Cinta Shabrina
Disebuah rumah petak seorang wanita muda nampak lelah dan begitu kusut. Diatas tempat tidur dia duduk sembari mengompres dahi putri nya yang sedang demam tinggi.
Sudah sejak semalam putrinya menggigil kedinginan, bahkan dua lapis selimut juga tidak mampu membuat Putri kecilnya merasa nyaman.
"Bunda ... Dingin..." Lirih nya dengan suara yang begitu memelas.
"Iya, Bunda peluk kamu ya nak, Nesya gak boleh menangis, nanti tambah sakit kepalanya" ujar wanita muda itu.
Putri kecil itu hanya menurut dan memejamkan matanya dalam dekapan sang ibu.
Dan tanpa dia tahu, jika kini air mata ibunya menetes disudut mata.
Shabrina Ervanda, wanita muda yang masih berumur dua puluh enam tahun itu nampak begitu hancur dan sedih karena tidak mampu berbuat apapun untuk putri kecilnya.
Ini bukan sekali atau dua kali putri kecilnya demam. Tapi hampir disetiap bulan. Tubuh kecilnya begitu lemah, dan putrinya ini juga menderita penyakit jantung bawaan yang membuat dia tidak bisa seperti anak kecil lain nya.
Shabrina benar benar bingung jika anak nya sudah seperti ini.
"Bunda..." panggilan seorang anak lelaki membuat Shabrina dengan cepat mengusap air matanya.
Dia memandang kearah pintu rumah dimana anak lelaki nya berdiri dengan wajah yang terlihat sedih.
Shabrina tersenyum dan menggeleng, karena dia tahu kenapa wajah anak lelaki nya itu bisa sedih dan sangat muram.
Shabrina melirik Nesya, sepertinya Putri kecilnya ini sudah tertidur.
Dengan perlahan Shabrina beranjak dari sana, membenarkan selimut tipis ditubuh putrinya. Dan setelah itu dia langsung menghampiri anak lelaki nya, Arsya, kembaran Nesya.
"Bunda... Bu Sri gak mau kasih pinjam lagi. Katanya hutang bunda yang kemarin juga belum dibayar" ucap Arsya dengan begitu lirih.
Shabrina tersenyum dan mengusap pucuk kepala Arsya. Bocah lelaki berusia lima tahun ini nampak begitu sedih. Dan sungguh, itu membuat hati Shabrina semakin sakit.
Tapi apa yang bisa dia perbuat, selain tetap berusaha untuk menahan kesedihan didepan anak anak nya.
"Enggak apa apa nak. Nanti kalau adik kamu udah sehat, bunda cari uang lagi untuk beli makanan ya" ucap Shabira dengan perasaan yang begitu hancur.
"Tapi sekarang kita makan apa bunda, Nesya juga belum minum obat" tanya Arsya dengan polosnya. Tapi mata cokelat indah itu juga terlihat berair, dia seperti tahu dengan kesusahan yang sedang dihadapi oleh bunda nya.
"Kamu jaga Nesya sebentar ya, bunda keluar dulu untuk cari makan. Jangan kemana mana. Kalau Nesya bangun, kamu kompres lagi kepala nya ya nak, seperti biasa" ujar Shabrina.
Arsya mengangguk pelan.
"Bunda pergi dulu"
Shabrina mengecup kepala Arsya sekilas dan langsung pergi keluar. Tidak tahu kemana, tapi langkah kaki nya hanya menuju ke warung Bu Sri. Warung sembako tempat dia biasa berhutang terlebih dahulu untuk menghidupi anak anak nya sebelum mendapatkan uang.
Langkah kaki Shabrina terlihat lunglai, pandangan matanya tertunduk menahan tangis dan beban yang begitu berat.
Merawat dua anak kembar sendirian bukanlah hal yang mudah. Apalagi ditambah dengan salah satu anak nya yang menderita penyakit serius.
Shabrina hanya bekerja sebagai penjahit disebuah rumah produksi pakaian. Gajinya sebulan hanya cukup untuk kehidupan sehari hari mereka, itupun kurang karena Shabrina yang sering libur karena Nesya yang sering sakit.
"Lihat tuh, tadi anak nya yang datang, sekarang ibu nya. Memang gak malu banget, maka nya cari suami, biar gak nyusahin orang terus" sindir seorang ibu ibu ketika berpapasan dengan Shabrina di jalan.
Shabrina hanya diam, dia sudah puas mendengar omongan pedas semua orang yang ada disekitarnya.
Hidup sebagai single parent tanpa sosok suami tentu menjadi sebuah aib yang besar. Apalagi jika dia tidak bisa menjawab dimana ayah dari anak anak nya kini.
Ya, Shabrina tidak bisa menjawab nya.
Semuanya sudah dia lupakan, kenangan menyakitkan yang tidak ingin lagi dia ingat. Shabrina hanya ingin hidup bersama anak anaknya dengan damai.
Meskipun semakin kesini, rasanya semakin berat.
"Mau ngapain, mau ngutang lagi?" tanya Bu Sri. Nadanya terdengar begitu ketus. Pasalnya sudah hampir setiap hari Shabrina datang kewarungnya hanya untuk berhutang.
"Bu tolong, untuk hari ini lagi. Kasihan anak saya lagi demam, setidaknya saya hanya berhutang dua potong roti dan sebutir obat saja bu" pinta Shabrina.
Dia benar benar sudah menjatuhkan harga dirinya, bahkan sudah tidak lagi mempunyai itu. Demi anak anaknya, apapun akan dia lakukan.
"Enggak, warung saya bisa bangkrut setiap hari kamu hutangi. Saya udah baik ya Na, kalau setiap hari kamu berhutang, mau bagaimana lagi saya dapat untung" sahut Bu Sri.
Shabrina tertunduk sedih dan menahan segala perasaan nya.
"Bu tolong, sekali ini saja. Saya janji, jika saya sudah mendapatkan uang, saya pasti akan membayar hutang saya" kata Shabrina lagi.
"Saya tidak bisa bekerja Bu, Nesya demam, tidak ada yang menjaga nya dirumah. Jika Nesya sembuh, saya pasti bayar bu. Saya mohon bu, hanya dua potong roti dan sebutir obat saja" pinta Shabrina lagi.
Air mata sudah membendung dimata indah nya. Membuat Bu Sri menghela nafas kesal melihat itu. Dia tahu Shabrina hidup susah, bahkan untuk makan saja mereka begitu kesulitan, apalagi anak nya yang sakit sakitan. Mau mengusir, dia tidak tega. Dan akhirnya, Bu Sri meraih dua potong roti dan juga dua butir obat penurun demam pada Shabrina.
"Ingat ya, terakhir. Pergi sana" usir Bu Sri.
Shabrina langsung mengangguk dengan senang.
"Terimakasih Bu, terimakasih. Saya janji akan membayarnya jika sudah ada uang. Saya permisi Bu"
Shabrina langsung berjalan keluar dari warung itu dengan wajah bahagia nya. Namun lagi lagi, cacian dia dengar dari orang orang yang datang kesana.
"Jual diri aja biar gak susah. Selagi masih muda" sindir seorang wanita paruh baya
Shabrina hanya diam dan terus berjalan.
"Kapok kali, hasil jual diri malah dapet dua anak. Mana cuma buat susah. Karma sih itu" ucap ibu yang lain.
"Main yang pinter dong" sahut wanita paruh baya itu lagi.
Shabrina tidak lagi menghiraukan mereka semua. Sudah cukup kebal hatinya mendengar hinaan seperti itu.
Tidak apa apa dia di hina, asal jangan anak nya.
Shabrina berlari pulang kerumah. Meskipun hanya dua potong roti tapi dia sudah benar benar bahagia.
Dan saat tiba dirumah, ternyata Nesya masih tertidur, begitu pula dengan Arsya. Anak lelaki nya itu nampak tidur dengan memeluk adiknya.
Terasa teriris hati Shabrina melihat keadaan anak anaknya yang seperti ini. Hidup susah didalam rumah petak yang dia tumpangi dari orang baik yang menolongnya waktu itu.
Mereka hidup susah dengan nya padahal Shabrina tahu jika ayahnya adalah orang berada bahkan orang kaya yang hartanya tidak akan pernah habis.
Jika sudah seperti ini, Shabrina benar benar bingung dan tidak berdaya.
Dia ingin hidup tenang dan melupakan cintanya karena rasa sakit itu benar benar membuatnya menyerah untuk memperjuangkan cinta mereka dulu.
Tapi jika melihat anak anak nya yang seperti ini, Shabrina benar benar tidak tega, apalagi melihat Nesya yang memerlukan pengobatan yang layak.
Ya tuhan...
Apa yang harus dia lakukan???
Kembali dan berkata pada lelaki itu jika anak anaknya memerlukan bantuan?
Begitukah?
Padahal sedikitpun lelaki itu tidak tahu jika Shabrina pergi karena telah mengandung anak nya. Anak yang tidak sengaja hadir dalam perbuatan satu malam terlarang mereka.
Enam tahun yang lalu...
Masa masa paling sulit yang dilalui oleh Shabrina. Bahkan sampai saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Diah Darmawati
baru buka sdh gk kuat thorr baca ini novel ..ak skip dulu drpd keloro2 atiku 😭😭😭😭😭😭😭😭
2023-11-04
2
Farida Wahyuni
kok sedih amat sih.
2023-04-02
3
Marifatul ilmiyah
ya Tuhan tisu mana tisuuuuu.... ini pembukaannya kok bikin dadaku sesak aja 😭😭😭😭😭😭
2023-04-01
3