Lidya terkekeh lalu mengusap wajah Maria dengan penuh sayang. "Lidya pengen lihat Mama gemuk lagi," jawabnya.
"Ah, mama sudah cukup nyaman dengan tubuh langsing begini, Nak," kilah Maria.
"Kurang gemuk sedikit," sahut Lidya.
Maria tertawa. "Sudah, jangan bahas mama terus. Sekarang giliranmu bahagia," ucapnya. "Lihat, menantuku itu tampan sekali, cocok kalau bersanding dengan putriku yang cantik ini." Kedua mata Maria menatap Alex yang berdiri sendirian di depan kursi pelaminan, menatap ke arah mereka.
"Tampan ya, Ma? Tadinya Lidya kira yang mau dijodohin sama Lidya itu om-om yang sudah berumur, eh, ternyata masih muda," ujar Lidya sembari menatap nanar Alex.
"Tapi kenapa wajahmu begitu?"
"Wajahku kenapa, Ma?"
"Kamu seperti bingung, apa kamu tidak suka kalau ternyata yang dijodohkan denganmu orangnya tampan?"
Lidya kembali terkekeh. "Suka tidak suka, Lidya harus tetap menikah, Ma. Jadi, mau ternyata dia tampan atau nggak, Lidya sudah siap dari awal," jawabnya pelan.
"Kenapa tidak menolak saja kalau kamu tidak suka? Papa bilang kamu mau-mau aja, jadi mama ikut mendukung kemauan Papamu."
Lidya menghela napas panjang dengan pelan. Ingin rasanya ia jujur pada ibunya itu, tetapi ia sudah berjanji pada ayahnya untuk tidak mengatakan tentang masalah sesungguhnya yang membuatnya harus menerima perjodohan itu. Lagipula ia tidak mau jika sampai ibunya itu menyalahkan dirinya sendiri setelah mengetahui semuanya.
"Lidya pengen jadi anak yang berbakti, Ma. Sudah banyak yang Papa sama Mama lakukan buat Lidya selama ini, jadi, sekarang 'lah waktunya Lidya untuk membalas budi pada kalian."
Maria menatap putrinya itu dengan sedih. Selama ia tinggal di Belanda untuk mengurus ayahnya yang sedang sakit, Pramana selalu bilang kalau Lidya baik-baik saja dan bisa hidup mandiri tanpa dampingan darinya, seperti sebelum kepergiannya.
Meskipun tinggal berjauhan, Maria mengetahui kabar tentang bisnis Pramana yang sedang kolaps. Ia tahu, suaminya itu terpaksa menikahkan Lidya dengan Alex hanya untuk mendapatkan suntikan dana yang besar, yang mereka janjikan jika Lidya menyetujuinya.
Maria tidak tahu jika ternyata suaminya itu berbohong pada putrinya dan mengatakan bahwa dirinya dijadikan jaminan, padahal sebenarnya tidak.
Meskipun Pramana mengatakan padanya bahwa Lidya dengan senang hati menerima perjodohan itu, tetapi hati seorang ibu bisa merasakan, bahwa sebenarnya putrinya itu terpaksa melakukannya.
Maria mengusap lembut bahu Lidya. "Mama cuma bisa berdoa, semoga kamu bahagia bersama Alex," ucapnya sembari mencoba untuk tersenyum, seperti yang kini dilakukan oleh Lidya padanya. "Secepatnya kasi mama cucu ya, laki atau perempuan sama saja, yang penting sehat, kamunya juga," lanjut Maria yang sontak membuat Lidya tersedak mendengarnya. Belum apa-apa ibunya ini sudah meminta cucu.
"Kalian lama sekali," tegur Pramana. "Sudah banyak tamu yang datang, cepatlah bersanding dengan Alex," titahnya pada Lidya yang lalu menggamit lengan istrinya, mengajaknya duduk di tempat keluarga inti mempelai, bergabung dengan yang lain.
Kini Lidya melangkah dengan hati berdebar menuju ke tempat Alex yang sudah menatapnya dengan tidak sabar. Dapat ia lihat gurat kecewa pada raut wajah tampan milik lelaki yang kini resmi menjadi suaminya itu.
"Cepat berdiri di sini, jangan bengong!" desis Alex yang lalu menarik pergelangan tangan Lidya dengan sedikit kasar.
Lidya yang sejak bertemu Alex sudah paham dengan sikap kasarnya hanya patuh dan berdiri diam di samping pria itu lalu menatap ke para tamu undangan yang sudah berdatangan.
"Wajahmu itu jangan kaku, tersenyumlah!" tegur Alex sekali lagi.
Lidya pun mencoba untuk tersenyum, walau terpaksa. Ia berusaha menyambut setiap tamu dengan baik, sesekali Alex memberinya arahan, bagaimana ia harus bersikap elegan jika rekan bisnis Alex datang.
Tiga jam sudah mereka berdiri menyalami setiap tamu undangan yang datang, tiga jam itu pula Alex sama sekali tidak mengajaknya bicara hal lain, selain aturan tentang bersikap dan bertutur kata.
Hingga akhirnya acara itu pun selesai. Semua keluarga pergi dari ballroom, mengikuti sang mempelai, dan berpisah untuk menempati kamar yang sudah disewa secara khusus oleh pihak keluarga Alex.
Lidya duduk terpaku di depan cermin, menatap wajah cantiknya yang tertutup bahan riasan yang cukup mahal. Ada rasa sedikit menyayangkan di dalam hatinya, ketika harus menghambur-hamburkan uang begitu banyak hanya untuk hal seperti ini, padahal masih ada yang tidak kalah bagus dengan harga jauh di bawahnya. Lidya mencebik dan mengedikkan bahunya, toh bukan dirinya yang membayar semua itu.
"Lekas hapus riasan dan bersihkan tubuhmu," titah Alex yang baru saja keluar dari kamar mandi. Ia hanya melirik sekilas pada Lidya lalu melempar handuknya begitu saja ke atas meja rias, tepat di hadapan Lidya yang seketika tertegun melihatnya.
Tanpa banyak bicara, Lidya segera mengambil pakaian ganti yang sudah di siapkan oleh ibunya, berikut semua perlengkapan kebersihan tubuhnya, lalu segera masuk ke dalam kamar mandi.
Alex menyibukkan diri dengan ponselnya. Sudut bibirnya terangkat ketika ia membaca sebuah pesan di sana. "Tunggu aku malam ini," desisnya pelan. Ia lalu merebahkan diri dengan nyaman karena merasa begitu lelah.
Lidya tertegun ketika melihat Alex tertidur dengan hanya memakai boxer dan singlet. Rambutnya yang masih basah memperlihatkan sisi macho dari lelaki yang lebih tua dua tahun darinya itu.
Tanpa terasa Lidya mendekat dan memerhatikan wajah Alex dengan intens. Gadis yang baru pertama kali melihat sosok lelaki dari jarak sedekat itu pun tak urung menelan saliva, saat melihat postur tubuh Alex yang begitu sempurna. Jujur ia sangat kagum, namun ia tidak mau begitu saja menyimpulkan, karena ia masih belum paham bagaimana sifat Alex yang sebenarnya. Sejauh ini yang ia tahu, pria itu cukup dingin dan sedikit kasar.
"Ada yang kurang dari wajahku?"
Lidya tersentak saat ujung jemarinya hampir saja menyentuh rahang kokoh milik Alex dan ternyata pria itu membuka matanya secara tiba-tiba. "Ah, maaf, ada nyamuk di wajahmu," jawab Lidya sekenanya. Ia lantas beranjak dari tepian ranjang hendak duduk di depan meja rias, karena malu pada Alex.
Alex terkekeh lalu menarik tangan Lidya dengan keras hingga gadis itu terjatuh di sebelahnya.
Jantung Lidya berdegup kencang. Kedua matanya menatap curiga pada Alex yang kini mendekatkan wajah, seolah hendak menciumnya.
"Kenapa, bukannya kita sudah menikah? Aku bebas melakukan apapun padamu," ucap Alex saat Lidya memalingkan wajahnya, menghindari ciuman dari suaminya itu.
"Ehm, a-aku ...."
Alex bergerak cepat mengungkung tubuh Lidya di bawahnya, membuat tubuh gadis itu seketika mengejang.
Alex menyeringai, lalu menatap tubuh Lidya dari ujung kaki sampai ke ujung kepalanya. Ia menggeleng dan mendecih pelan. "Wanita seperti ini yang mereka tawarkan padaku, cih!" desisnya pelan.
Lidya mengerutkan dahinya, tidak mengerti dengan ucapan Alex.
"Sudah siap?" tanya Alex dengan tatapan liarnya yang menyorot tajam, menyelami bibir dan gundukan kembar yang melekat pada tubuh Lidya.
"Siap apa?" tanya Lidya jengah.
"Siap ku santap, jangan pura-pura lugu!"
Lidya ternganga. Ia masih saja tidak mengerti apa sebenarnya maksud Alex. Alih-alih bertanya, Lidya justru tertawa. "Aku bukan makanan," ujarnya.
Alex memutar bola matanya ke atas. Ia lalu ******* bibir Lidya dengan kasar, membuat gadis itu seketika gelagapan.
"Lepaskan," pinta Lidya yang kini menggelinjang saat kedua tangan Alex bergerak bebas menelusuri tubuhnya dan berhenti di dua bukit kembar miliknya. "A-lex!"
Alex tak memerdulikan ucapan Lidya. Pria itu terus menyerang Lidya dengan ganas. Hingga suara ketukan di pintu membuyarkan pergulatan itu.
"Sial, mengganggu saja!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
ramochaaa
semangat thorrr!!!
2023-07-13
0
Istrinya Ji hoon Oppa
gak siap kao kasar gitu ihh
2023-06-07
1
Istrinya Ji hoon Oppa
kasar bgt gilaa
2023-06-07
0