakitkan akan kembali ia ingat, namun Biru tidak peduli. Ia benar-benar ingin masuk ke dalam rumah orang tuanya.
Malam itu Biru menghabiskan malam bersama Ichigo. Ia menemani gadis kecil itu makan dan bermain. Hingga Ichigo lelah dan akhirnya terlelap.
***
Biru berkeliling rumah yang sudah lama tidak berpenghuni itu. Air mata dan senyum selalu ada di wajahnya saat kenangan indah dan sedih silih berganti melintas. Sebagian besar perabotan sudah tidak ada di tempatnya. Paman Nanta mengatakan ia dan istrinya sudah membereskan dan menyimpan semua di gudang yang terletak di halaman belakang. Karena barang-barang tersebut tidak termasuk benda yang dijual, Biru menyortir semua dan akan membawa barang yang masih bisa disimpan.
Setelah selesai memindahkan barang ke rumah kostnya, Biru kembali ke dalam rumah keluarga dan duduk di ruang tengah. Tempat dimana ia melihat ayah dan ibunya untuk terakhir kali.
Air mata Biru kembali berderai. Ia duduk sambil memeluk lutut. “Ayah … Ibu … maafkan Biru. Maaf karena Biru sudah salah memilih pasangan."
Tangisan Biru semakin kencang, ia bahkan memukul dadanya berulang kali untuk meredakan sesak yang kian menekan.
“Ayah … Ibu … aaaaarrrgghhhh!!!“ Biru menarik rambut dengan kedua tangannya. Hanya teriakan demi teriakan yang mampu membantunya mengurangi rasa sakit. Penyesalan dan rasa bersalah yang selalu menghantui kini kembali menyergapnya. Tak memberi jeda, menusuk setiap sudut hati Biru.
Tubuh Biru luruh ke lantai. Ia masih terus menangis sambil berbaring menyamping. Tak peduli dengan lantai yang semakin dingin karena hari sudah malam. Entah sudah berapa lama ia menangis, tenaganya bahkan sudah habis terkuras.
“Ayah … Ibu … “ Suaranya semakin melemah seiring dengan kelopak mata yang perlahan tertutup.
***
Biru mengerjap, tangannya terulur untuk memegang kepala yang terasa sangat sakit. Dengan mata yang memicing, Biru memindai ruangan dimana ia berada saat ini.
“Kamar siapa ini?" Lirih Biru begitu menyadari ia sedang berbaring di atas kasur yang sangat nyaman. Biru berusaha bangun, namun tubuhnya terasa lemah.
“Tante Mama sudah bangun?"
Tak lama kemudian sosok Ichigo telah berdiri di sampingnya.
“Ichigo?"
“Selamat sole Tante Mama." Ichigo menyunggingkan senyum lebar.
Biru menatap langit-langit kamar. Namun ia tak sanggup berlama-lama untuk membuka mata.
“Tante Mama tidul saja dulu. Papa juga masih tidul, semalaman Papa jaga Tante Mama."
Biru mengernyit. “Semalaman?"
Ichigo mengangguk-anggukkan kepala. “Iya, badan Tante Mama panaaaaaaas sekali."
Kepala Biru semakin berdenyut. Terlalu banyak hal yang harus ia cerna di waktu yang bersamaan. Akhirnya Biru kembali memejamkan mata dan tertidur.
***
Hari sudah malam ketika Biru membuka matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah wajah Ichigo yang sedang tidur, berada tepat di sampingnya. Gadis kecil itu terlihat begitu menggemaskan. Tangan Biru terulur untuk membelai pipi tembem itu. Senyum Biru mengembang, namun sesaat kemudian senyum itu luntur. Dengan hati-hati, Biru bergerak dan duduk di tepi tempat tidur.
“Sudah bangun?"
Suara Sora yang datar dan berat mengagetkan Biru. “Ya ampun!" Biru memegang dadanya.
Sora memandangnya dengan kesal. “Kau mengira aku hantu?"
Biru menatapnya, tanpa ekspresi. “Maaf. Saya hanya kaget, Kinomoto-sama."
Ketika akan berdiri, ia menyadari ada yang aneh. Biru menundukkan pandangannya dan mengernyit. Ia sudah memakai daster yang panjang ya sampai di lutut. Tidak lagi menggunakan celana panjang denim dan kaos oblong. "Ba … baju … " Segera saja Biru mengangkat wajah dan menatap Sora dengan tajam.
"Pelayan hotel yang menggantinya. Aku juga tidak tertarik dengan body triplek seperti itu." Sora mendengus kesal. "Itu bajumu." Ia mengedikkan bahunya ke arah nakas yang berada tak jauh dari tempatnya duduk. Biru mengikuti arah pandang Sora dan melihat sebuah paper bag teronggok disana.
Ia lantas berdiri dan berjalan mendekati nakas sambil mengikat rambutnya asal-asalan. Biru tak peduli dengan tatapan Sora yang sulit diartikan. Ia mengambil paper bag tersebut dan berbalik.
"Terima kasih sudah merawat saya." Biru membungkukkan badan memberi hormat. "Saya permisi."
"Tunggu dulu." Sora mengangkat sebuah map. "Aku ingin memberikan sebuah penawaran kepadamu."
Biru menatap map di tangan Sora. Ia berpikir selama beberapa saat. Kemudian Biru duduk di sebuah single sofa tak jauh dari tempatnya berdiri dan menatap Sora, menunggu kalimat yang akan diucapkan pria tersebut.
Sora membuka map dan menunjukkan isinya pada Biru. "Aku akan mengembalikan sertifikat kepemilikan rumah dan tanah milik keluargamu. Aku membelinya seharga dua milyar. Namun kau tidak perlu membayar sepeser pun. Asalkan … " Sora menjeda kalimatnya. Ia menatap Ichigo yang sedang tidur, kemudian kembali menatap Biru.
"Asalkan kau bersedia berpura-pura menjadi istriku, selama satu tahun." Imbuh Sora dengan penuh keyakinan. "Hanya satu tahun." Tegasnya lagi.
"Satu tahun ya." Biru menanggapi.
"Ya, hanya satu tahun. Karena tahun depan, kekasihku akan kembali setelah menyelesaikan kontraknya dengan sebuah agensi model di paris. Dan kami akan segera menikah."
Dahi Biru mengernyit. "Kenapa tidak sekarang saja kalian menikah dan dia kembali ke Paris?"
Sora menghela nafas. "Ichigo … dia … " Sora mengusap wajahnya dengan kasar. "Ichigo tidak menyukai kekasihku." Lirih Sora.
"Tidak."
"Apa?"
"Jawaban saya adalah tidak."
Sora menatap tajam pada Biru. "Kenapa? Saya rasa ini adalah penawaran terbaik dari pada anda tidak mendapatkan kembali rumah itu karena tidak memiliki uang."
Biru bersedekap. "Meski pernikahan ini hanya pura-pura, saya pasti akan dianggap pelakor oleh kekasih anda."
"Dia tidak akan berpikir begitu." Sora meyakinkan.
"Tidak." Biru tetap pada pendiriannya. Ia tidak ingin mengikuti rencana gila duda di hadapannya itu.
"Demi Ichigo, dia akan terus menangis dan bersedih jika kau pergi."
"Apa bedanya saat ini atau tahun depan? Bahkan nanti mungkin akan lebih sulit dari sekarang."
"Tidak, karena kau akan membayar rumah itu dengan tugas meyakinkan Ichigo bahwa Arini adalah wanita baik yang bisa menjadi Mama untuknya."
Emosi Biru mulai terpancing. Namun ia segera menarik nafas dalam-dalam.
"Anak anda adalah urusan anda, Kimomoto-sama. Bukan urusan saya." Biru berdiri dan berjalan ke arah pintu.
Namun ia terkejut karena di ruangan yang ada di depannya saat ini, sudah berdiri beberapa orang pria berpakaian serba hitam.
"Kau pikir aku menerima penolakan?" Suara Sora di belakang Biru terdengar penuh ancaman. "Aku akan melakukan apapun demi putriku."
Biru hanya menoleh ke samping. "Kalau begitu, kenapa tidak anda putuskan saja pacar anda dan mencari wanita seperti yang diinginkan putri anda?" Biru tersenyum sinis. Ia melangkah tanpa takut sedikitpun.
"Berhenti, Nona!" Zayn memberi peringatan. "Kalau tidak, kami akan menggunakan kekerasan agar anda mau menerima penawaran Tuan Sora."
Biru tidak peduli. Ia terus berjalan menuju pintu.
Seorang pria mendekat dan meraih tangan Biru. Dengan cepat Biru berputar hingga tangan pria tersebut terpelintir.
"Akkhh!!!" Teriakan kesakitan membuat Sora cepat menutup pintu kamarnya. Ia tidak ingin Ichigo terbangun dan menyaksikan keributan itu.
"Suaramu!" Hardik Sora.
Pria dalam cengkraman Biru menutup mulut dengan satu tangannya. "Aduuhhhh!!!" Ia meredam rintihannya sendiri karena tak ingin mendapat tambahan hukuman.
"Minggir! Atau aku akan membuat putrimu bangun dengan teriakan mereka."
Zayn berdiri. "Ruangan ini kedap suara, selama pintu tidak terbuka. Nona Muda tidak akan mendengar apapun."
"Sayang sekali." Biru menendang pria yang ia tahan dengan sangat kuat sehingga menabrak perabotan di depannya. "Aku yakin uang Tuan kalian sangat banyak. Pasti tidak masalah mengganti kerusakan barang-barang di dalam ruangan ini."
Tiba-tiba muncul pria lain dan menendang Biru. Dengan cepat Biru menyilangkan kedua tangannya untuk menangkis tendangan itu. Tubuh Biru mundur beberapa langkah akibat kekuatan dari serangan yang ia terima.
Biru kembali bergerak, kali ini ia balas menendang. Kakinya ditangkap oleh pria di depannya itu. Dan saat itu juga, Sang penyerang terpana melihat kaki hingga paha Biru yang terekspos karena menggunakan daster.
"Kurang ajar!!!" Biru melompat dan memutar tubuhnya disaat yang sama hingga pegangan di kakinya terlepas. Begitu mendarat ia langsung kembali menyerang hingga pukulannya mengenai pelipis pria itu.
"Aakkhh!!!"
Biru berdiri dan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.
"Majulah." Ucapnya dingin.
"Cukup!" Sora menghentikan pergerakan anak buahnya. Ia menatap Biru lagi dan menarik nafas dalam-dalam. Sora sadar sekarang. Biru bukanlah gadis yang bisa diperlakukan dengan kasar. Karena ia tidak segan melawan. Sora menatap anak buahnya yang terkapar.
Menghadapi seorang gadis kurus saja tidak mampu. Keluh Sora dalam hati.
Ia bisa saja menantang Biru untuk berduel menggantikan anak buahnya. Namun ia takut jika Ichigo tiba-tiba bangun dan mencarinya. Sora menatap Zayn, asistennya sambil mengangkat tangan.
"Biarkan Nona ini pergi." Perintah Zayn.
Para pengawal Sora membentuk barisan di salah satu sudut. Biru mengambil kembali paper bag dan berjalan menuju pintu. Salah satu pengawal Sora membukakan pintu untuk Biru. Namun ketika pintu terbuka, seorang gadis seumuran Biru menyerbu masuk. Ia melewati Biru begitu saja.
"Kak Sora! Kenapa kartu kreditku diblokir?!" Rengek gadis itu.
Begitu mendengar suara Sang gadis, kepala Biru berputar dengan cepat. Dan saat ini, mata Biru terpaku pada sosok yang tengah merengek sambil menggoyang-goyang tangan Sora.
Entah apa yang mereka bicarakan, wajah gadis itu terlihat riang. Kemudian dengan cepat ia pergi. Saat melewati Biru, ia sempat berhenti dan menatap Biru sesaat dengan pandangan sinis. Namun ia melanjutkan langkahnya dengan wajah gembira.
Biru terus menatapnya hingga gadis itu keluar dan berbelok.
"Dia adikku." Suara Sora terdengar di belakang Biru.
Adik? Dia? Jadi …
Untuk sesaat, Biru tersenyum samar. Tanpa ada yang mengetahuinya. Ia kemudian berbalik dan menatap Sora dalam-dalam.
"Kinomoto-sama, saya menerima tawaran anda. Kapan saya mulai bertindak sebagai istri palsu anda?"
Sora mengerjap, ia terkejut dengan ucapan Biru yang tiba-tiba.
"Tante Mama, jangan pelgi." Suara Ichigo di ambang pintu kamar membuat semua mata menoleh kepadanya.
Sora menatap Ichigo, kemudian kembali menatap Biru. Banyak tanda tanya di kepalanya. Namun yang terpenting sekarang adalah tidak membuat Ichigo sedih.
Sora berbalik mendekati Zayn dan menatap pemuda itu dalam-dalam.
"Zayn, cari orang yang bisa memalsukan dokumen pernikahan. Dan juga, sewa orang yang bersedia menjadi pendeta palsu." Perintahnya dengan suara pelan.
Ia berbalik dan merentangkan tangan kirinya pada Biru. Biru mengerti dan menyambut uluran tangan Sora. Seketika itu juga darah Sora berdesir saat kulit mereka bersentuhan. Sora berdehem dan menggandeng Biru mendekati Ichigo.
Ketika berjongkok menyamakan tinggi dengan putrinya, Sora bahkan tidak melepaskan tangan lembut Biru. "Tante tidak pergi. Tadi hanya mengambil barang yang tertinggal." Kata Sora pada Ichigo.
"Yeayy." Ichigo menabrak Biru dan memeluk kakinya. "Tante Mama, ayo kita tidul."
Biru mendesah kasar, ia kemudian menuntun Ichigo dan kembali ke dalam kamar. Namun ketika melangkah, tiba-tiba ia berbalik menatap Sora.
"Tangan saya."
Sora mengerjap kaget dan menatap tangan kirinya yang terangkat. Seketika itu juga ia melepas tangan Biru.
"Ehmmm." Sora berdehem dan berdiri. Kemudian membelakangi Biru sambil menyugar rambutnya dengan asal.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments