Balas Dendam Istri Teraniaya

Balas Dendam Istri Teraniaya

Bab 1

“Selamat malam, Ibu Dili,” sapa Pak Ranu.

Dili mengembangkan senyumnya. “Selamat malam, Pak Ranu. Hari ini jaga malam, ya?” tanyanya.

“Iya, Bu. Saya menggantikan tugas teman yang jaga malam. Mba Dili kok pulangnya sampai larut?”

“Ada lembur sedikit di kantor, Pak. Biasalah, akhir tahun banyak kerjaan,” jawab Dili. “Saya naik ke atas dulu, ya,” paminya.

“Iya, Bu. Selamat istirahat.”

Dili memasuki lift dan menekan lantai tempat unitnya berada. Pak Ranu merupakan satpam yang berjaga di area basement Tower Apartemen Andara yang ia tempati. Mereka sering bertemu karena sudah dua tahun Dili tinggal di sana Bersama suaminya.

Dili salah satu penghuni apartemen yang cukup ramah. Ia suka menyapa para pekerja di sana. Mulai dari satpam, tukang kebun, hingga cleaning servis ia kenal dengan baik. Posisinya sebagai manajer produksi di sebuah perusahaan ternama tak membuatnya sombong.

Suami Dili bernama Adli juga merupakan seorang pengusaha. Pulang sampai larut malam karena urusan pekerjaan sudah menjadi hal biasa. Mereka saling pengertian satu sama lain.

Lift yang ia naiki langsung mengantarkannya ke unit apartemen miliknya. Ia meletakkan sepatu hak tinggi yang seharian dikenakannya di rak sepatu. Ia ingin segera mandi dan beristirahat.

“Ah … terus, Sayang! Ini enak sekali. Lebih cepat!”

Dili menghentikan langkahnya. Samar-samar ia mendengar suara wanita dari dalam kamarnya.

“Apa Mas Adli sedang menonton film biru?” gumamnya.

“Kamu mau mengujiku, hm? Aku tidak akan berhenti sekalipun kamu memohon-mohon!”

Dili terlihat syok. Ia mendengar suara yang sangat mirip dengan suara suaminya.

Perasaannya menjadi resah dan memiliki firasat buruk. Suara erangan dan jeritan erotis semakin terdengar jelas saat ia berjalan mendekat.

Dili mematung. Ia tak bisa berkata-kata menyaksikan adegan tidak senonoh yang suaminya lakukan bersama ibu tirinya sendiri.

“Adli!” seru Dili. Air matanya mengalir merasakan kekecewaan atas pengkhianatan yang telah mereka lakukan. Ia tidak menyangka mereka bisa melakukan hal sekeji itu.

Sementara, Adli dan Wika dengan santai mengakhiri perbuatan mereka. Keduanya kembali mengenakan pakaian yang tadinya berceceran di lantai.

“Hah, mengganggu kesenangan saja,” gerutu Wika.

Mendengar ucapan ibu tirinya, Dili semakin merasa heran. Wanita itu tak menampakkan rasa bersalah sedikitpun telah bersetubuh dengan menantunya.

“Ibu, apa kamu sudah gila?” tanya Dili sembari memendam kekesalannya.

“Apanya yang gila? Aku hanya menggantikanmu saja yang baru pulang dari kantor. Adli juga tidak hilang, dia masih jadi suamimu,” jawab Wika.

Wanita itu berjalan ke arah nakas mengambil rokok dan menyalakannya.

Dili tidak habis pikir wanita yang biasanya bersikap lembut sampai akhir hayat ayahnya itu bisa berubah tak lama setelah ayahnya meninggal. Lebih mengherankan lagi ibu tirinya berani tidur dengan menantunya sendiri. Adli juga terlihat tidak mau mengakui kesalahannya. Lelaki itu tak berusaha meminta maaf atau mengaku salah.

“Jangan katakana kalau kalian sudah lama melakukan hal ini.”

Wika menyunggingkan senyum. “Akan lebih baik kalau kamu tidak banyak tahu. Berpura-puralah tidak melihat dan hidupmu akan aman.”

Dili merasa akan gila. Ia telah menyerahkan perusahaan milik ayahnya kepada Adli dan dibalas dengan pengkianatan oleh mereka berdua.

“Adli! Katakana sesuatu padaku!” teriak Dili.

Adli menoleh padanya dengan tatapan kebencian. “Apa kamu tidak bisa diam? Aku bisa saja membunuhmu seperti ayahmu! Wanita sialan!”

Dili tertegun mendengar ucapan kasar Adli. Selama pernikahan, lelaki itu tak pernah sekalipun memperlakukannya dengan buruk. Ia seperti tengah melihat sisi lain yang ada dalam diri suaminya.

“Kamu … kamu yang sudah membunuh ayahku?” nada bicara Dili sampai terdengar bergetar karena syok. Ia baru tahu kalau kematian ayahnya bukan karena penyakit jantung melainkan dibunuh.

Adli menyeringai. “Begitulah! Lelaki tua bangka itu memang pantas mati. Wika sudah tidak kuat menemani tua bangka sepertinya. Jadi, aku sengaja melipat selang oksigen sampai dia tidak bisa bernapas dan mati.” Ia begitu ringan mengakui kejahatannya di hadapan Dili.

“Sayang, kenapa kamu harus sampai sejauh itu mengatakannya? Bagaimana kalau anak kesayangan Indra marah kepada kita?” Wika bergelayut manja memeluk tubuh Adli.

“Aku tidak akan memaafkan kalian. Aku akan melaporkan ini pada polisi!” ancam Dili.

Saat ia hendak melangkah pergi, Adli mencegahnya. Mulutnya dibekap dan tubuhnya ditarik ke arah ranjang. Adli mencekik lehernya dengan kuat. Dili berusaha melawan namun tenaganya kalah dibandingkan lelaki itu.

Air matanya menetes. Ia memandangi wajah Adli dan Wika yang tampak bahagia saat ia berada di ujung ajalnya.

“Hah! Akhirnya dia mati juga!” ucap Adli dengan perasaan yang puas setelah menghabisi istrinya sendiri.

“Apa yang akan kita lakukan padanya?” tanya Wika sembari memandangi jasad anak tirinya yang terbaring di atas ranjang.

“Tentu saja kita akan membuangnya. Dia anak tunggal dan tidak memiliki saudara. Kalaupun hilang, tidak aka nada yang mencarinya.”

“Baiklah, kita selesaikan satu sampah ini dan kita akan hidup dengan tenang. Muak sekali aku harus bersabar berpura-pura baik kepada ayahnya yang tua bangka dan putri jeleknya ini,” ujar Wika.

“Kalau bukan kamu yang memintaku untuk menikahinya, aku juga tidak mau menikah dengan wanita jelek ini! Siapa yang akan mau dengan dia? Melihat wajahnya saja akum au muntah!”

“Hahaha … sudahlah, Sayang. Yang penting sekarang kita sudah mendapatkan seluruh harta kekayaan keluarga mereka. Kita bisa hidup dengan senang sampai mati.”

Adli mengambil sebuah koper besar dari dalam lemari. Ia memasukkan tubuh Dili ke dalam koper tersebut dan melipatnya agar muat.

“Tak jauh dari sini ada rawa-rawa. Kita akan membuangnya di sana. Aku yakin tidak akan ada yang menemukannya.”

Adli dan Wika merapikan penampilan. Mereka membawa koper masuk ke dalam lift dan turun ke area basement parkir. Dengan santainya, Adli menarik koper yang berisi jasad Dili seperti orang yang akan berpergian.

“Bukannya itu suami Ibu Dili dan ibunya, ya? Kok larut malam begini bawa koper besar? Mau kemana mereka?” gumam Pak Ranu yang tidak sengaja melihat Adli dan Wika melintas.

Adli memasukkan koper itu ke dalam mobinya. Ia segera menjalankan mobil setelah Wika naik dan duduk di sampingnya.

Byur!

Adli melemparkan koper berisi mayat Dili ke dalam sebuah rawa-rawa di tengah hutan. Senyum jahat kedua manusia itu tampak jelas terlihat oleh Arwah Dili yang masih mengikuti mereka. Dili hanya bisa menangis menyaksikan kekejaman mereka terhadap jasadnya. Keduanya pergi begitu saja bagaikan telah membuang sampah yang tak berharga.

“Kenapa hidupku harus berakhir seperti ini? Apa salahku …,” Dili merintih meratapi nasibnya. Ia tidak terima orang jahat seperti mereka bisa hidup tenang setelah kematiannya.

‘Ini bukan akhir hidupmu. Kembalilah dan lakukan tugasmu untuk mendapatkan keadilan.’

Sebuah suara yang entah dari mana berasal bisa Dili dengarkan dengan jelas. Tiba-tiba ia melihat sebuah cahaya yang sangat terang memancar mendekat ke arahnya. Lambat laun cahaya itu semakin mendekat, sinarnya semakin terang hingga ia harus menutup matanya.

Saat cahaya itu menghilang, Dili kembali membuka mata. Anehnya, ia tengah terbaring di atas ranjang yang tidak asing untuknya.

“Dimana aku?” tanyanya.

Terpopuler

Comments

Cahaya yani

Cahaya yani

akhir nya ad reinkarnasi lagi , lngsung cus baca

2023-04-24

1

Lie Hia

Lie Hia

gillleee Adli dan Wika, jahat amat yaaa, hhmm semoga karma dtg untuk kalian yaaa...gak nyangka suami bgitu yaaa

2023-04-03

0

Lie Hia

Lie Hia

Thor, ini di appload ulang yaaa, rasanya saya udh baca deh karya ini, tp blm selesai deh, sampe lupa sayanyaa...

2023-04-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!