"Mila, jika kamu sudah tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah lagi, kamu bisa bilang padaku. Aku bisa mencarikan kamu pembantu. Bukan malah membuat ibuku melakukan pekerjaan kasar seperti itu!" teriak Hisam lagi dengan penuh emosi.
Hisam tidak pernah marah, tetapi sekalinya marah, bagaikan badai yang menghancurkan bangunan indah di pesisir pantai. Begitulah yang Mila rasakan saat ini.
"Mas, kamu menamparku? Aku tidak pernah meminta ataupun menyuruh ibumu melakukan pekerjaan rumah. Ibu sendiri yang memaksa melakukan pekerjaan itu," jawab Mila sambil memegangi wajahnya yang sakit.
"Mana mungkin ibu berbohong, Mila. Mulai sekarang, aku tidak ingin melihat kamu memperlakukan ibuku seperti ini lagi. Minta maaf pada ibu, atau aku akan menceraikan kamu!" ancam Hisam.
Mila sangat sedih mendengar ancaman dari Hisam. Kata cerai sangat mudah dia ucapkan, meskipun masih berupa ancaman.
Apakah sebegitu rapuhnya pondasi rumah tangga ini, sehingga suamiku ingin merobohkannya? Apakah dia akan benar-benar menceraikan aku, jika aku tidak mau meminta maaf? Apakah aku akan mempertaruhkan kelangsungan pernikahanku kali ini? Apakah aku sudah siap diceraikan? Hal yang tidak pernah kubayangkan akan ada dalam pernikahanku, batin Mila kacau.
"Mila, apa kamu tuli, atau kamu memilih bercerai?" tanya Hisam kesal. "Ayo Ibu, aku antar ibu beristirahat."
Hisam berjalan untuk mengantar ibunya beristirahat di kamar. Baru beberapa langkah, Mila memutuskan untuk meminta maaf.
"Tunggu, aku akan meminta maaf pada ibu!" teriak Mila menghentikan langkah Hisam dan ibunya. "Ibu, maafkan Mila."
Padahal, ibu mertuanya sudah sangat senang dengan ancaman Hisam untuk menceraikan Mila. Lebih senang lagi, ketika Mila sepertinya enggan meminta maaf padanya. Jadi perceraian Hisam dan Mila sudah ada di depan mata.
"Mila, kamu tidak perlu meminta maaf pada ibu. Sebelum kamu minta maaf, ibu sudah memaafkan," ucap Bu Mira pencitraan di depan anaknya.
"Kamu lihat, betapa ibuku sangat baik dan pengertian," ucap Hisam sambil membawa ibunya masuk kamar.
Mila ingin menangis, tetapi dia sendiri menyadari bahwa tidak ada seorangpun lagi yang peduli padanya. Jika bukan dia sendiri yang membela dirinya, lalu siapa? Suami yang 3 bulan lalu menikahinya, terasa bagai orang asing baginya.
Mila berusaha tegar dan kuat menghadapi semua peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Mila ingin pernikahannya, menjadi pernikahan sekali seumur hidup. Mila ingin, Hisam sadar dan bisa mengerti jika ada istri yang juga wajib untuk dia sayangi dan lindungi selain ibunya.
Mila tidak ingin ada penyesalan. Setelah bertemu dengan Hisam, dia memilih menikah dan tidak mengejar karir terlebih dahulu. Padahal usianya kini baru 20 tahun.
Angan-angannya memiliki seseorang yang bisa menjaganya dan memberinya kehidupan layak, tidak seindah mimpinya. Semua berbanding terbalik, bahkan senyum pun kini hampir tidak bisa terlihat di bibirnya.
Hisam yang menyadari jika perbuatannya terlalu berlebihan pada Mila, berusaha meminta maaf pada Mila.
"Sayang, maafkan aku. Tadi aku hanya emosi saja. Aku terlalu kasar padamu dan sudah menamparmu. Aku hanya ingin kamu tidak memperlakukan ibuku seperti pembantu. Kamu tahu, ibu adalah wanita yang sudah mengorbankan banyak hal untuk membesarkanku. Aku hanya ingin berbakti padanya dimasa tuanya," kata Hisma sambil memeluk istrinya yang berbaring di sampingnya.
"Aku mengerti, Mas. Aku tidak apa-apa. Aku tahu kamu anak yang berbakti dan aku hanya istri yang tadinya hanyalah orang lain. Kedudukanku tidak akan bisa sama dan sejajar dengan ibu yang sudah melahirkan kamu. Aku sadar, aku juga tidak ingin menjadi orang yang egois dan ingin memiliki kasih sayangmu sepenuhnya. Jika menurutmu ibumu lebih berhak, maka aku akan menerima selama aku bisa," ucap Mila sambil meneteskan air mata.
"Terima kasih Mila, karena kamu bisa mengerti keadaanku saat ini," kata Hisam senang.
Mas, istri mana yang rela menjadi yang kedua setelah ibu mertua? Aku tidak sehebat itu, Mas, batin Mila.
***
Suatu hari, Mila mendengar ibu mertuanya dan Hisam berbicara tentang masa depan pernikahan Hisam dan Mila. Ibu mertuanya meminta Hisam untuk menceraikan Mila dan mencari wanita lain yang mencintai ibunya juga. Ibunya merasa, jika Mila tidak menyukai keberadaannya di rumah ini. Akan tetapi, Hisam masih berusaha agar istri dan ibunya bisa hidup rukun.
Ibunya tidak terima dengan jawaban dari Hisam, yang terlihat masih mencintai Mila. Padahal, Bu Siti sudah melakukan banyak hal untuk membuat pernikahan mereka tidak harmonis lagi. Rupanya usahanya belum cukup untuk membuat Hisam dan Mila bercerai. Bu Siti kembali memikirkan rencana untuk membuat Hisam membenci Mila lebih dari sebelumnya.
Bu Siti meminta Mila untuk membuat sup udang untuk makan malam. Mila tidak tahu jika ibu mertuanya alergi udang. Meskipun hubungan mereka tidak akur, tetapi Mila masih berusaha menghormati Bu Siti sebagai ibu mertuanya. Saat diminta membuat sup udang, Mila langsung membuatnya tanpa banyak mengeluh dan bertanya macam-macam.
Ketika malam telah tiba dan mereka makan bersama. Hisam tampak senang ketika melihat istri dan ibunya terlihat baik-baik saja tanpa ada pertengkaran. Tentu saja inilah yang dia harapkan dari mereka. Hisam akan lebih tenang bekerja.
Saat ibu mertuanya makan, seluruh tubuh mertuanya tampak bentol merah-merah dan ibu mertuanya terus menggaruk karena seluruh tubuhnya terasa gatal.
"Ibu, ibu kenapa? Apa ada yang salah dengan apa yang ibu makan?" tanya Hisma panik.
"Ibu tidak tahu, Hisam. Ibu hanya makan makanan yang dimasak oleh Mila," jawab Bu Siti sambil meringis kesakitan.
"Jangan digaruk lagi, bu. Nanti bisa melukai kulit ibu," ucap Hisam sambil memegangi tangan ibunya yang terus berusaha menggaruk kulitnya.
"Mas, apa ibu alergi?" tanya Mila ikut panik.
"Iya, ibu alergi udang. Makanya kami tidak pernah membiarkan ada udang di rumah apalagi memasaknya," jawab Hisam.
"Apa, ibu alergi udang? Tapi tadi pagi, ibu memintaku memasukan udang ke dalam sup," ucap Mila kaget. Ucapan Mila, cukup membuat Hisam marah.
"Mila, jadi kamu yang menaruh udang ke dalam sup yang ibu makan?" tanya Hisam kaget bercampur marah.
"Iya, Mas, tapi ibu yang suruh," jawab Mila ketakutan.
"Kamu jangan konyol, Mila. Mana mungkin ibu menyuruhmu memasukkan udang ke dalam sup yang dimakannya. Mana mungkin ibu mempertaruhkan hidupnya sendiri. Alergi itu bisa berakibat kematian. Awas saja jika terjadi sesuatu dengan ibu. Tunggu aku dirumah. Aku akan buat perhitungan denganmu!"
Hisam segera membawa ibunya ke rumah sakit terdekat. Untung saja belum terlambat dan ibunya dinyatakan baik-baik saja. Walaupun harus dirawat beberapa hari di rumah sakit.
Mila ingin sekali menjenguk ibu mertuanya di rumah sakit. Akan tetapi ketika teringat pesan suaminya bahwa dia harus menunggu di rumah saja, dia pun mengurungkan niatnya. Dia tidak menyangka jika karena ini, kehidupan rumah tangganya diambang jurnal kehancuran.
Setelah 2 hari dirawat di rumah sakit, ibu mertuanya akhirnya diperbolehkan pulang. Mila menyambut kedatangan mereka di depan pintu. Mila senang saat melihat mereka turun dari mobil. Akan tetapi, hatinya sedih saat melihat mereka tidak hanya pulang berdua tetapi mereka pulang bertiga. Seorang wanita cantik dan anggun membantu memapah ibu mertuanya bersama Hisam. Mereka tampak seperti keluarga yang bahagia.
"Mas," sapa Mila meski hatinya sedih.
"Bawa masuk barang-barang ibu dan taruh di kamarnya!" titah suaminya seolah memerintah pembantunya.
Dengan hati sakit, Mila membawa barang-barang ibu mertuanya masuk. Saat akan masuk ke kamar ibu mertuanya, Mila semakin sakit hati melihat mereka bertiga tertawa dan bercanda. Berbeda ketika bersama dirinya yang selalu tampak kesal dan marah.
Sebenarnya, apakah aku orang ketiga di antara ibu dan anak itu? batin Mila.
Mila masuk dan meletakan barang ibu mertuanya lalu berniat mendekatinya untuk menanyakan kondisinya.
"Jangan mendekat, ibu takut padamu. Kamu keluar saja, ibu sudah baik-baik saja!" bentak Hisam menambah sakit hati Mila.
Tanpa banyak bertanya, Mila langsung keluar kamar. Dia berhenti dan bersandar pada dinding kamar ibu mertuanya. Disanalah dia mengetahui jika ibu mertuanya telah mencuci otak Hisam. Ibunya mengatakan bahwa Mila dendam pada dirinya, karena dirinya yang menyebabkan Mila ditampar oleh Hisam.
Yang lebih tidak Mila pahami, ketika ibu mertuanya meminta Tiara, untuk sering-sering datang ke rumah untuk merawatnya.
Hubungan Hisam dan Mila semakin tidak harmonis lagi dan mereka semakin jauh meskipun dalam satu rumah. Hisam seolah jijik melihat Mila. Hisma juga melarang Mila untuk memasak lagi untuk ibunya. Karena sejak saat itu Tiara yang mengantarkan makanan untuk ibu mertuanya.
Mila semakin sedih saat tahu bahwa ternyata, Tiara adalah wanita pilihan ibu mertuanya untuk Hisam sebelum menikah dengannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Siti Fatimah
ah Mira - Mira bodoh ko di piara hanya untuk bisa bersama dengan orang yg di cintai 👎 , udah Mira udah lebih baik menyerah buang laki sombong dan bodoh mu itu ..
2023-04-02
0