Janji Jiwa

Sudah setengah jam lebih pasangan suami istri itu mondar-mandir di dalam kamar. Teriakan Maya dari lantai bawah sepakat untuk diabaikan. Ada hal yang terpenting yang harus mereka selesaikan saat ini.

"Ibu kamu itu selalu teriak, memangnya ini di hutan!" seru Dinda menghentakkan kaki ke lantai. Kalut pikirannya ditambah lagi dengan tingkah ibu mertuanya membuatnya hilang kesabaran pagi ini.

"Din, itu ibuku," sambar Dewa tidak terima kalau ibunya dijelekkan.

"Ya, iya memang ibu kamu, yang bilang ibuku, siapa?" jawabnya asal. Satu hal yang dia sadari dari kekacauan yang terjadi ini, dalam tubu Dewa, Maya tidak akan mungkin menganiaya dirinya.

"Jadi gimana ini? Masa kita harus menjalani hidup dengan keadaan terbalik begini? Kamu harus bantu mikir, kenapa kita bisa sampai ketukar," ucap Dewa memijit pelipisnya. Sejauh apapun memikirkannya dia tidak bisa mengerti mengapa mereka bisa tertukar begini.

Hingga saat ini, Dewa masih belum berani melihat cermin, belum sanggup melihat bagian tubuhnya yang berubah, meski itu milik istrinya sendiri. Padahal dia sudah kebelet ingin buang air kecil. Takutnya saat di kamar mandi, Dewa jadi bingung, antara mau jongkok atau berdiri.

Tahu lah, dia geli. Dewa kadang heran, mengapa ada pria yang justru suka memiliki semua yang ada di tubuh wanita untuk ada di tubuhnya. Padahal Tuhan sudah menciptakan sesuai kodratnya masing-masing.

Keduanya duduk di tepi ranjang, mengurut step by step yang mereka lakukan hingga bangun di pagi hari dalam keadaan sudah bertukar jiwa begini.

"Janji Jiwa!"

"Janji Jiwa!"

Pekik keduanya serentak. Tampaknya mereka berdua bertemu dalam satu pikiran.

"Benar, banget. Tadi malam kita kesana. Kamu ngajak bicara soal anak-anak sebelum kamu nikah sama Gina!" ucap Dinda menggigit kukunya sembari terus berpikir. Kebiasaan Dinda yang tidak pernah hilang, terlebih di saat panik.

"Terus kita minum, terus minum sampai mabok, kamu ngoceh-ngoceh gak jelas ngumpat bahkan maki-maki aku dan juga ngatain ibu Momster!" lanjut Dewa mengingat semua. Senyumnya terbit kala mendapati setitik pencerahan akar runtutan kejadian yang menimpa mereka.

Gadis itu memicingkan mata, kala mengingat tingkah memalukan yang sudah dia buat di bar itu, tapi coba doa tepis. Namanya juga orang mabuk, ya?

Dinda ingin melanjutkan, tapi semangat nya turun, kala menyadari kalau yang diingat suaminya itu hanya bagian terburuk atas kejadian malam itu.

Dia mengakui kalau dirinya sudah mengatai ibu mertuanya monster berwujud mertua, suka memerintah, suka ikut campur urusan rumah tangga mereka. Dan perihal Dewa yang ingin menikah lagi karena suruhan ibunya, semakin menambah daftar kebencian Dinda padanya.

Potongan-potongan kejadian malam itu muncul semakin jelas. Mereka berdua keluar dari bar, itu pun karena pemiliknya memaksa mereka keluar karena sudah buat rusuh.

Bagaimana tidak, Dinda teriak-teriak memaki nama-nama yang ada dalam list orang yang dia benci, bahkan Dewa juga ada di dalamnya.

"Dewa sialan! Kau ingin menikah lagi? Memangnya secantik apa sih mantan kamu itu? Dasar pelacur dia, pelakor gak tahu diri, mau menikah dengan suami orang!" pekiknya tersengal-sengal. Tanpa sadar sudah membuka sepatu dan naik ke atas meja dan melompat-lompat bagai anak kecil.

"Bu Maya monster, keterlaluan! Ibu sudah merusak rumah tanggaku!" kembali mengumpat. Lalu ada nama Gina yang tidak luput dari makian, disebut pelakor, bahkan sumpahi nya agar setiap ingin bercinta dengan Dewa, maka dia akan melihat Snoopy Dewa seperti orca, jadi gak berani ngangkang.

Semua umpatan dan sumpah serapah itu dia katakan semuanya, memuaskan sesak dalam hati.

"Sudah, Bu, silakan turun," ucap pelayan bar, menarik membantu Dinda turun dan segera mengusir keduanya keluar.

"Lihatkan, kita di usir, dan semua ini salahmu! Harusnya kita ke sini untuk bicara baik-baik, tapi kau malah mengajak ku mabuk, sampai diusir begini!" hardik Dewa memegang tangan istrinya, takut Dinda tersandung karena tidak punya keseimbangan.

"Lihat, itu air mancur," jerit Dinda melepas pegangan Dewa dan segera berlari mendekati kolam air mancur itu. Tidak terlalu luas, tapi cukup indah dipandang mata. Airnya jernih mengalir dengan menimbulkan suara yang begitu menenangkan. Belum lagi di tengahnya ada patung cupid yang sedang memegang panah.

Dinda mengamati kolam itu. Bunyi suara air yang mengalir membuat suasana tampak begitu teduh. Dinda bahkan mencelupkan jatinya. Air begitu dingin dan benar dugaannya, sangat sejuk.

Sepintas, Diwa yang berada di dekatnya menatap Dinda dengan penuh takjub. Ingin sekali menentang perintah ibunya yang memaksa dirinya untuk menikahi Gina.

Seluruh sisi hatinya hanya untuk Dinda, hanya saja cekcok dan juga sering ribut dalam rumah tangganya membuat Dewa sedikit banyak jadi jemu.

"Aku ingin sekali menjadi diri mu, Din, agar tidak perlu lagi menikahi Gina!" batin Dewa menatap lekat wajah Dinda. Di saat yang bersamaan, Dinda juga mengalihkan pandangannya dari air mancur ke arah Dewa.

"Seandainya kamu jadi aku, Wa, agar bisa merasakan hancur dan sedih hatiku. Aku juga pasti bisa menjalani kehidupan mu dengan tenang," batin Dinda.

Tidak ada hujan saat itu, tapi terdengar bunyi petir, tepat saat keduanya mendekat dan menyatukan bibir mereka dalam ciuman yang panjang. Seperti sudah dikehendaki alam, saat itu pun bintang jatuh muncul, mengabulkan permintaan mereka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!