My Momster In-law ( Body Swap)
"Dindaaaa!" suara di balik pintu kamar yang memekakkan telinga sudah tidak dapat diabaikan lagi. Sejak tadi dia berusaha untuk mengabaikannya, tapi kenyataannya, tidak bisa. Dinda mengalah, lagi pula sudah biasa kan. Bangkit dan segera berjalan ke depan pintu kamar. Rasa sakit di kepalanya masih menyentak, seolah kepalanya dipukul oleh palu gadang.
"Ada apa, Bu?" tanya Dinda setalah membuka pintu. Wajah ibu mertua tetap seperti biasanya, menyeramkan dan tidak bersahabat.
"Mana Dinda, aku ingin bicara dengannya!" ucap wanita itu masih dengan amarah yang membakar. Betapa dia sangat kesal karena hingga saat ini masih belum turun untuk menyiapkan sarapan mereka.
Kebisingan di rumah itu sudah biasa. Mungkin teriakan hingga kedengaran di telinga tetangga juga lumrah dan sepertinya sudah bisa menerima kebiasaan Maya yang selalu marah-marah pada mantunya walau kadang tanpa sebab.
Ada saja yang dijadikan alasan untuk memarahi Dinda, karena memang sejak dulu dia tidak menyukai gadis itu.
Seperti dua hari lalu, pertengkaran diantara mereka tidak terelakkan lagi.
"Apa yang lakukan pada bajuku? Kau pasti sengaja!" Salak Maya melotot. Dia ingin sekali menampar Dinda lagi, tapi urung dia lakukan karena baru seminggu lalu dia sudah menampar menantunya itu.
Dewa yang melihat kembali pertengkaran itu tidak bisa berkata apapun. Sudah menjadi makanan sehari-harinya melihat istri dan juga ibunya bertengkar. Kalau sudah begini, dia hanya bisa diam, tanpa bisa membela satu diantara mereka.
Jenuh? Sudah pasti. Hari-hari Dewa dilalui dengan pertengkaran di rumahnya. Tidak ada yang bisa dia lakukan.
Pertengkaran demi pertengkaran terjadi di antara ibu dan istrinya hingga berdampak pada kehidupan rumah tangganya. Dinda juga berubah, bersikap dingin padanya. Tidak ada lagi kemesraan seperti dulu.
Kapan ini bermula juga dia tidak tahu, yang pasti dulu kehidupan rumah tangganya sangat bahagia. Dia ingat bagaimana sulitnya meyakinkan orang tua Dinda dan orang tuanya untuk mengizinkan mereka menikah.
Penolakan kedua orang tua Dinda tentu saja membuat Dewa putus asa. Sejengkal pun dia tidak mau mundur sebelum mendapatkan Dinda.
Dewa yang dilanda kegugupan hanya bisa meremas tangannya, tidak berani menatap mata tajam Handoyo. Walau nada bicara pria paruh baya itu lembut, tapi itu hanya berlaku untuk Dinda, padanya tatapan Handoyo sangat tajam dan bersikap tidak suka.
Wajar Handoyo bersikap seperti itu, dia memilik hadapan besar pada Dinda, kalau dia menikah, maka semua harapannya akan pupus.
Penolakan itu tidak terbantahkan. Dewa pulang dengan tangan hampa. Namun, tidak sedikitpun dia menyerah. Sesampainya di rumah dia terus memaksa Dinda memohon kembali pada orang tuanya hingga mendapatkan izin.
"Aku gak mau kehilangan kamu, Din. Kamu ngomong lagi sama papa mama mu, dan aku juga akan ngomong sama ayah dan ibu," ucap Dewa memaksa.
Pernikahan mereka harus segera terlaksana. Dia tidak bisa kehilangan Dinda. Rencana pernikahan ini memang dia yang memulai, itu karena dia sangat cemburu karena banyak yang mendekati Dinda. Mulai dari satu tingkatan Dewa, baik itu satu jurusan atau pun beda, hingga satu stambuk Dinda juga banyak yang naksir pada gadis itu.
"Kita harus menikah secepatnya!"
"Kenapa gitu, Mas?" Tanya Dinda yang merasa heran, mengapa tiba-tiba saja Dewa mengatakan hal itu. Mereka baru pulang kuliah dan sengaja singgah ke sebuah taman kota untuk bicara serius.
"Memangnya kamu gak mau nikah sama aku?" Tanya Dewa dengan tatapan serius. Dia takut kalau banyaknya perhatian yang diterima Dinda dari beberapa pria di kampus mereka membuat gadis itu tidak menyukainya lagi.
Sikap posesif nya memang sangat besar terhadap Dinda. Gadis itu adalah pacarnya yang kedua. Dulu, Dewa sangat trauma setelah ditinggalkan tanpa sebab oleh kekasihnya, Helga. Hidupnya hancur, tidak terarah. Membenci semua orang yang ada disekitarnya, hidup terpuruk dan tidak punya semangat.
Suatu hari tanpa sengaja dia mau ke kampus, untuk mengurus perpanjangan cuti, di sana lah dia pertama kali bertemu Dinda dan langsung jatuh cinta.
"Aku mau nikah, tapi kenapa tiba-tiba begini? Aku masih baru masuk kuliah, Mas. Kita juga pacaran baru enam bulan," ucap Dinda mengerutkan kening. Dia menyelidik apa Dewa salah makan obat hingga berbicara aneh seperti ini.
"Aku gak mau kehilangan kamu, Din. Aku mohon sayang, menikah'lah denganku. Aku akan segera lulus kuliah, dan meneruskan perusahaan ayah, semua akan baik-baik saja. Gak ada penderitaan yang akan kamu dapat, hanya kebahagiaan dan juga cinta yang akan ku berikan," ucap Dewa menggenggam tangan Dinda, mencium punggung tangan gadis itu.
Dinda yang juga sangat mencintai Dewa hanya bisa mengangguk dengan perasaan berbunga. Dia merasa beruntung dicintai oleh Dewa yang juga idola di kampus mereka.
Tidak banyak gadis yang menikahi pacar sekaligus cinta pertamanya, bukan? "Aku mau, Mas," jawab Dinda tersenyum.
***
"Apa katamu? Menikah? Apa aku sudah gila, Wa? Dari mana kau punya pikiran seperti itu?" Hardik Maya berang kala setelah makan malam keluarga, Dewa mengutarakan niatnya.
"Aku serius, Bu, Yah. Aku ingin menikah dengan Dinda," ucap Dewa tegas. Dia tidak boleh gagal menikahi Dinda, walau makian dari orang tuanya menjadi imbalannya.
"Ibu gak setuju! Kamu anak Ayah dan Ibu satu-satunya. Kuliah pun belum selesai, malah ingin nikah. Buang jauh-jauh pikiranmu itu!" Kembali Maya melakukan aksi protesnya. Gala, ayahnya hanya bisa diam.
Pria itu tidak banyak bicara. Dia tidak suka keributan dan bersikap bersahaja, membuat dalam rumah tangganya Maya yang lebih banyak bicara dan mengambil keputusan soal masalah di dalam rumah tangga mereka.
Maya sendiri punya alasan besar mengapa menolak keinginan Dewa ingin menikahi Dinda. Bagaimana mungkin dia bisa menerima anak dari mantan kekasihnya itu.
Maya seharusnya menikah dengan Handoyo, sudah lama bersama bahkan sudah ada rencana ke jenjang lebih tinggi. Namun, Reni yang merupakan putri dari bos Handoyo di kantor, hamil. Keduanya mengikuti pesta perayaan ulang tahun perusahaan, hingga mabuk tak sadarkan diri, dan berakhir di atas ranjang.
Hati Maya tentu saja hancur seketika. Bersumpah akan menuntut balas dendam pada Handoyo dan Reni. Siapa sangka, setelah berpuluh tahun tidak ada kabar, justru kini anak mereka yang justru saling berhubungan dan jatuh cinta.
Merasa kalau permintaannya akan ditolak, Dewa segera putar otak, memikirkan alasan agar orang tuanya menyetujui permohonannya.
"Gak bisa, Bu, aku harus segera menikahi Dinda, karena saat ini dia... Dia sedang hamil, Bu!" ujar Dewa yang entah dari mana punya pemikiran itu. Tiba-tiba saja terbayang di matanya kalau Dinda sedang hamil.
Akhirnya pernikahan itu tidak bisa ditolak oleh keluarga Dewa, dan sejak itu bagi Maya, Dinda adalah virus dan harus dimusnahkan, dan orang yang paling dia benci.
"Kenapa kau hanya berdiri saja, Dewa! Cepat bangunkan istrimu! Apa dia pikir dia ratu di rumah ini, tidur sampai jam segini!" Salak Maya menatap tajam sosok wanita yang ada di atas ranjang. Dinda yang saat itu ikut melihat ke arah ranjang, tiba-tiba pucat melihat tubuhnya berbaring di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments