Dili terbangun di atas ranjangnya. Ia melihat ke sekeliling, tempatnya berada tak lain adalah kamarnya sendiri. Kamar yang pernah ditempatinya saat masih tinggal bersama ayahnya.
“Apakah aku sudah meninggal? Atau aku baru saja bermimpi?” gumamnya keheranan.
Masih sangat jelas dalam ingatannya apa yang terjadi semalam. Ia memergoki perselingkuhan antara suami dan ibu tirinya. Ia telah dibunuh oleh Adli dan mayatnya dibuang ke rawa-rawa. Namun, kenapa ia justru kembali di kamarnya sendiri?
Dili beranjak turun dari ranjangnya. Ia menghampiris ebuah kalender yang terpasang di dinding dekat meja riasnya.
“Kalender tahun 20XX?” Dili menutup mulutnya sendiri. Ia sangat terkejut melihat kalender yang menunjukkan 2 tahun sebelum hari kematiannya.
“Ini tidak mungkin ….” Dili tak bisa mempercayai jika sepertinya kini ia terbangun di dua tahun yang lalu. Kembali ke masa lalu hanya ada dalam cerita fiksi yang sering ia baca, tidak mungkin ia mengalaminya sendiri.
Seluruh ingatan tentang kehidupan keluarga dan pernikahannya masih ia ingat dengan jelas. Dimana ia akhirnya mendapatkan seorang ibu tiri yang cantik dan baik hati bernama Wika. Juga lelaki tampan bernama Adli yang menjadi suaminya. Kedua orang itu memperlakukan dia dengan sangat baik hingga akhirnya ia dan ayahnya mati di tangan mereka.
Ia memandangi pantulan bayangannya di cermin. Menurutnya, orang mati tidak mungkin punya bayangan di cermin. Ia juga mencubit tangannya sendiri. Terasa sakit seperti ia tidak sedang bermimpi. Wajahnya juga masih sama seperti waktu ia masih hidup.
Dili mengambil kacamata yang tergeletak di mejanya. Ia bergegas keluar dari dalam kamar. Semua masih sama, tempatnya berada memang rumah ayahnya. Bahkan para pelayan yang biasa bekerja di sana tampak sedang sibuk berbenah di pagi hari.
“Oh, kamu sudah bangun?” sapa Indra dengan seulas senyumannya.
Dili merasa terharu. Ia masih bisa melihat ayahnya yang telah meninggal di kehidupannya sebelumnya.
“Ayah ….”
Dili berlari menyongsong ayahnya yang tengah berdiri memegangi buku di ruang tengah. Ia memeluknya dengan erat seolah meluapkan kerinduan yang mendalam. Tanpa disadari air matanya ikut menetes. Ia menangis sesenggukkan saking bersyukurnya masih bisa melihat ayahnya hidup.
“Dili, kamu kenapa?” Indra terlihat bingung dengan sikap putrinya yang aneh. “Kenapa kamu menangis? Apa ada yang jahat padamu?” tanyanya khawatir.
Dili memandangi wajah ayahnya. Ia menggelengkan kepala. “Tidak, Ayah. Aku hanya merasa bahagia dan bersyukur masih memiliki seorang ayah,” ucapnya.
“Kamu ini ada-ada saja. Setiap hari juga Ayah ada di rumah tapi kamu tidak pernah mengatakan hal seperti ini,” ujar Indra.
Dili kembali memeluk ayahnya. “Kalau begitu, mulai sekarang aku akan bersyukur setiap hari telah memiliki seorang ayah yang hebat seperti Indra lesmana.”
Indra hanya tersenyum-senyum mendengar ucapan putrinya. "Sudahlah, ayo kita sarapan! Ayah sudah sangat lapar!" ajaknya.
Meja makan telah dipenuhi oleh bermacam-macam hidangan lezat. Dili rasanya sangat merindukan masakan pelayan di rumahnya. Semua yang ada di sana memberikan kehangatan sebuah keluarga yang selalu ia syukuri.
"Biar aku saja!" dengan sigap Dili mengambil centong nasi dari tangan ayahnya. Ia berinisiatif mengambilkan makanan untuk sang ayah.
"Ada apa denganmu hari ini? Kenapa tiba-tiba menjadi sangat perhatian kepada Ayah?" tanya Indra keheranan.
Dengan senang hati Dili mengambilakan nasi dan lauk yang menjadi favorit ayahnya. Hal sepele semacam itu di kehidupan sebelumnya menjadi penyesalan yang besar baginya. Sampai ayahnya meninggal, ia hanya menjadi seorang putri yang tidak berguna dan membebani ayahnya.
"Aku ingin Ayah mengingat kalau memiliki putri sepertiku yang bersedia merawat Ayah sampai tua nanti. Ayah tidak perlu berpikir untuk menikah lagi agar ada yang mengurus."
Indra terkejut. "Hahaha ...." ia sampai tertawa karena merasa jawaban putrinya sangat lucu.
"Ibumu sudah meninggal 7 tahun yang lalu dan aku sama sekali tak pernah memiliki keinginan untuk menikah lagi. Tidak ada wanita lain yang bisa menggantikan posisi ibumu di hati Ayah."
Dili juga ingin mempercayai ucapan itu. Namun, masa depan yang pernah dilewatinya memberi gambaran bahwa ia akan memiliki seorang ibu tiri yang masih muda dan cantik. Ia tidak akan membiarkan pernikahan itu terjadi.
"Ucapan lelaki tidak bisa dipegang, Ayah. Aku takut nanti Ayah berubah pikiran," kata Dili.
"Wah, kepada ayahmu sendiri saja kamu tetap mencurigai." Indra menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku tidak mau punya ibu tiri!" tegas Dili.
Sekali lagi Indra tertawa. Ia bahkan tak pernah berniat menikah lagi setelah istrinya meninggal. Fokusnya sekarang hanya untuk Dili dan perusahaan.
Sebagai orang tua tunggal, ia akan memastikan putrinya mendapatkan pendamping hidup yang tepat dan bisa membuat putrinya hidup bahagia. Ia sama sekali tidak pernah memikirkan kesenangannya sendiri untuk memiliki istri lagi.
"Ayah janji tidak akan menikah lagi. Kamu tidak perlu khawatir."
Dili mengembangka senyum mendengar jawaban ayahnya. Rasa makanan di mulutnya tiba-tiba menjadi lebih nikmat.
"Oh, iya. Bagaimana dengan kondisi perusahaan Ayah? Apa masih baik-baik saja?" tanya Dili.
Indra kembali keheranan. Putrinya hampir tak pernah mau tahu tentang perusahaan. "Tentu saja perusahaan ayah dalam kondisi yang sangat baik. Memangnya kenapa? Kamu mulai tertarik dengan perusahaan?"
"Iya," jawab Dili tegas.
Indra masih tidak percaya jika putrinya bisa mengungkapkan keinginannya secara langsung. Setelah kematian ibunya, Dili tumbuh menjadi pribadi yang sangat tertutup. Bahkan Indra tidak tahu apa yang disukai dan tidak disukai oleh putrinya sendiri.
"Ijinkan aku magang di perusahaan Ayah semester depan," pinta Dili.
"Itu bukan hal yang sulit."
"Kenapa Ayah terus memandangiku seperti itu?" tanya Dili sembari meneruskan makannya. Tatapan sang ayah membuatnya sedikit risih dan malu.
"Tidak apa-apa, Ayah hanya sedang heran. Awalnya Ayah menebak kamu tidak akan mau bekerja di perusahaan Ayah. Kamu orang yang paling anti menggunakan posisi Ayah untuk kepentinganmu."
"Terlahir menjadi putri Ayah juga merupakan privilege yang patut disyukuri," ucap Dili santai.
Kehidupannya yang dulu memberikan banyak penyesalan atas langkah-langkahnya. Setelah mati satu kali, ia seakan sudah tak takut lagi pada apapun. Ia akan melakukan semua hal untuk bisa menyelamatkan dirinya dan ayahnya dari masa depan yang suram.
"Ayah juga senang mendengar ucapanmu. Ayah merasa dianggap sebagai seorang Ayah." Indra merasakan kebahagiaan. Selama ini ia bekerja keras memang untuk Dili. Setiap kali mendengar penolakan. Putrinya sendiri untuk melanjutkan perusahaan, hatinya sedikit sakit. Karena Dili adalah putri semata wayangnya.
"Ayah, aku sudah selesai makan. Aku mau mandi dan berangkat ke kampus!" ucap Dili. Ia hampir lupa jika di tahun ini dia masih seorang mahasiswi tingkat akhir.
"Bergegaslah mandi dan bersiap-siap. Ayah sendiri yang akan mengantarmu ke kampus."
"Siap, Ayah!" Dili mengerlingkan sebelah matanya dengan semangat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Lie Hia
seperti Doremon yaa, yg bisa menembus ruang dan waktu, jadi Dili masuk ke waktu yg mundur 2 thn yg lalu, semoga semua terbalaskan yaa Dili....semangat Thor
2023-04-03
1
fifid dwi ariani
trus sukses
2023-04-02
1
Ningsih S Yantie
mampir thor
2023-04-01
0