"Tidaklah mudah membuat keputusan untuk hidup bersama,
Menyatukan segala perbedaan dan menerima segala kekurangan.
Tidak sedikit duri yang muncul ke permukaan, Ku harap semua ini adalah awal dari sebuah kebahagiaan...."
☘️☘️☘️
Happy reading ....
“Saya terima nikah dan kawinnya Aisyah Azura binti Arman Saputra dengan mas kawin yang tersebut di bayar tunai!” dengan lantang mempelai laki-laki mengucapkan ijab qobul seraya menjabat tangan sang wali nikah.
“Bagaimana saksi? Sah?”
“SAH ....” teriak semua saksi yang ada di sana.
“Allhamdulillah.” air mata kebahagiaan membasahi wajah Aisyah, dengan lembut pria yang kini telah sah menjadi suaminya itu mengusap wajah sang istri.
“Menangis lah karena bahagia sayang, setelah ini jangan ada air mata yang berani keluar. Kecuali air mata kebahagiaan.” bisik Arzan dengan lembut lalu mengecup dahi istrinya.
Sementara di saksikan ratusan mata yang ada, di sudut ruangan tampak sepasang mata yang menatapnya dengan penuh kecemburuan. Meremas kuat gaun burkat yang ia kenakan, menahan kuat-kuat air mata yang hendak berguguran.
Setelah drama panjang yang terjadi, Aisyah merenung kembali. Meyakinkan hati bahwa Arzan benar akan menerima semua yang ada pada dirinya. Teringat senyuman hangat serta ucapan manis sang calon suami. Serta sinar kebahagiaan yang terpancar dari matanya ketika Aisyah serta Ayahnya menerima pinangannya.
Tak ingin mengecewakan sang pujaan hati, membuat Aisyah kembali memantapkan hati untuk melanjutkan pernikahan. Apa jadinya jika tiba-tiba ia membatalkan pernikahan mereka hanya karena ucapan Ibu tiri yang sedari dulu memang tak menyukainya?
Bagaimana perasaan sang Ayah, serta keluarga besar suaminya? Memikirkan itu, ia menggeleng dengan kuat. Ia tidak ingin mengecewakan mereka semua. Di bantu MUA, ia kembali merapikan make up-nya yang berantakan.
Di sinilah ia sekarang, setelah resmi menjadi sepasang suami istri yang sah kini ia berdiri di hadapannya para tamu yang mengucapkan selamat. Ucapan selamat dan doa kebahagiaan datang dari para tamu undangan yang hampir mencapai seribu orang. Berdiri sepanjang hari, membuat kakinya lelah.
“Apa kamu lelah, sayang?” bisik Arzan dengan mesra, menimbulkan semburat merah jambu di wajah wanita di sebelahnya.
Aisyah hanya mengangguk.
“Jangan di paksakan, baiknya kita pamit pada mereka untuk istirahat.”
“Aku tidak apa-apa, mas. Sebentar lagi acaranya selesai.”
“Apa kamu yakin?” tanya Arzan khawatir.
“Aku yakin, mas. Tunggulah sebentar lagi.”
“Baiklah sayang, tapi kamu jangan menolakku nanti malam hanya dengan alasan lelah.” Blush ....
Wajah cantik Aisyah kembali merona.
“A-apa maksud kamu mas?” tanya wanita itu dengan tergagap.
“Ya ampun istriku ini sangat polos rupanya. Biar ku jelaskan, malam ini merupakan malam pertama. Aku ingin kita menghabiskan waktu malam ini berdua saja.
Glek ....
Aisyah menelan ludah dengan susah payah. Menggigit kuat bibir bawahnya serta meremas kedua jari.
“Kenapa kau sangat gugup sayang? Bukan sekarang, tapi nanti. Jangan membayangkan hal yang tidak-tidak sekarang, karena belum waktunya.” Arzan menyentil ujung hidung wanita itu.
“Mas, sakit.” protes Aisyah seraya memegangi ujung hidung yang sedikit memerah.
“Abisnya kamu sangat lucu sayang. Coba lihat wajah polosmu itu. Benar-benar membuatku tidak sabar untuk memakanmu.”
Aisyah terpejam, merasakan deru napas Arzan yang menyentuh kulit lehernya. Menimbulkan gelanyar aneh yang merayapi tubuhnya.
“Mas, kita sedang di lihat banyak orang.” Aisyah mendelik, ekor matanya melirik semua tamu yang ada di sana.
“Biarkan saja, mereka semua tahu bahwa kamu milikku. So, masalahnya apa?” ujar Arzan cuek.
“Kamu milikku sekarang, sayang. Hanya milikku.” bisik Arzan kembali.
Cup ....
Ia mencuri satu kecupan di wajah cantik sang istri. Membuat wajah itu semakin memerah karena malu. Tingkah keduanya tak luput dari pandangan para tamu undangan yang hadir. Membuat mereka tersenyum bahkan diam-diam merasa iri dengan kemesraan keduanya.
***
Matahari mulai terbenam, tak lagi menampakkan sinarnya yang terang. Berganti dengan rembulan yang menemani malam bersama ribuan bintang yang berkerlipan di langit yang kelam.
Para tamu undangan telah pulang ke rumah masing-masing, para keluarga yang hadir pun telah pamit undur diri mengingat jarak yang cukup jauh. Keluarga besar Arzan pun ikut pulang meninggalkan pria itu di kediaman Pak Arman.
Pria berumur 30 puluh tahun itu terlihat berbaring lelah di atas ranjang pengantin yang telah di hiasi sedemikian rupa. Di taburi mawar merah yang kini telah berserakan tak tentu arah. Samar-samar terdengar gemericik air di kamar mandi.
Seorang gadis muda berdiri terpaku melihat tubuh bagian atas milik Arzan yang terbuka. Pria itu tertidur sangat pulas, sehingga tak menyadari telah menjadi tontonan gratis bagi seorang gadis yang sejak lama mengaguminya.
Kaki jenjangnya yang hanya mengenakan jeans sebatas paha, terayun mendekati ranjang pengantin. Langkahnya terhenti ketika telah berada di samping pria yang tertidur dengan bertelanjang dada itu.
Wajah pria itu terlihat tenang, mendengkur perlahan. Rahangnya tegas, di tumbuhi bulu halus serta kumis tipis yang menambah pesona. Alis mata yang tebal dengan hidung yang mancung. Dadanya bidang, dengan garis sempurna yang membentuk kotak.
Gadis itu terpekur, menatap dada liat yang ingin sekali di sentuhnya. Ada rasa yang bergejolak, pikiran bawah sadarnya memberi respon untuk menyentuh dada yang terlihat sempurna itu. Tapi hatinya mati-matian mencegah agar tidak bertindak bodoh. Tangannya terulur, sedikit lagi menyentuh tubuh pria itu ketika suara seorang wanita menegurnya.
“Dita? Apa yang kamu lakukan?”
Dengan cepat gadis itu segera menarik kembali tangannya yang sedikit lagi hampir menyentuh dada bidang milik kakak iparnya.
“Ka-kakak.” ujarnya tergagap. Ia berdiri dengan tidak tenang, menyembunyikan kegugupan yang menyerbu. Sesekali ia menggaru kepala yang tiba-tiba terasa gatal. Kadang menatap kakaknya, kadang mengalihkan ke sembarang arah. Tak berani menatap pada wanita yang mengenakan handuk putih yang membelit tubuhnya.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Aisyah sekali lagi. Matanya memicing menatap adik tiri yang kini tengah di landa rasa gugup luar biasa.
“A-aku ... A-aku hanya ingin membangunkan kakak ipar. Ayah menyuruhku mengajak kalian untuk makan malam.”
Aisyah bergeming. Masih menatap Dita dengan penuh kecurigaan. Sangat jelas terlihat Dita yang menatap Arzan dengan tatapan yang berbeda. Apakah aku bisa mempercayainya? Pertanyaan itu datang dengan tiba-tiba dari dalam hatinya.
“Tadi beberapa kali aku mengetuk pintu, tapi tidak ada sahutan. Ternyata kakak di kamar mandi. Jadi aku berinisiatif membangunkan kak Arzan aja. Maaf kak, aku tidak bermaksud apa-apa.” gadis itu menunduk,
“Ya sudah, aku dan mas Arzan akan menyusul.” ucap Aisyah akhirnya. Dita mendongak, menatap wajah Aisyah yang di hias senyum samar.
“Baiklah, kalau begitu. Kami semua menunggu kalian di bawah.” ujar Dita dengan senyum kikuk, di balas anggukan oleh kakak tirinya itu. Ia berjalan melewati Aisyah yang masih berdiri di tempatnya.
“Jangan lama-lama! Aku sudah sangat lapar.” gadis itu tersenyum tanpa dosa. Meninggalkan Aisyah dengan segala praduga yang memenuhi kepala.
“Tapi mana mungkin Dita senekat itu? Ah mungkin benar, dia bermaksud untuk membangunkan mas Arzan dan itu tidak lebih. Ya ampun, apa aku terlalu cemburu? Sampai-sampai suudzhon seperti ini? Mungkin ada yang salah dengan isi kepalaku.” menggeleng pelan, wanita itu segera menepis pikiran buruk yang memenuhi kepalanya. Ia melangkah menuju ranjang, membangunkan sang suami yang masih terlelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Ami batam
kyk ny dita mengincar kakak iparnya
2023-04-03
0
pєkαᴰᴼᴺᴳ
Alhamdulillah ikut teriak
Sah...
2023-04-03
1
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦ɳσҽɾ
Yah kan sayang ya Dita gak di lihat 🙈🙈🙈
2023-04-03
0