Menantu Yang Tak Dianggap
"Mila …!"
Suara panggilan ibu mertua Mila, terdengar nyaring di telinga Mila. Mila bergegas menuju meja makan yang tidak jauh dari dapur tempatnya berada. Mila melihat ibu mertuanya tampak kesal saat melihatnya.
"Ada apa, Bu?" tanya Mila panik.
"Makanan apa ini, cih." Ibu mertuanya memuntahkan makanan yang dimakannya kembali di atas piring.
"Kenapa, Bu? Apa ada yang salah dengan makanannya?" tanya Mila lagi.
"Coba kamu rasain sendiri. Dasar istri tidak berguna. Bisa masak tidak? Kamu sengaja mau buat darah tinggi ibu kambuh? Buat sayur begitu saja bisa keasinan. Bagaimana kamu bisa menjadi istri yang baik kalau kamu tidak bisa masak?" Suara ibu mertuanya terdengar keras dan jelas di telinga Mila.
"Benarkah, kok bisa keasinan. Padahal tadi Mila sudah sesuai porsinya," jawab Mila yang semakin membuat ibu mertuanya kesal.
"Kamu tidak percaya, sini kamu coba sendiri!" bentak ibu mertuanya.
Mila mencoba mencicipi sesendok sayur yang telah dia buat. Dan ternyata memang rasanya asin. Mila menjadi takut dan dia meminta maaf kepada ibu mertuanya. Dia berkata akan membuatkan ibu mertuanya masakan lain yang akan lebih baik.
Sayangnya ibu mertuanya sudah terlanjur marah dan kesal pada Mila. Dia memaksa Mila memakan masakan yang Mila buat sendiri. Dengan kasar, ibu mertuanya menyuapi Mila yang berusaha berontak.
Melihat Mila berontak, ibu mertuanya menekan wajah Mila ke piring bekas makannya hingga wajahnya dipenuhi makanan. Perut Mila terasa mual dan dia berlari ke kamar mandi karena ingin muntah.
Ibu mertuanya tersenyum puas melihat Mila saat ini. Ternyata, semua itu sudah direncanakan. Bu Siti sengaja menambahkan garam tanpa sepengetahuan Mila, ke dalam masakan yang dibuat oleh Mila. Sehingga Bu Siti mempunyai alasan untuk memarahi dan mengerjai menantunya itu.
Mila membasuh mukanya yang kotor dengan air dan di sabun supaya tidak bau makanan. Hatinya sedih dan sakit mendapat perlakuan kasar dari ibu mertuanya. Air matanya mengalir bercampur menjadi satu dengan air yang dibasuhkan ke wajahnya.
Suara isak tangisnya tenggelam oleh suara air keran yang mengalir deras, yang sengaja dia hidupkan agar ibu mertuanya tidak mendengar suara tangisannya.
Setelah beberapa saat, Mila keluar dari kamar mandi dalam keadaan wajah yang masih basah. Mila kembali memasak untuk mengganti masakan yang keasinan tadi. Mila sadar jika ibu mertuanya saat ini pasti kelaparan dan dia tidak ingin ibu mertuanya mengadu pada suaminya, jika Mila tidak memberi ibunya makan.
Sambil sesekali menyeka air matanya, Mila mulai memotong sayuran dan wortel. Dia ingin membuat sup yang lebih mudah dan cepat. Mila lalu membuat telur dadar karena kebetulan hanya itu yang tersisa di lemari pendingin miliknya.
Mila memang tidak suka menyetok bahan makanan karena dia lebih suka sayuran segar yang dibelinya langsung di pasar. Hal itu karena Mila terbiasa hidup kekurangan sejak kecil dan tidak memiliki uang untuk menyetok bahan makanan.
Sangat berbeda dengan kehidupan suami dan ibu mertuanya yang tergolong kaya. Mereka terbiasa makan makanan yang enak dan mewah. Makanan sehari-hari juga sudah sangat berbeda dengan Mila, apalagi masih banyak hal lain yang memang tidak bisa disamakan.
Selesai memasak, Mila mencari ibu mertuanya yang sedang santai menikmati tontonan sinetron di televisi. Mila agak ragu untuk memanggil, karena Mila takut akan dianggap pengganggu.
"Ibu, Mila sudah menyiapkan makan siang untuk ibu, sebagai pengganti makanan yang asin tadi. Semoga kali ini ibu suka."
Mila tetap berdiri didekat ibu mertuanya, meskipun ibu mertuanya tidak bereaksi apapun dengan ucapan Mila. Mila seolah tidak dianggap ada.
"Ibu …."
"Apa sih, Mila. Ganggu ibu nonton sinetron kesukaan ibu saja. Ada apa?" tanya Bu Siti kesal.
"Mila sudah masak lagi untuk ibu. Mari kita makan bersama, Bu," ajak Mila ragu.
Tanpa berkata sepatah katapun, Bu Siti beranjak dari duduknya dan berjalan menuju meja makan yang sudah berisi sejumlah makanan. Bu Siti mencicipi sayur sup yang dibuat Mila. Mila merasa panik dan khawatir menunggu reaksi dari ibu mertuanya.
"Masakan apa ini, rasanya seperti air sumur. Dan itu apa, telor dadar? Memang dasar menantu tidak bisa memasak!"
Mila tertegun mendengar perkataan ibu mertuanya yang sangat menyakitkan hati. Dia tidak menyangka jika, usahanya tidak dihargai sama sekali oleh ibu mertuanya. Yang lebih meyakinkan lagi, semua makanan yang ada diatas meja dibuang ketempat sampah dan sayur sup dibuang di tempat mencuci piring.
"Ibu, kenapa dibuang?" tanya Mila dengan suara dan tubuh bergetar.
"Ini supaya kamu bisa belajar masak yang enak dan baik. Kasihan suamimu, setiap hari harus makan makanan tidak bergizi," jawab Bu Siti sinis."Sudah, ibu tidak ingin makan."
Mila menangis pelan. Dia tidak lagi bisa menyembunyikan perasaan sedihnya. Meski begitu, ibu mertuanya sama sekali tidak peduli dengan perasaan Mila. Bu Siti kembali meneruskan aktivitasnya menonton sinetron kesukaannya.
Mila sedih dan perutnya terasa lapar, karena dia belum sempat makan siang dan semua makanan sudah terlanjur dibuang oleh ibu mertuanya. Tidakkah ibu mertuanya juga lapar?
Ternyata, ibu mertuanya memesan makanan dari luar secara online, dan dia makan secara sembunyi-sembunyi agar Mila tidak mengetahuinya.
Mila akhirnya membuat mie rebus untuk mengganjal perutnya yang lapar. Setelah itu, Mila Kembali menjalankan aktivitasnya mengerjakan pekerjaan rumah lainnya.
Pekerjaan rumah memang tidak pernah ada habisnya. Sebenarnya mereka memiliki pembantu, tetapi beberapa Minggu yang lalu minta berhenti karena harus pulang kampung. Pernah terpikirkan untuk mencari pembantu baru, tetapi ibu mertuanya beralasan jika Mila bisa mengerjakan pekerjaan rumah. Karena Mila tidak bekerja, biar ada kesibukan. Mila hanya mengiyakan saja saran dari ibu mertuanya.
Siang telah berganti sore. Hisam pulang tepat pukul 5 sore. Mila yang kelelahan setelah seharian bekerja, ketiduran dan tidak menyambut kedatangan suaminya.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam …."
Bu Siti bergegas membuka pintu untuk menyambut Hisam pulang. Bu Siti sempat mencari-cari keberadaan Mila di sekitar ruang tamu. Setelah yakin Mila tidak ada, Bu Siti tersenyum karena ada kesempatan baginya untuk membuat Mila buruk di mata putranya itu.
"Mila mana, Bu, kok bukan dia yang membuka pintu?" tanya Hisam penasaran.
"Hisam, istrimu itu lama-lama memang ngelunjak dan tidak menghargai kamu. Jangankan kamu, sama ibu saja dia tega," jawab Bu Siti sedih.
"Maksud ibu, tega yang bagaimana?" tanya Hisam sambil duduk.
"Tadi siang, ibu tidak makan."
"Kenapa tidak makan, apa Mila tidak memasak?" tanya Hisam santai.
"Bukan, dia masak, tapi keasinan. Mau buat ibu darah tinggi. Hisam, seharusnya kamu cari istri yang bisa masak, supaya ibu dan kamu juga betah di rumah. Tapi, Mila ini, sudah tidak bisa masak, pemalas lagi. Bukannya dia yang menolak memiliki pembantu, ya harus tanggung konsekuensinya dong," ucap Bu Siti emosi.
"Dia pasti tidak sengaja, Bu. Biasanya masakan dia juga enak," jawab Hisam berusaha membuat ibunya mengerti dan Hisam tidak ingin ada masalah antara ibu dan istrinya.
"Hisam, malam ini, ajak ibu makan diluar. Sepertinya, Mila juga tidak masak," ucap Bu Siti mempengaruhi Hisam.
"Tidak masak. Lalu dia dimana?" tanya Hisam mulai khawatir.
"Tahu. Tidur kali, kan emang dia pemalas," jawab ibunya sinis.
Hisam berjalan menuju kamarnya yang tertutup rapat dan ibunya mengikutinya dari belakang. Hisam terkejut saat melihat Mila tidur dengan lelapnya.
"Tuh, kamu lihat malasnya istrimu. Bukannya masak untuk makan malam, malah ngorok," ibunya mengompori.
Hisam melangkah mendekati Mila dan menarik napas berat. Hisam mulai terbakar emosi setelah mendengar ucapan ibunya.
"Mila, bangun!"
Mila kaget mendengar suara keras suaminya. Dia segera bangun sambil mengusap matanya yang masih belum bisa diajak kompromi.
"Mas Hisam, sudah pulang? Maaf, Mila ketiduran, tadi badan Mila rasanya capek banget," ucap Mila gak gugup karena melihat wajah Hisam yang terlihat marah.
"Kenapa kamu tidak masak, mau makan apa kita?" tanya Hisam masih dengan nada tinggi.
"Maaf, aku lupa. Aku akan masak sebentar, Mas Hisam mandi dulu saja," jawab Mila yang langsung beranjak pergi.
"Tunggu, kamu tidak perlu masak. Aku dan ibu akan makan diluar saja," ucap Hisam menghentikan langkah Mila.
"Tapi, Mas. Bukannya kamu pernah bilang sama aku kalau makan di luar itu pemborosan, lalu kenapa sekarang kalian mau makan diluar?" tanya Mila kaget.
"Sekali-kali menyenangkan orang tua, tidak masalah. Kamu tidak perlu ikut, biar tidak boros. Ibu, Hisam mandi dulu, tunggu diluar saja," jawab Hisam lalu melangkah menuju kamar mandi.
Mila terdiam sedih. Hisam, suaminya begitu pelit padanya, tetapi tidak bagi ibunya. Mila tahu, ibunya juga mempengaruhi Hisam, supaya uang belanja bulanan dikurangi, supaya Mila tidak boros. Padahal selama menikah dengan Hisam, Mila hampir tidak pernah membeli baju baru. Uang itu dia cukup-cukupkan untuk biaya belanja satu bulan.
"Mila, jika kamu tidak segera meninggalkan Hisam, hidup kamu akan lebih menderita. Aku akan selalu menjadi orang ketiga diantara kalian," bisik Bu Siti ke telinga Mila. "Menyerahlah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Elok Pratiwi
males baca nya kebanyakan drama menderita bila ujung ujung nya balikan lagi
2024-01-03
0
Siti Fatimah
Nemu satu lagi cerita dunia halu yg peran wanita nya lemah dan bisanya cuma menangis ,, mau di masukin ke daftar favorit ah mau memanasi Mila agar meninggalkan mertua dan suami sombongnya ,, Mila buat punya cinta tapi hidup di dalam neraka 😤👎
2023-04-01
1