MENIKAH KARNA DENDAM
"Mamaaaaa." suara teriakan anak laki-laki berusia 12 tahun itu menggema diseantero rumah kontrakan sederhana itu.
Anak laki-laki tersebut berlari cepat ke arah tubuh mamanya yang tergeletak, disamping mamanya terdapat botol obat nyamuk semprot.
"Mama, jangan tinggalakan Qian mama, Qian tidak bisa hidup tanpa mama." rintih bocah laki-laki itu memangku kepala mamanya, wajahnya kini dibanjiri oleh air mata, baru satu minggu yang lalu dia kehilangan papanya, dan sekarang dia tidak ingin kehilangan mamanya juga.
Wanita yang dipanggil mama itu ternyata masih bernafas meskipun nafasnya pendek-pendek, wanita itu memandang putra semata wayangnya dan mengerjap-ngerjap lemah, wanita yang sebentar lagi akan dipanggil oleh malaikat maut itu berusaha untuk memegang pipi putra semata wayangnya.
"Ma, kita kerumah sakit ya ma."
Wanita itu menggeleng lemah, "Ka...mu..ha rus hi dup a na kku, ba laskan dendam mama dan pa pa." suaranya terputus-putus, namun dia masih berusaha untuk menyelsaikan ucapannya sebelum malaikat maut benar-benar mengambil nyawanya.
"I ng et sa..." rasanya suaranya susah untuk keluar, "Tu nama, Satya Cahya Abadi." wanita tersebut menyebutkan nama tersebut dengan sangat jelas sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, kepalanya terkulai dipangkuan putranya.
"Mamaa, tidakkkkk." suara jeritan anak laki-laki itu menggema, benar-benar menyayat hati.
Lengkaplah sudah penderitaannya, perusahaan ayahnya yang bangkrut karna rekan bisnisnya yang bernama Satya Cahya Abadi yang telah menipunya sehingga perusahaan yang telah dibangun dari nol harus mengalami kebangkrutan, bahkan sampai menyita semua aset termasuk rumah megah yang selama ini keluarga mereka tempati, dan keluarga mereka terpaksa harus tinggal dikontrakan sederhana.
Namun papa Qianu yang depresi dengan yang menimpa perusahaannya membuatnya memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan gantung diri, hal tersebut tentu saja menjadi pukulan berat untuk Qianu dan mamanya, dimana kehidupan mereka semakin susah setelah kepergian sang papa, dan tepat satu minggu setelah kepergi papanya, kini mamanya yang juga lebih memilih untuk menyusul papanya dan meninggalkan Qianu sendirian untuk berjuang.
Setelah menangisi kepergian mama dan papanya yang tragis, setelah lelah menangisi nasibnya, anak-anak laki yang sebentar lagi beranjak dewasa itu menghapus air matanya dengan kasar, dengan wajah mengeras berjanji didepan jasad mamanya.
"Qianu berjanji ma, pa, Qianu akan membuat orang yang telah menghancurkan keluarga kita menyesal, dia akan mendapatkan hal yang lebih dari apa yang kita rasakan."
*****
Bertahun-tahun kemudian, disebuah ruangan terbuka yang merupakan halaman dari sebuah rumah mewah, seorang laki-laki tampan berperawakan atletis tengah mengokang senjatanya, dengan mata tajam, laki-laki itu mengarahkan senjatanya pada papan target dimana disana, ditempel selembar foto, foto orang yang akan dihabisi, dendam yang disimpan selama bertahun-tahun itu kini sudah diambang batasnya, sudah saatnya dia untuk membalas apa yang telah laki-laki yang ada difoto tersebut lakukan pada keluarganya.
Laki-laki yang tidak lain adalah Qianu itu menarik platuk senjata apinya dan melemparkan sebuah tembakan pada papan target, dan Qianu tidak pernah salah sasaran, pelurunya mengenai dahi laki-laki yang ada difoto tersebut, Qianu kembali menarik pelatuk senjata api itu dan melemparkan tembakan berkali-kali, dan dia benar-benar penembak yang handal karna tidak ada satupun dari tembakannya yang melesat sehingga membuat foto yang menjadi sasaran tembakannya hancur.
Qianu tersenyum puas melihat hasil kerjanya, "Kamu akan berakhir menggenaskan seperti foto itu Satya, tunggu saja tanggal mainnya."
Anak laki-laki yang menangis didepan jasad orang tuanya itu kini sudah tumbuh dewasa dan berubah menjadi laki-laki tampan yang disegani dan ditakuti, tidak hanya oleh rekan-rekan bisnisnya, tapi juga oleh musuh-musuhnya.
"Minumnya tuan." seorang maid menyodorkan minuman kepada tuannya.
Qianu mengambil gelas berisi orange jus tersebut dan meneguknya.
Terlihat seorang berpakaian serba hitam dengan wajah sangar mendekati Qianu.
"Tuan, nona Agnes datang mencari tuan." beritahu laki-laki yang tidak lain adalah salah satu anak buahnya yang bernama Hugo.
Qianu mendesah berat, dia malas bertemu dengan gadis itu, tapi dia harus karna menghormat papa gadis tersebut, orang yang telah mengangkat derajatnya sehingga seperti sekarang ini.
"Dimana dia."
"Ada diruang kerja anda tuan."
Qianu memandang Hugo bengis, "Diruang kerjaku." ulangnya, sangat jelas kata-katanya mengandung amarah, "Kenapa kamu mengizinkannya masuk ke ruang kerjaku hah, apa kamu sudah bosa hidup Hugo." suara Qian meninggi, pasalnya dia paling tidak suka ruang kerjanya dimasuki oleh siapapun tanpa seizinnya.
Hugo menunduk, dia tidak berani menatap mata tuannya yang menyala, "Maafkan saya tuan, nona Agnes memaksa masuk ke ruangan tuan, dan kami tidak bisa mencegahnya."
"Dasar banci, pakai rok saja kamu Hugo, gadis lemah seperti Agnes saja tidak bisa kamu cegah, apalagi musuh, benar-benar tidak bisa diandalkan." setelah mengata-ngatai Hugo, Qian berjalan masuk menemui Agnes.
Agnes adalah anak dari Ardan Wiratama yang merupakan sahabat almarhun papanya, laki-laki itu juga yang telah menolongnya saat luntang-lantung dijalanan karna ditinggalkan oleh kedua orang tuanya sehingga membuat kehidupan Qianu membaik dan pada akhirnya bisa sampai seperti sekarang ini.
"Kami lebih memilih melawan musuh dalam jumlah banyak daripada harus disuruh menangani nona Agnes." timpal Hugo, tentu saja Hugo sangat sadar untuk tidak melafalkan kalimat tersebut didepan bosnya.
Ukhuk ukhuk
Pelayan yang sejak tadi melayani Qian terbatuk-batuk untuk menyamarkan tawanya saat mendengar hinaan Qian kepada Hugo.
Hugo memberikan tatapan tajam kepada pelayan tersebut dan hal itu berhasil membuat pelayan wanita itu tertunduk takut.
"Berani kamu mentertawakan saya hah."
"Tidak tuan, maafkan saya." pelayan itu mengkeret ketakutan karna mendapat bentakan dari Hugo.
Hugo tidak merasa bersalah sedikitpun karna telah membuat pelayan itu ketakutan, dia malah menyusul tuannya masuk kedalam.
*****
"Kafka." Agnes terlihat begitu antusias saat melihat Kafka, dia berlari menyongsong Kafka dan langsung menubruk tubuh keras Qian.
"Aku kangen Qian, kamu kenapa tidak pernah membalas pesan-pesan aku sieh, ditelpon juga kamu tidak pernah mau angkat." rengek gadis cantik itu manja sambil tangannya menggamit lengan Qian.
"Aku sibuk Nez." saat mengatakan kalau dirinya sibuk, itu memang benar, selain sibuk dengan perusahaan yang dia rintis dari nol, dia juga sibuk dengan rencana balas dendam yang sudah dia rencanakan selama bertahun-tahun.
"Sesibuk-sibuknya kamu, masak hanya balas pesanku kamu tidak punya waktu sieh."
Agnes memang menyukai Qian sejak dulu, tapi kian hanya menganggap Agnes hanya sebagai adik, tidak lebih.
"Nez, aku yang ingin aku katakan sama kamu."
"Ohh ya, tentang apa."
"Aku akan kembali ke Indonesia."
"Apa." Agnez langusung melepaskan rangkulan tangannya dilengan Qian, menatap Qian mencoba untuk mencari tahu apakah Qian berbohong atau tidak, "Kamu tidak seriuskan Qian, kamu bercandakan."
"Aku tidak bohong Nez, aku memang harus balik ke Indonesia."
"Terus bagaimana dengan aku." Agnes merajuk.
"Ya gak gimana-gimana, kamu tetap disini dan melanjutkan kuliahmu."
"Tidak bisa, aku tidak mau kamu tinggalkan Qian."
"Aku harus balik Nes, ada hal penting yang harus aku selesaikan."
"Terus kamu akan kembalikan ke sini."
Qian mengangguk tidak pasti, entahlah, mungkin dia akan kembali setelah dendamnya terbalas.
Agnes memeluk Qian, "Aku akan menunggumu kembali Qian, kamu tidak akan lamakan."
"Entahlah, akupun tidak tahu, aku harap, kamu tidak perlu menungguku."
"Apa sieh yang kamu katakan, ya jelaslah aku akan menunggumu." ngotot Agnes.
****
Sementara itu dibelahan bumi lainnya, seorang gadis cantik berkulit putih pucat saat ini tengah galau hanya gara-gara jerawat yang muncul dihidungnya, hal tersebut membuatnya panggilan vidio ke sahabat-sahabatnya, tidak peduli apakah sahabatnya terganggu atau tidak, karna dinegaranya tercinta saat ini masih tengah malam dan sudah bisa dipastikan sahabat-sahabatnya tengah pada tertidur lelap saat ini, tapi saat ini yang dia inginkan adalah laporan kepada sahabat-sahabatnya.
Gadis tersebut bisa melihat wajah ngantuk ketiga sahabatnya dilayar.
"Apa sieh Mel, tengah malam gini lo ganggu saja, apa lo baik-baik saja." tanya Juli mengucek-ngucek matanya.
"Gue yakin, Imel pasti VC karna hal yang tidak penting." Nuri menimpali dengan suara seraknya.
"Kalau sampai lo ganggu tidur kami perkara yang tidak penting, gue akan datang ke jepang nonjokin lo Mel." sahut Gebi.
"Sumpah ini penting banget, tahu gak sieh, jerawat gue tumbuh dihidung gue, besar."
"Ahh emang setan lo ya." umpat Nuri yang menyesal bela-belain bangun karna hal yang tidak penting.
"Benar-benar ya lo Mel, jerawat begitu doank gak bakalan bikin lo mati sialan."
"Imelll, bisa gak sieh lo jadi cewek gak usah lebay gitu, elahh, gue fikir lo kenapa."
"Ini perkara penting bedebah, munculnya jerawat itu bisa mengurangi kecantikan paripurna gue, kayaknya gue mesti buru-buru balik deh, udara dingin jepang gak cocok untuk kulit gue."
"Oke, lo cepatan balik, dan wajib hukumnya lo bawain oleh-oleh untuk kami bertiga, dan oleh-olehnya harus mahal, kalau sampai lo cuma bawa hidung lo doank, gue kirim balik lo ke jepang."
"Elahh, masalah oleh-oleh gercep amet dah lo."
"Udah ya Mel, gue balik tidur dulu, lo mengganggu waktu tidur berharga gue saja."
"Gue juga mau balik tidur."
"Gue juga."
Sambunganpun terputus.
"Emang dasar kalian itu, tumbuhnya jerawat yang bisa mengurangi kecantikan merupakan salah satu masalah penting." desisnya saat ketiga sahabatnya memutus sambungan.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments