"Kamu gak ke kantor?" tanya Maya saat mendapati putranya masih duduk di meja makan, menikmati sarapan bersama Dinda. Setiap pagi, Maya memang selalu rutin jalan pagi, dan biasa pula, setiap pulang jalan pagi, Dewa pasti sudah berangkat kerja.
Pasutri itu saling pandang. Ini yang sejak tadi mereka diskusikan. Siapa yang akan pergi ke kantor, dan siapa yang ke kampus. Kalau Dewa yang pergi dalam sosok Dinda, pasti akan membuat karyawan heran begitupun dengan Maya. Tapi kalau Dinda yang pergi dalam sosok Dewa, apa dia bisa menjalankan perusahaan?
"Lagi gak enak badan, Bu. Mau istirahat di rumah aja," jawab Dewa.
"Kok jadi kamu yang jawab? Ibu tanya sama Dewa, bukan kamu!"
Dinda ingin tertawa, tapi ditahan. Dewa kini jadi samsak bagi ibunya sendiri. Menggantikan Dinda yang selama ini menjadi bulan-bulanan sang ibu.
Dewa segera mingkem. Dia lupa kalau saat ini ibunya melihatnya sebagai Dinda.
"Kamu mau kemana?" tanya Dewa saat melihat Dinda beranjak dari duduknya. Dia tidak bisa jauh-jauh dari istrinya itu saat ini.
Dibandingkan Dewa, Dinda masih lebih tenang menjalani peran silang ini. Dia ingat pesan pak tua yang mereka temui kemarin, untuk tetap sabar menjalani keadaan mereka dengan ikhlas.
Dewa tidak memedulikan wajah ibunya yang memandang kesal saat mereka pergi. Wanita itu berusaha untuk mencegah Dewa ikut dengan Dinda. Pekerjaan rumah tangga dibuat sebagai alasannya, tapi Dewa tetap kekeuh pergi.
"Apa ibu selalu seperti itu?" tanya Dewa setelah mereka mulai berkendara.
"Ada juga gunanya kejadian ini, setidaknya kamu jadi tahu bagaimana perlakuan ibumu selama ini padaku. Kalau aku yang bilang, kamu pasti gak akan percaya, kan?" ucap Dinda tersenyum.
Kedua anak kembar mereka asyik bermain ponsel yang sejak enam bulan lalu dibeli Maya untuk mereka.
Wanita itu selalu punya cara untuk membuat Dinda kesel. Hari di mana wanita itu membelikan ponsel pintar untuk kedua anaknya, adalah hari di mana saat ibu mertuanya itu mendengar rengekan si kembar yang meminta dibelikan ponsel pada ibunya, dan dengan tegas Dinda menolak dan menjelaskan akibat buruk yang ditimbulkan bagi kesehatan kalau setiap hari bermain gadget. Namun, kedua anak itu justru mengadu pada Omanya, yang selalu memanjakan mereka dan memberikan semua permintaan yang tidak mereka dapatkan dari sang ibu.
Kasih sayang Maya yang salah, sudah menerapkan pemahaman dan didikan yang salah di benak kedua bocah berusia lima tahun itu. Mereka jadi kurang mendengarkan perkataan Dinda, karena merasa punya pelindung.
"Memangnya ibumu bilang apa?" tanya Maya pada Leon dan Lion.
"Mama gak bolehin. Katanya mata bisa rusak dan otak akan lambat bekerja," ucap Leon, si bungsu.
"Mama kalian itu bohong.Dia hanya pelit, gak ingin membuat kalian bahagia. Sama sekali tidak sayang pada kalian," ucap Maya kembali menaburkan racun dengan memfitnah menantunya di hadapan kedua cucunya.
Maya memang membenci Dinda, tapi kedua anak itu adalah penerus keluarga mereka, oleh karena itu Maya berpikir untuk mengambil alih hak untuk mendidik kedua anak itu sesuai dengan aturan dan keinginannya, agar tumbuh menjadi penerus keluarga yang hebat menurutnya.
"Kamu lihat, Mas. Anak kita jadi kecanduan bermain game di ponsel, hingga kurang hormat dan mendengarkan perkataan ku," ucap Dinda menoleh pada kedua anaknya.
Dewa hanya bisa diam. Tidak ada yang bisa dia katakan lagi. Perlahan dia bisa melihat keburukan ibunya. Namun, dia tidak mungkin bisa memarahi sang ibu, terlebih setelah apa kenyataan yang dia ketahui, rahasia yang dengan rapat disembunyikan oleh ibu.
Itulah sebabnya, alasan Dewa mau menerima perjodohan yang dipaksakan ibunya dengan sang mantan. Sedikitpun dia tidak mencintai Gina. Dulu, mungkin. Tapi perlakuan jahat Gina yang meninggalkan tanpa alasan jelas, justru membuat rasa cinta di hati Dewa hilang. Pertemuannya dengan Dinda lah yang telah menyelamatkan hidupnya.
Semangatnya untuk melanjutkan hidup pun muncul, jadi wajar kalau Dinda yang sudah menjadi istri dan memberinya dua orang anak sangat dia cintai.
"Aku minta maaf, tapi aku harap kamu bisa bersabar menghadapi ibu, ya," ucap Dewa yang mengusap puncak kepala Dinda. Perlahan sikap Dewa mencair. Pria itu sudah kembali seperti pria yang dulu dia kenal, penuh cinta padanya.
Campur tangan Maya dalam rumah tangga mereka selama beberapa tahun ini membuat keduanya hampir memutuskan bercerai. Setiap hari ada saja pertengkaran di antara mereka. Dinda bahkan pernah pulang ke rumah orang tuanya selama empat hari bersama keduanya putranya, kembali setelah Dewa menjemput.
Pertengkaran diantara mereka membuat hubungan semakin menjauh, tidak ada lagi rasa cinta itu. Dimata Dewa, Dinda adalah istri yang buruk karena selalu mencari perkara terhadap ibunya. Namun, dua hari bertukar tubuh menjadi istrinya, Dewa akhirnya bisa mengetahui sifat buruk ibunya.
Selama ini ibunya selalu mengadu bahwa setiap dirinya tidak ada di rumah, Dinda memperlakukan ibunya semena-mena. Berulang kali mengadu hingga akhirnya Dewa percaya atas perkataan ibunya, menganggap bahwa istrinya sudah berubah dan mulai menyiksa ibunya terlebih setelah ayahnya meninggal.
"Din, kita harus memikirkan langkah kita," tiba-tiba Dewa buka suara. Mereka tidak mungkin terus begini. Tidak bisa selamanya tidak pergi ke kantor dan Dinda juga harus menyelesaikan kuliahnya.
"Maksud nya?"
"Mulai besok, kamu ke kantor, dan aku ke kampus," tukas Dewa memutuskan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments