Mila cukup syok mendengar ucapan Bu Siti. Itu sebuah ancaman. Ancaman yang cukup membuat hati Mila bergidik ketakutan. Tetapi, karena besarnya cinta pada Hisam, mampu membuatnya bertahan.
Selesai mandi dan berganti pakaian, Hisam mengajak ibunya pergi makan malam diluar tanpa Mila. Tidak ada sedikitpun rasa sungkan di hati mereka telah meninggalkan Mila sendirian dan kelaparan di rumah.
Mila hanya bisa menerima perlakuan mereka karena merasa Hisam adalah pria yang terbaik. Dia begitu mencintai ibunya dan ingin ibunya bahagia. Walaupun seharusnya Mila juga berhak bahagia seperti juga ibu mertuanya. Hisam bersikap tidak adil, dan lebih mementingkan ibunya daripada dirinya.
Mila berjalan menuju ke dapur untuk membuat mie rebus. Hanya itu yang bisa dia lakukan dan bisa dia makan malam ini. Mie instan menjadi solusi paling mudah, daripada dia masak tetapi tidak ada yang memakannya.
Meskipun dia merasa diabaikan oleh suaminya, tetapi dia harus tetap bertahan. Menganggap bahwa semua ini hanyalah cobaan dan ujian cinta dalam rumah tangganya bersama Hisam.
Esok harinya, Hisam berangkat bekerja tidak pamit dulu pada Mila. Entah apa yang terjadi sehingga suaminya tidak menghiraukannya lagi. Suaminya berangkat bekerja tanpa berpamitan dulu padanya. Dia hanya berpamitan pada ibunya.
"Hisam, tunggu apa lagi. Segera berangkat, gih. Nanti terlambat," ucap Bu Siti sambil sedikit mendorong Hisam agar segera pergi.
"Ibu, Mila dimana? Kenapa tidak kelihatan?" tanya Hisam mencari-cari keberadaan istrinya.
"Hisam, Mila itu lagi di kamar mandi. Sudah sana cepat pergi, nanti aku yang bicara pada istrimu," jawab Bu Siti meyakinkan Hisam agar segera pergi.
Hisam melangkah pergi tanpa berpamitan pada Mila. Dia berlari keluar untuk mengejar suaminya, tetapi dihalangi oleh ibu mertuanya.
"Tunggu, kamu tidak perlu mengejar suamimu. Suamimu tidak akan mendengarnya. Tadi aku bilang padanya, jika kamu sedang buang air di kamar mandi," ucap bu Siti sambil tersenyum sinis.
"Ibu, kenapa ibu bilang begitu? Tadi aku ke kamar sebentar," tanya Mila sedih dan kecewa.
"Sudahlah, kamu seharusnya mengerti apa artinya itu. Kamu lihat, suamimu sudah tidak peduli padamu lagi. Menyerahkan, Mila, tinggalkan Hisam!"
"Ibu, kenapa ibu seperti ini? Bukankah dulu ibu setuju kami menikah? Kenapa sekarang ibu ingin kamu berpisah?" tanya Mila sambil meneteskan air mata.
"Itu dulu. Jika aku tidak setuju Hisam menikahimu, maka Hisam akan membenciku dan meninggalkanku. Aku tidak ingin anakku membenciku tetapi aku juga tidak ingin memiliki menantu sepertimu," kata Bu Siti kesal.
"Ibu, apa salahku? Aku sudah berusaha menjadi istri dan menantu yang baik untuk kalian," tanya Mila penasaran ibu mertuanya tidak menginginkannya sebagai menantu.
"Kesalahanmu adalah, kamu menikahi Hisam. Karena aku sudah memilihkan Hisam wanita yang sangat berkelas. Cantik, berpendidikan, baik, kaya dan memiliki orangtua yang jelas asal usulnya. Bukan wanita kampung sepertimu dan tidak tahu asal usulnya," jelas Bu Siti sambil menatap tajam Mila.
Hati Mila sangat sedih dan Mila sadar jika dia memang anak yatim piatu yang kebetulan diberikan warisan oleh orang tuanya berupa ilmu meski hanya lulusan SMA. Dia bisa bekerja di perusahaan yang sam dengan Hisam meski sebagai pegawai biasa.
Saat itu, Hisam jatuh cinta padanya dan tidak memandang harta. Mila juga jatuh cinta setelah melihat ketulusan hati Hisam selama mengejarnya. Mungkinkah cintanya akan semudah itu hilang setelah menikah? Dihadapkan pada kenyataan bahwa ibu mertuanya menikungnya dari belakang. Di depan sangat baik, tetapi di belakang dia selalu mencari kesalahannya dan di goreng di depan putranya sedemikian rupa. Membuat hubungan suami istri yang tadinya manis menjadi asem.
Mila tidak ingin disebut menantu durhaka, karena itu Mila akhirnya mengakhiri perdebatannya dengan ibu mertuanya.
"Ibu, Mila tetap akan bertahan," jawab Mila tegas.
Jawaban Mila itu, semakin membuat hati Bu Siti marah dan kesal pada Mila. Apalagi setelah berkata seperti itu, Mila langsung pergi meninggalkannya.
"Dasar menantu kurang ajar, tunggu pembalasanku," gumam Bu Siti.
***
Siang itu, tubuh Mila kurang enak badan. Dia ingin beristirahat tetapi masih banyak pekerjaan yang sedang menunggu dia kerjakan. Mila masih harus membersihkan lantai dan mengepel. Sebelum membuat makan siang, semua pekerjaan rumah harus sudah selesai.
Mila membawa ember dan alat pel yang diletakkannya di pojok ruangan. Mila duduk sebentar untuk mengembalikan semangatnya yang tiba-tiba hilang.
Saat itu, ibu mertuanya meminta Mila untuk beristirahat. Biar urusan mengepel lantai, akan diteruskan oleh ibu mertuanya. Mila berusaha menolak, tetapi ibu mertuanya terus memaksanya. Mila akhirnya setuju karena kebetulan tubuhnya kurang sehat.
Mila terharu melihat ibu mertuanya merasa kasihan padanya. Mila berharap, ibu mertuanya benar-benar telah berubah.
"Terima kasih, ibu. Mila memang agak tidak enak badan hari ini," ucap Mila lemah.
"Sama-sama, Mila. Ibu lihat, wajah kamu pucat, kamu istirahat saja," kata ibu mertuanya lembut.
Mila tersenyum bahagia. Dia duduk di sofa sambil rebahan. Mencoba memejamkan mata sesaat agar nanti bisa mengerjakan pekerjaan lain. Mila menarik napas berat, seberat beban hidup yang harus ditanggungnya sebagai seorang istri.
Bayangan kebahagian setelah menikah, pupus sudah setelah dia mengalami sendiri susahnya menjadi seorang istri. Tidak hanya harus melayani suami, tetapi juga harus membuat ibu mertua menyukainya. Bahkan harus melakukan semua pekerjaan rumah tangga tanpa boleh mengeluh. Dia harus melakukannya dengan tersenyum.
Mila mulai tertidur dan tidak mendengar jika ibu mertuanya secara diam-diam menghubungi Hisam sambil menangis.
"Hisam, istrimu kejam pada ibu."
Hisam yang merasa khawatir dengan ibunya, bergegas pulang.
Bu Siti menunggu kedatangan Hisam dan membasahi matanya dengan obat tetes mata, agar kelihatan jika dia benar-benar tersiksa. Tidak lama kemudian Hisam datang dengan terburu-buru.
Hisam pulang dengan penuh amarah melihat ibunya mengepel lantai sedangkan Mila malah enak-enakan rebahan di sofa. "Coba lihat kelakuan istrimu. Dia menyuruh ibu mengepel lantai, dan dia enak-enakan tidur. Hisam, kamu tahu, jika kamu tidak di rumah, dia selalu meminta ibu melakukan pekerjaan rumah. Ibu tidak berani mengadu karena ibu takut, Mila akan bertambah membenci ibu. Ibu ingin menjadi mertua yang baik untuk Mila. Tetapi Mila sama sekali tidak mau terima," aduan Bu Siti pada Hisam yang membuat Hisam gelap mata. Wajah tampan Hisam dan tatapan mata yang dulu lembut, kini telah berubah merah menyala penuh amarah. Hisam menganggap bahwa selama ini Mila sudah memperlakukan ibunya seperti pembantu seperti yang dikatakan ibunya.
Mila terbangun saat seseorang dengan kasar membangunkannya. Mila kaget saat melihat suaminya pulang dalam keadaan marah.
"Mas, kok sudah pulang?" tanya Mila sambil berdiri.
Jawaban dari pertanyaan Mila, adalah sebuah tamparan keras yang melayang ke wajahnya. Tamparan dari tangan pria yang selalu dipujanya. Mila menangis bukan karena sakitnya tamparan itu tetapi karena sakit hatinya diperlakukan kasar oleh suaminya. Pria yang kini menjadi imamnya, telah membuatnya kecewa.
"Jangan perlakukan ibuku seperti pembantu!" teriak Hisam yang membuat Mila ketakutan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments