Embun Di Bawah Hujan

Embun Di Bawah Hujan

Sayang, Embun

"Embun, udah dong mandi hujannya, Sayang," panggil Ratna yang berdiri di ambang pintu seraya membawa handuk dalam genggamannya.

Gadis kecil bermata bulat itu terus saja asyik bermain, terkadang ia melompat-lompat kegirangan. Tawa cerianya menjadi kebahagiaan tersendiri untuk Ahmad. Pasalnya, ia begitu menyayangi putri semata wayangnya.

Ia yang sedang mencuci mobil pun tampak tersenyum tanpa meminta sang putri untuk menyudahi acara mandinya. "Biarin aja, Ma. Mumpung masih kecil," jawab Ahmad sambil terus menggosok mobil sedan tuanya.

"Papa sama anak sama aja! Memang benar ya, buah itu jatuh nggak jauh dari pohonnya," ucap Ratna yang kini sudah tampak sebal dengan kelakuan suami dan anaknya.

Ratna pergi dari sana, jelas ia tidak khawatir dengan sang putri. Sebab Ahmad berada tidak jauh dari Embun. Gadis berumur lima tahun itu kini tengah nyengir kuda kala Ahmad menggodanya, Embun bermain perosotan di samping Ahmad.

Ya, meski rumah mereka tidak terlalu besar, Ahmad memiliki kolam renang kecil di dekat garasi. Lengkap dengan perosotan juga ayunan. Semua itu ia buat untuk Embun.

Ahmad yang sudah selesai mencuci mobil lalu berjongkok ke arah Embun yang sedang asyik melompat di atas kubangan.

"Sayang, udah ya mandi hujannya. Papa udah siap nyuci mobil, nih. Nanti Mama kamu marah loh."

Embun mengangguk, lalu mereka bergandengan tangan masuk ke rumah. Ratna tengah duduk melipat tangan di depan dada melihat keduanya yang berdiri mengharap Ratna membawakan handuk untuk mereka.

Bukannya datang dengan handuk untuk mereka, Ratna justru melengos pada dua orang yang amat ia cintai itu. Melihat sikap Ratna yang merajuk, Ahmad berinisiatif untuk menyuruh Embun merayunya.

Ia membungkuk lalu berbisik, "Embun, kamu samperin Mama gih. Peluk terus cium, ya. Setelah itu, minta bawakan handuk kemari untuk Papa. Oke, Sayang?"

Embun yang sangat mudah dikompaki langsung mengacungkan jari jempolnya. Benar-benar anak papa si Embun ini, pikir Ahmad yang sudah senyum penuh kemenangan saat Embun mulai melangkah.

Jika dia sendiri yang masuk ke sana, jelas Ratna akan marah besar. Tetesan air yang mengucur dari baju mereka akan membuat keramik lantai licin dan basah, itu artinya Ratna harus mengepel lagi.

Sekarang, Embun sudah membujuk Ratna dengan mencium pipinya. "Ma, Embun kedinginan. Peluk Embun," kata gadis itu yang membuat mata Ratna menyorot hangat pada buah hatinya.

Dengan segera ia memeluk Embun, lalu mengambil handuk yang memang sudah disiapkannya tadi di bahu sofa jepara. Embun sudah berada dalam gendongan Ratna dan akan membawanya ke kamar mandi.

Ratna bangkit dan akan melangkah ke kamar mandi. Tidak lupa Embun menyampaikan pesan Ahmad. Meski masih bersungut, Ratna menyodorkan bathrobe pada Ahmad.

"Kalau bukan karena Embun, kamu tetap kedinginan di situ, Mas!"

"Mama, jangan marah sama Papa."

Sontak Ratna tertawa cengoh mendengar penuturan Embun yang begitu membela sang ayah. Ahmad lagi-lagi senyum lalu mengedipkan matanya pada Embun.

"Bagus, Sayang. Kamu memang benar-benar anak Papa," batin Ahmad bersorak kegirangan dalam hati.

"Mama nggak marah sama Papa, Sayang. Yuk, sekarang kita mandi."

Ahmad hanya tersenyum memandangi Ratna. Punggung kecil Ratna membuatnya ingin segera bergabung dengan mereka. Merangkul bahu Ratna, lalu mencium pucuk kepalanya sekilas.

Tidak lupa ia mengecup pipi Embun gemas. Tidak bisa dipungkiri, hal kecil begitu membuat Ratna tersenyum simpul.

Sudah selesai dengan acara mandi hujan tadi, sekarang mereka tengah makan malam. Hanya lauk sederhana yang dimasak oleh Ratna. Sayur asem, sambal terasi dan ikan goreng tersaji di meja makan.

Embun yang tidak suka pedas hanya makan ikan goreng dan sayur. Ahmad juga sama seperti Embun, bukan yang tahan dengan rasa pedas. Sambal hanya pelengkap hidangan saja, untuk mempercantik tampilan agar tidak pucat.

"Mas, besok ke rumah Ibu, ya."

"Besok?" Ahmad tampak berpikir, dia ingat ada pekerjaan yang masih belum selesai. Manager Keuangan di bank ternama di Indonesia ini membuatnya banyak mendapat tekanan, meski di akhir pekan begini.

"Ya, Pa. Embun udah lama nggak ketemu nenek."

"Em, besok Papa cuma bisa nganter aja, ya. Ada kerjaan sedikit yang belum selesai di kantor. Nggak apa-apa 'kan, Sayang?"

Ahmad beralih pandang pada Ratna yang masih diam. "Gimana, Ma? Aku cuma bisa anterin kalian. Tapi, begitu kerjaannya selesai, aku bakal ke sana."

"Oke. Tapi jangan lama ya, Mas."

"Aku usahain, ya. Sayang, Papa besok nggak akan lama. Kamu baik-baik di rumah nenek, ya. Jangan bikin repot Mama."

"Ya, Pa," jawab Embun yang kini mulai mengunyah makanan di hadapannya. Ahmad mengelus pucuk kepala Embun lembut diiringi senyum.

Ratna tampak muram, sudah lama dia dan Ahmad tidak berkunjung ke Bogor. Itu juga yang membuatnya meminta Ahmad untuk ikut serta. Namun, sekali lagi Ratna harus memahami Ahmad yang tidak bisa rehat dari tanggung jawabnya.

Seperti sekarang, ponsel Ahmad terus berdering. Besok pagi-pagi sekali ia harus berangkat ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaan kemarin, juga mungkin ada kaitannya dengan telepon yang masuk sekarang.

Di tempat lain, Marni. Ibu Ratna tengah merapikan tanaman yang mengelilingi rumahnya. Rumput hijau yang sudah tinggi itu, ia pangkas rata. Sedangkan Roy, kakeknya tengah membaca koran di teras.

Rumah yang memiliki halaman luas ini, tampak asri. Bangunan dengan atap condong ini menampakan khas suku mereka. Belum lagi pajangan di rumah itu, lukisan pantai laut selatan ada di sana. Hiasan keramik berbentuk gajah berwarna cokelat ada di sisi pintu masuk.

Pajangan itu dulu sering digunakan Embun untuk mendaratkan bokongnya kala Roy menyeruput kopi pagi-pagi.

"Pak, Ibu kok kangen sama Embun, ya."

"Ya, udah lama memang mereka nggak kemari," timpal Roy yang melipat korannya. Marni menghampiri suaminya. Ia meminta Roy untuk menelepon cucu satu-satunya.

Roy masuk ke dalam dan mengambil ponsel yang berada di lemari TV. Arjuna, adik Ratna baru saja keluar dari kamar dengan menguap lebar seraya merentangkan tangannya ke atas.

"Kamu itu, bukannya bantu Ibumu malah baru bangun," omel Roy pada pria dewasa yang masih menggaruk-garuk rambut ikalnya yang gondrong.

"Sekali-kali, Pak. Mumpung libur."

"Ya, justru karena libur itu kamu bantuin Ibu sama Bapak. Bukannya malah molor aja!"

Bukannya marah atau tersinggung, Arjuna justru cengengesan. Roy sibuk mengambil ponsel dan menscroll layar. Juna masih kuliah semester dua saat ini.

"Mau telepon siapa, Pak?" tanya Juna, panggilan akrabnya begitu. Kecuali satu orang yang memanggil namanya dengan lengkap, Ratna. Juna mengintip ke arah tangan Roy yang tampak sibuk.

"Embun."

"Ya, tuh bocah udah lama kayaknya nggak ke sini ya, Pak. Rindu juga sama pipi bulatnya." Ya, pipi Embun adalah pusat yang menarik bagi Juna. Dia selalu menciumi pipi gemas Embun hingga gadis kecil itu menangis baru dia menghentikan aktivitasnya.

"Itu, makanya Bapak mau telepon mereka sekarang. Tapi kok susah banget ini layar disentuhnya."

Memang, layar ponsel Roy sering susah untuk disentuh. Para orangtua sering kali tidak peduli dengan barang elektronik, saat ponselnya jatuh tempo hari Roy membiarkannya begitu saja. Dengan alasan, masih bisa dipakai.

"Ya Allah, Pak. Layar udah begitu jelas susah disentuh. Sini, biar Juna aja yang telepon." Ada sedikit retakan di ujung layar ponsel Roy.

Juna kembali ke kamar dan mengambil ponselnya yang terletak di kasur. Langsung saja dia menyentuh gambar telepon di aplikasi hijau. Juna langsung menggunakan panggilan video.

Dering pertama langsung diangkat.

"Om Juna ...!" teriak gadis itu dari seberang telepon. Bocah itu tengah diikat rambutnya oleh Ratna sembari bermain ponsel agar betah didandani oleh sang bunda.

"Halo, Embul."

"Om, namaku itu Embun!" tegasnya dengan bersungut. Ratna tengah mengepang sebelah rambut Embun yang sudah dibagi dua.

"Ya, maafin Om ya, Embul," goda Juna lagi yang membuat bocah itu melipat tangan di dada dan wajah yang ditekuk.

"Kamu di mana?" tanya Ratna sesaat melirik ke arah ponsel dan masih terus sibuk dengan karet ikatan rambut Embun.

"Di rumah. Ada yang kangen sama Embun," jawabnya yang langsung menyerahkan benda pipihnya pada Roy, Marni langsung bergabung memenuhi layar ponsel Embun.

"Ibu sama Bapak sehat, kan?"

"Alhamdulillah, kalian kapan ke sini?"

"Rencananya besok, Pak." Roy mengangguk-angguk.

"Embun, Nenek kangen banget sama Embun. Kamu lagi ngapain, Sayang?"

"Embun lagi kesel sama Om Juna!"

"Biarin kesel, malah Om untung kamu nggak minta beliin es krim sama Om," balas Juna lagi yang membuat Embun semakin menjembikkan bibirnya.

"Ma, Om Juna." Embun mengadu seraya menunjuk Juna di sana. Ratna hanya tersenyum menanggapi Embun.

"Nenek pukul Om Juna ya, Sayang. Dia suka isengin kamu, kan?" Marni langsung memukul bahu Juna yang berada di sampingnya.

"Aw, Bu. Sakit, Bu. Ibu kok lebih sayang cucu daripada anak sendiri," ucap Juna yang tidak terima diperlakukan begitu.

"Memang. Ibu lebih sayang Embun."

"Cih, Ibu. Dulu belum ada Embun aku yang selalu diutamakan."

"Ya, itu dulu. Waktu kamu sama menggemaskannya dengan Embun. Sekarang malah Ibu bosan setiap hari lihat kamu." Marni kembali menggodanya. Marni juga sangat menyayangi Juna, hanya saja kadang tingkah Juna membuatnya sakit kepala.

"Ya Allah, Bu. Aku gini-gini juga anak Ibu."

"Bukan, kamu anak Bapak kamu tuh." Roy sontak menoleh dan memiringkan badannya sedikit.

"Nggak. Anak Bapak cuma Ratna."

"Ck! Jadi, aku anak siapa sih sebenarnya? Kok nggak ada yang mau ngakui aku."

"Anak hilang," sahut Marni yang mengundang tawa semua orang. Termasuk Embun yang ada di balik layar. Ia terkekeh dengan menutup mulutnya dan bahu yang sudah naik. Matanya hilang dibalik senyumnya.

"Embul, kamu ketawain Om, ya. Awas aja kamu kalau kemari!" ancam Juna yang usil menganggu Embun. Padahal, kalau sudah ketemu dengan keponakannya, Juna terus menempel pada Embun. Bermain dan membawa Embun berjalan-jalan dengan motornya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!