Bab 5

"Proyek yang dilaksanakan di Kota Y berjalan dengan baik sejauh ini, Pak," ucap Adli.

"Bagus, kamu memang bisa diandalkan, Adli." Indra menepuk pundak Adli, salah satu karyawan terbaiknya. Ia merasa bangga setiap kali Adli bisa menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya.

Adli merupakan sosok karyawan yang patut menjadi teladan bagi karyawan lain. Usianya masih muda namun dedikasi terhadap perusahaan sangat tinggi. Dia tekun dan bertanggung jawab penuh pada pekerjaannya. Tak heran jika Indra mempercayai Adli sebagai tangan kanannya.

"Terima kasih atas kepercayaan yang Bapak berikan kepada saya." Adli tersenyum. Ia senang jika hasil kerjanya membuat sang atasan puas.

Tok tok tok

Pintu ruangan diketuk. Wika muncul dari balik pintu membawa setumpuk dokumen di tangannya. Seperti biasa, penampilan wanita itu selalu terlihat elegan dan menawan. Adli terlihat mengembangkan senyum ke arahnya.

"Em, kalau begitu saya mau kembali ke ruang kerja, Pak," ucap Adli.

"Oh, iya, Adli. Silakan," kata Indra.

Wika tersenyum saat berpapasan dengan Adli yang hendak meninggalkan ruangan. Ia lantas duduk di kursi di hadapan Indra.

"Ada beberapa dokumen yang perlu Anda tanda tangani. Sudah saya periksa, Anda juga bisa memeriksanya kembali," ucap Wika seraya menyerahkan dokumen di tangannya.

Wika memandangi wajah serius yang tengah meneliti berkas-berkas itu. Ada rasa kesal dan kecewa di hatinya mengingat kejadian waktu itu. Ia kehilangan kesempatan berharga untuk bisa meraih hati Indra.

Selama ini, ia sudah berusaha untuk berpenampilan semenarik mungkin demi membuat lelaki paruh baya itu jatuh cinta padanya. Akan tetapi, Indra seakan tak memiliki hasrat kepadanya. Padahal, ada banyak lelaki yang selalu memuji kecantikannya.

Malam itu, ia begitu bersemangat memasuki kamar yang ia yakini merupakan kamar Indra. Dengan lampu penerangan yang temaram, ia mendengar suara desa han seorang lelaki di atas ranjang. Tanpa pikir panjang, ia menghampiri lelaki itu.

Tubuh Wika langsung ditarik oleh lelaki itu yang mencumbunya dengan agresif. Wika hanya pasrah mengira lelaki itu adalah atasannya sendiri, Pak Indra.

Demi mengambil hati Indra, ia memang sampai rela berencana menghabiskan satu malam yang panas dengan lelaki itu. Ia sudah mengatur semuanya, termasuk kamar dan minuman yang telah dicampur dengan obat gairah.

Sialnya, saat ia terbangun, ternyata lelaki yang ada satu ranjang dengannya bukanlah Indra. Ia bahkan tak terlalu familiar dengan wajah lelaki yang telah menghabiskan malam dengannya. Ia buru-buru kabur sebelum lelaki itu terbangun.

"Em, putri Anda usianya sudah berapa tahun, Pak?" tanya Wika.

"Ah, Dili? Dia masih 22 tahun," jawab Indra sembari membuka-buka berkas yang Wika berikan kepadanya.

"Wah, selisih 6 tahun dengan saya," gumam Wika.

"Ya, makanya keberadaanmu di sini juga mengingatkanku pada putriku. Aku juga sudah menganggapmu seperti putriku sendiri."

Wika tersenyum getir. Harapannya bukan untuk dianggap seperti anak, ia ingin menjadi istri Indra demi mencapai tujuannya.

"Anda hebat sekali bisa membesarkannya seorant diri tanpa sosok istri," puji Wika.

"Tentu saja aku tidak sehebat istriku, tapi aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk putriku."

"Usia Dili sudah cukup dewasa. Ia sepertinya masih terlalu polos. Saya jadi khawatir kalau nanti Dili salah pergaulan, apalagi usianya tak lama lagi memasuki usia pernikahan."

Indra berhenti sejenak. Ia memikirkan kata-kata Wika barusan. Memang, selama ini Dili tak pernah dekat dengan seorangpun lelaki. Putrinya terlalu pemalu dan menutup diri. Putrinya tak pernah macam-macam atau keluar hanya untuk bersenang-senang. Dili lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.

"Apa Anda belum memikirkan tentang masa depannya?" tanya Wika. "Mungkin ... Seperti mencarikan calon suami yang baik untuknya?"

Indra menjadi semakin berpikir akan hal itu.

"Kalau bukan Anda yang berusaha mencarikan calon terbaik, mungkin Dili akan lebih dulu terkena rayuan lelaki hidung belang, Pak. Saya turut mencemaskan dia," ucap Wika.

"Kamu benar juga," ujar Indra.

Kata-kata Wika terdengar sangat masuk akal. Ia tidak rela jika putrinya jatuh ke tangan orang yang tidak tepat. Ia hanya ingin putrinya hidup dengan bahagia.

"Saran saya, Anda perlu mencoba menjadwalkan kencan buta untuk putri Anda. Dengan begitu, putri Anda bisa mengenal lelaki baik pilihan ayahnya," usul Wika.

Indra tertawa kecil. "Memangnya hal seperti itu masih berlaku di jaman sekarang?" tanyanya.

"Di kalangan para pengusaha hal itu sudah biasa, Pak. Kebanyakan juga berjodoh dengan sesama pengusaha."

"Ya, itu bisa juga. Tapi, aku tidak tahu seperti apa selera yang putriku sukai."

Wika menyeringai. "Mungkin Bapak bisa mencoba mengenalkannya pada salah seorang yang terdekat dengan Anda? Yang memiliki rasa tanggung jawab yang besar dan pekerja keras?" pancingnya.

Indra memikirkan kandidat yang sekiranya cocok dengan Wika. Ia sedang mengingat-ingat para anak pengusaha yang pernah ditemuinya. Mereka rata-rata anak yang pemalas karena orang tua mereka sudah kaya.

"Bagaimana menurut Bapak tentang Adli?" tanya Wika.

Indra menatap ke arah Wika. "Ah, aku sampai tidak kepikiran dengannya!" ia seakan baru saja mengingat sesuatu. Adli memang sosok yang sangat ia sukai.

"Sepertinya pemikiran kita sama, Pak. Saya juga merasa Adli merupakan pendamping yang tepat untuk putri Anda."

"Kamu benar, dia anak yang bertanggung jawab dan giat bekerja," Indra mengaminkan ucapan Wika.

"Meskipun dia bukan pengusaha, tapi saya yakin dia bisa sesukses Anda di masa depan. Dia sangat cocok untuk putri Anda." Wika terlihat bersemangat merekomendasikan Adli.

"Tapi, bagaimana cara aku berbicara kepada Adli? Aku takut dia tersinggung dan merasa terpaksa melakukannya," ucap Indra khawatir.

"Anda tidak perlu memikirkan hal itu, Pak. Saya akan mencoba berbicara kepada Adli. Anda juga harus bisa membujuk putri Anda agar mau bertemu. Masalah mereka cocok atau tidak nantinya, Anda bisa menilai sendiri sambil berjalan."

Indra mengembangkan senyum. Ia senang memiliki seorang sekertaris yang juga peduli kepada putrinya.

"Terima kasih, Wika. Aku sudah mengecek dan menandatangani semuanya." Indra memberikan kembali dokumen-dokumen yang telah ditanda tangani.

"Sama-sama, Pak. Saya permisi."

***

"Apa! Kamu sudah gila?" Adli setengah berteriak saat berbicara dengan Wika.

Saat jam istirahat tiba, mereka secara diam-diam melakukan pertemuan rahasia di area tangga darurat. Wika menyampaikan jika Pak Indra berniat menjodohkan putrinya dengan Adli.

"Rencanaku sebelumnya sudah gagal total. Sekarang, giliranmu yang harus mencoba rencana ini," ujar Wika.

"Oh, Ya Tuhan ...." Adli mengacak-acak rambutnya sendiri. "Aku tahu kita punya rencana, tapi, apa perlu sejauh itu?" tanyanya tidak percaya. "Kamu memintaku menikahi putri Pak Indra yang jelek itu? Kamu pikir aku sudah gila!" bentak Adli. Ia tidak habis pikir dengan rencana tak masuk akal yang Wika usulkan padanya.

Terpopuler

Comments

Lie Hia

Lie Hia

Rencana busuk di buat mereka, buat ngambil hartanya yaaa, ooiii skrg gak bisa oooiii...krn Dili sdh menembus ruang dan waktu, tdk akan tercapai niat busukmu ...jahat banget sih hatimu wika

2023-04-03

0

fifid dwi ariani

fifid dwi ariani

trus ceria

2023-04-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!