Mila menyusul ibu mertuanya ke rumah sakit dengan menggunakan ojek online. Mila berusaha untuk tetap ikut ke rumah sakit meskipun ibu mertuanya dan Tiara memintanya tetap tinggal di rumah. Bagaimanapun juga, semua itu karena dirinya.
Setelah dirawat di UGD beberapa saat, Bu Siti dipindahkan ke ruang rawat inap. Meskipun kata dokter tidak ada yang parah, tetapi masih perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut pada bagian perut dan pinggul pasien.
Mila segera menghubungi suaminya untuk segera datang ke rumah sakit.
[Memangnya ada apa, Mila? Siapa yang sakit, kamu?]
[Tidak. Ibu yang sakit. Jatuh terpeleset.]
Mila mendengar Hisam panik dan Mila segera mematikan panggilan teleponnya. Mila tahu, Hisam pasti sudah tidak sabar ingin segera datang ke rumah sakit.
Mila duduk di ruang tunggu karena ibu mertuanya tidak mengizinkannya mendekat. Mila merasa bersalah karena dia merasa telah membuat ibu mertuanya terjatuh. Kalau saja saat itu, dia lebih awal memberi peringatan, pastilah ibu mertuanya tidak akan terjatuh dan terluka.
Setengah jam kemudian, Hisam datang dalam keadaan panik. Hisam mendekati Mila yang segera berdiri saat Melihat Hisam telah datang.
"Dimana ibu, bagaimana kondisinya?" tanya Hisam panik. "Lalu kenapa kamu malah ada di sini?"
"Tenang, Mas. Ibu ada di ruang rawat inap. Keadaannya tidak terlalu baik. Aku ... Ibu melarang aku masuk. Padahal aku ingin sekali merawatnya," jawab Mila gugup.
"Lalu siapa yang menungguinya?"
"Tiara," jawab Mila pelan.
Tanpa berkomentar apapun, Hisam langsung menuju tempat ibunya di rawat. Tanpa mengajaknya ataupun sekedar memberikan semangat padanya untuk sabar. Yang suaminya ingat, dan dia khawatirkan hanyalah keadaan ibunya.
Mila terduduk kembali di kursi tunggu. Hatinya sedang kacau saat ini. Pikiran buruknya tentang kemarahan suaminya yang akan dia terima, membuatnya sedih.
Mila berdiri dan berjalan mendekati pintu ruang perawatan ibu mertuanya. Dia ingin berkumpul dengan suami dan ibu mertuanya seperti keluarga lain pada umumnya.
Mila mengintip dari balik pintu, dengan perasaan sedih. Saat itu, suaminya melihatnya dan memanggilnya.
"Mila, masuklah!" titah Hisam.
"Hisam ...," gumam Tiara. Tiara tidak ingin, Mila ada di antara mereka, tetapi dia tidak bisa menghalangi Hisam secara jelas.
Mila sangat bahagia, suaminya mengerti keinginan hatinya. Dia bergegas masuk dan mendekati suaminya. Hal itu membuat ibu mertuanya tidak senang.
"Hisam, ibu takut," ucap Bu Siti pura-pura ketakutan saat melihat Mila.
"Ibu, apa yang ibu takutkan?" tanya Hisam sambil memegang tangan "Ibu tidak perlu takut. Hisam ada di sini."
"Hisam, dia yang menyebabkan ibu begini. Dia jahat sekali. Dia bukan manusia. Jangan biarkan dia dekat-dekat dengan ibu," kata Bu Siti dengan nada bergetar.
"Mas ...," kata Mila gugup.
"Apa benar apa yang dikatakan ibu, Mila? Kamu yang membuat ibu terluka dan harus di rawat di rumah sakit?" tanya Hisam sambil menatap Mila tajam.
"Aku ... aku tidak sengaja. Aku ...," jawab Mila gugup.
"Tuh kan benar. Dia ngaku," ucap Bu Siti menahan senyum.
"Mila, kamu pulang sekarang. Jangan datang menjenguk ibu di rumah sakit. Kita akan bicara setelah ibu sembuh dan boleh pulang," titah Hisam tegas.
Mila menatap satu persatu wajah mereka bertiga. Senyum sinis dari ibu mertuanya dan Tiara, serta tatapan marah suaminya membuat Mila patah semangat.
Mila melangkah gontai meninggalkan mereka dengan hati yang penuh luka. Rasa tidak berharga dan dicampakkan melekat di hatinya. Berkali-kali di sakiti, berkali-kali di lukai. Cinta, masihkah bisa menyembuhkan luka yang telah membutakan mata dan hati Mila saat ini?
***
Hisam membawa ibunya pulang setelah dokter menyatakan bahwa tidak ada yang serius dengan luka ibunya. Hanya butuh istirahat yang cukup saja.
Sementara, Mila sudah siap dengan amarah suaminya. Dia duduk di tepi ranjang saat suaminya selesai mandi dan berganti pakaian.
Seharusnya amarah suaminya bisa reda, setelah mandi. Tetapi nyatanya, tidak.
"Mila, ibu itu baru saja sembuh. Seharusnya kamu menjaga dan merawatnya. Tapi kamu malah membuat ibu kembali harus masuk rumah sakit karena kecerobohan kamu. Bagaimana ibu akan bisa menerima kamu sebagai menantunya, jika kamu selalu menyakiti ibu? Kamu harusnya bisa mengambil hati ibuku," ucap Hisam dengan nada agak tinggi.
"Iya, Mas. Mila mengerti," jawab Mila sedih. "Mila tidak sengaja. Saat Mila sedang mengepel lantai, tiba-tiba ibu lewat, padahal lantainya belum kering."
"Mila, Mas tahu dan mengerti. Mas ini ingin sekali, melihat kamu dan ibu bisa akur. Tapi melihat kondisi sekarang ini, Mas tidak tahu kapan itu akan terwujud," Jawab Hisam sambil menghela napas berat.
"Maafkan, Mila, Mas Hisam. Mila tidak bisa membuat ibu bahagia. Mila bukan menantu yang diharapkan ibu. Mila tidak bisa menjadi seperti yang ibu harapkan," ucap Mila sambil menatap suaminya sendu.
"Mila, kamu yang sabar menghadapi ibu. Bagaimanapun, surgaku ada di telapak kaki ibuku. Kamu mengerti posisiku, bukan?" tanya Hisam penuh harap.
"Mila mengerti, Mas. Mila tidak pernah menyalahkan Mas Hisam," jawab Mila lalu mereka saling berpelukan.
Mila hanya bisa menerima kelemahan suaminya untuk bisa mempertahankan rumah tangga mereka. Karena dia sadar, bahwa Hisam hanya ingin menjadi anak yang berbakti. Meskipun Hisam lebih memilih ibunya daripada dirinya. Yang pasti, dia tahu Hisam mencintainya.
Menjelang subuh, Mila tiba-tiba perutnya terasa mual dan ingin muntah, saat matanya baru terbuka. Hisam kaget melihat kondisi Mila yang tampak pucat. Hisam takut jika Mila sakit karena semalam dia memarahinya.
Setelah menjalankan kewajiban, Hisam mengajak Mila pergi memeriksakan diri ke rumah sakit terdekat. Tidak lupa, mereka berpamitan pada Bu Siti. Bu Siti tampak tersenyum senang saat melihat Mila dalam kondisi tidak baik. Mila tidka ingin pedulikan sikap ibu mertuanya lagi.
Sesampainya di rumah sakit, mereka sabar menunggu hingga akhirnya nomor mereka dipanggil oleh suster.
Kabar baik pun datang, ketika Mila dinyatakan hamil oleh dokter.
"Selamat, kalian sebentar lagi akan menjadi orangtua," ucap Pak Dokter sambil tersenyum.
"Istri saya, hamil Dok?" tanya Hisam kaget.
"Benar. Usianya baru 6 Minggu. Jadi, tolong hati-hati dan jaga kandungannya baik-baik. Jangan terlalu kelelahan. Ini resep yang harus kalian tebus," kata Pak Dokter lagi.
"Terima kasih, Dok," ucap Hisam dan Mila bersamaan.
Hisam membantu Mila berjalan perlahan. Hati Hisam sangat bahagia demikian juga dengan Mila. Mereka sudah tidak sabar lagi, ingin memberitahukan kehamilan Mila pada ibu mertuanya.
Sampai di rumah, Hisam dan Mila langsung menemui Bu Siti yang sedang duduk ruang keluarga sambil menonton acara televisi kesukaannya. Ditemani cemilan kacang atom Garuda.
"Ibu, Hisam ada kabar baik untuk Ibu," ucap Hisam penuh semangat.
"Kabar apa, Hisam? Ibu jadi penasaran," tanya Bu Siti sambil tetap mengunyah kacang atom-nya.
"Mila hamil, Bu," jawab Hisam menggebu-gebu.
"Uhuk-uhuk ... Apa, Mila hamil?" ucap Bu Siti tersedak.
Hisam segera mengambilkan minuman untuk ibunya.
"Hati-hati, ini minum dulu, Bu," kata Hisam sambil menyodorkan segelas minuman untuk ibunya.
Bu Siti segera meminumnya hingga tak tersisa. Kerongkongannya terasa kering saat mendengar jika Mila hamil. Dia berusaha terlihat bahagia mendengar kehamilan Mila, supaya Hisam tidak akan marah dan curiga padanya.
"Baguslah kalau begitu. Sebentar lagi rumah ini akan penuh kegembiraan," ucap Bu Siti. "Selamat, Hisam, Mila."
"Terima kasih, Bu," jawab Mila.
"Kami masuk ke dalam dulu, Mila harus banyak beristirahat," ucap Hisam pada ibunya.
Hisam kini mulai berubah penuh perhatian pada Mila. Mila juga sangat senang, karena kehadiran anak dalam kandungannya bisa membawa perubahan yang baik dalam hubungannya dengan suaminya.
Tetapi hal itu tidak membuat ibu mertuanya senang. Dia malah kesal karena seluruh perhatian Hisam tertuju pada istri dan calon bayinya.
Rencana baru disusunnya kembali untuk membuat rumah tangga anaknya kacau kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments