Tipuan Sephia
"Jadi Lidya harus menikah dengan pria yang tidak Lidya kenal sebelumnya, Pa?" tanya Lidya sembari menatap tak percaya Pramana Syarif, sosok ayahnya yang sangat ia cintai.
"Ya, kamu harus melakukannya, Nak," jawab Pramana.
Lidya menggelengkan kepalanya gusar. "Tidak, Pa. Lidya tidak mau melakukannya," tolaknya seketika.
"Kenapa kamu menolak, Sayang? Ini demi masa depanmu," gusar Pramana.
Lidya terkekeh. "Masa depan Papa atau masa depan Lidya?"
"Tentu saja masa depanmu. Masa depan papa ada padamu, Lidya," tegas Pramana.
Lidya mendengus kesal. "Masa depan yang bagaimana dari sebuah perjodohan tanpa cinta ini, Pa?"
Kali ini Pramana tertawa mendengar ucapan putri satu-satunya itu. Pria paruh baya itu lalu duduk di singgasana kebanggaannya, di atas kursi elegan, sebuah ruang kerja yang cukup nyaman, dalam sebuah perusahaan besar miliknya. Kedua mata elangnya lalu menatap tajam sang putri dengan penuh tuntutan.
"Ada banyak pasangan hasil perjodohan yang hidupnya ternyata bahagia, anakku," ujarnya. "Kamu masih belum menjalaninya tapi sudah memvonis masa depanmu. Setidaknya kamu harus mencobanya terlebih dahulu."
Lidya tertawa miris. "Mencoba? Apa ada pernikahan coba-coba, Pa? Yang ada nantinya Lidya yang rugi," protesnya pelan.
"Rugi bagaimana? Malah bakal dapat banyak keuntungan, kamu nantinya," tegas Pramana tetap berkeras.
"Untung dalam hal apa? Tidak ada jaminan kebahagiaan dalam sebuah uji coba pernikahan, Pa. Yang ada Lidya bakal kehilangan keperawanan lalu ditinggal begitu saja kalau menantu Papa kelak ternyata tidak mampu mencintai Lidya, begitu juga sebaliknya," jawab Lidya lugas.
Pramana terdiam mendengar ucapan Lidya. Pria itu menyesap cerutunya lalu mengeluarkan asap dari mulutnya yang membentuk bulatan, ke arah atas. Kedua matanya menatap nanar langit-langit ruang kerjanya yang cukup mewah itu.
"Itu hanya bayangan negatif saja, Lidya," jawab Pramana. "Yakinlah, pilihan papa ini cukup baik buatmu kelak," imbuhnya.
"Pa, Lidya harus bilang apa lagi? Lidya tidak mau dipaksa." Lidya menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. Ia lalu menundukkan kepala dan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Kenapa ayahnya begitu berkeras untuk menjodohkannya?
"Atau kamu lebih memilih papa bangkrut dan kita hidup miskin, Nak?" tanya Pramana dengan suara bergetar.
"Tapi apa tidak ada cara lain, selain menikahkan Lidya dengan pria yang tidak ku kenal, Pa?"
"Kalau itu yang jadi masalahnya, papa akan mempertimbangkan dan akan berbicara dengan sahabat papa, calon mertuamu itu," ucap Pramana.
"Sebenarnya apa yang terjadi, hingga membuat Papa begitu berkeras menjodohkan Lidya?"
"Bisnis papa kolaps. Papa membutuhkan banyak suntikan dana, dan jumlahnya tidak sedikit, Lidya. Ini juga menyangkut hidup mati Mama," jelas Pramana dengan wajah sedih.
"Mama? Apa hubungan Mama dengan masalah ini?"
Pramana mengusap kasar wajahnya. Ia lalu beranjak dari duduknya, melangkah ke jendela dan menatap kejauhan dengan nanar. "Mama merelakan diri untuk menjadi jaminan, bahwa papa akan segera melunasi hutang bisnis papa," jawabnya pelan.
Lidya terkejut mendengarnya. "Jaminan? Bukannya papa bilang Mama masih menemani Opa di Belanda?" tanyanya heran.
Pramono menggelengkan kepalanya. "Mama ada di rumah besar milik keluarga Teddy," jawab Pramana sedih.
"Keluarga Teddy yang terkenal kejam itu?" Lidya membelalakkan kedua matanya. "Kenapa Papa membiarkan Mama begitu saja?"
"Papa terpaksa, karena Mamamu yang mendesak papa untuk menyerahkan Mama sebagai jaminan, demi keselamatanmu, karena sebenarnya yang mereka minta itu kamu, Lidya," jelas Pramana. Kali ini kedua matanya berair, susah payah ia menyembunyikannya dari Lidya, namun ternyata gadis itu mampu melihatnya dengan jelas. Seketika hatinya pun luluh. Ia tidak tega melihat ayahnya itu terluka.
"Lalu apa hubungannya dengan perjodohan?" desak Lidya yang masih belum mengerti kondisi yang sebenarnya.
"Om Arman, sahabat papa, mau memberikan suntikan dana buat papa asalkan kamu mau menikah dengan Alex, putranya," jelas Pramana sembari mengusap sudut matanya yang basah.
"Tapi, Lidya tidak mau kalau_"
"Kita tidak bisa lagi menolak, Lidya. Kamu dengar sendiri bagaimana Arman sudah mengatur semuanya," potong Pramana.
"Maafkan Lidya, Pa. Lidya hanya mau perjodohan ini berjalan dengan wajar dan Lidya mengenalnya terlebih dulu, hanya itu saja."
"Hanya itu saja?" tanya Pramana memastikan. Lidya mengangguk pelan meskipun sebenarnya sangat berat. Ia merasa ada sedikit harapan bahwa keinginannya akan terpenuhi.
"Tunggu sebentar."
"Papa mau apa?"
"Meminta sedikit kelonggaran waktu, agar kalian berdua bisa saling bertemu dan mengenal, sebelum kalian menikah nanti," jawab Pramana.
Lidya mendecak pelan. Biarpun mereka bertemu, tidak akan menjamin keduanya akan cocok dalam waktu yang sangat singkat. Ayahnya itu sudah mengatakan bahwa dirinya harus segera menikah, dalam waktu dua minggu ke depan. "Mau berapa lama waktu kami untuk saling mengenal dan mendekatkan diri, Papa tidak sedang bercanda 'kan?" dumal Lidya dalam hatinya.
"Bagaimana, kamu setuju ketemu dulu sama calon suamimu, bukan?" tanya Pramana yang langsung saja menghubungi Arman, sahabat dan juga calon besannya itu. Lidya hendak menyangkal tetapi Pramana lebih dulu mengangkat satu tangannya, mencegah Lidya untuk bicara. Ia menekan kontak Arman, lalu mengaktifkan mode loudspeaker pada ponselnya.
"Hai, Man! Bagaimana, kau ada waktu sebentar?"
"Katakan saja, aku hanya punya waktu lima menit sebelum berangkat ke bandara."
Pramana melirik arlojinya. "Begini, masalah pernikahan anak-anak kita, bolehkah aku meminta jika tanggal pernikahannya diundur satu minggu lagi?"
Sejenak hening, sebelum kemudian Arman menjawab, "Kenapa mundur? Aku sudah memesan undangan dan lain-lain sesuai tanggal yang sudah kita sepakati. Jangan bilang kalau kau mau merubahnya."
"Bukan begitu, hanya saja Lidya meminta waktu untuk lebih mengenal Alex sebelum menikah," jawab Pramana.
Terdengar kekehan tawa di ujung sana. Pramana mengerutkan keningnya, tidak mengerti maksud tawa dari sahabatnya itu, apakah ucapannya terlalu lucu di telinga konglomerat itu?
"Tidak perlu, mereka bisa saling mengenal setelah pernikahan. Kau tunjukkan saja dulu pada calon menantuku, bagaimana wajah asli Alex, anakku," jawab Arman.
Pramana hanya mampu menghela napas panjang. Ia paham benar bagaimana Arman jika sudah membuat keputusan.
"Oke, deal ya! Tanggal pernikahan tetap sesuai dengan apa yang sudah kita sepakati," putus Arman. "Aku berangkat dulu ke bandara, tiga hari lagi kita bertemu di tempat biasa untuk membicarakan rencana selanjutnya." Arman menutup pembicaraan secara sepihak. Jelas sekali terlihat jika ia sedang terburu-buru.
Lidya memejamkan matanya dan menggelengkan kepalanya berkali-kali. Ayahnya ternyata tidak mampu bersikap tegas, menentang keputusan yang sudah diambil oleh Arman. Sudut matanya terlihat berair. Lidya putus asa dan tidak lagi bisa menolak, terlebih saat kedua mata ayahnya kini menatapnya dengan penuh harap.
***
2 Minggu kemudian
Lidya menatap bayangan wajahnya pada cermin dengan perasaan tidak percaya. Dalam sekejap, status singlenya telah berubah menjadi seorang Nyonya.
Ya, hari ini dirinya menikah dengan putra tunggal seorang pengusaha besar, Alex Pradana, sang CEO muda Pradana Group. Salah satu perusahaan terbesar di wilayah Asia, yang berlokasi di Indonesia.
Dengan langkah lunglai ia mendekati ibunya yang berdiri menunggunya di depan pintu ruang rias pengantin, salah satu kamar hotel berbintang lima, kawasan kota itu.
Lidya menatap sendu wajah ibunya yang terlihat lelah. Raga sehat yang sedikit tambun milik ibunya dulu, kini telah berganti kurus kering, seolah ibunya itu sedang kekurangan gizi, padahal suaminya seorang pengusaha terpandang. Sungguh miris kenyataan hidup yang harus mereka lewati saat ini.
Tanpa terasa buliran bening luruh begitu saja di wajah cantik Lidya, membuat hati Maria mencelos seketika. Ia tahu putrinya itu terpaksa menerima perjodohan ini, tanpa menyadari bahwa Lidya begitu sedih melihat kondisi fisik ibunya.
"Sabar sayang, badai pasti berlalu dan kamu akan mendapati kebahagiaan bersama calon suamimu," ucap Maria yang lalu membimbing putrinya itu untuk melangkah menuju ballroom hotel, tempat resepsi pernikahan itu akan dilaksanakan.
"Mama benar, Lidya akan merubah takdir kita menjadi lebih baik," jawab Lidya. "Lidya akan mengembalikan Mama seperti sebelumnya."
"Maksudmu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Notyours
semangat
2024-10-12
0
Enisensi Klara
Kasihan juga yah Lidya
2023-08-22
0
NoonaCha
smngat author
jangan lupa mampir jga ya..
2023-07-05
1