Talak Aku, Mas
Bab 1
Mendengar suara Rehan yang sudah ia sadari bahwa suaminya itu sangat marah, tak membuat Dinda berhenti memenuhi panggilan suaminya, Dinda terus melaju hingga menyentuh gagang engsel kamarnya.
Dengan cepat Dinda masuk karena ia tak ingin Rehan melampiaskan amarahnya di depan kamar, karena hal itu pastinya akan mencuri perhatian ke dua orang tuanya saat tak sengaja mendengar.
Bam
Suara pintu kamar yang di tutup kuat oleh Rehan membuat Dinda terhenti, berbalik badan membalas tatapan Rehan yang seperti ingin mencengkeram saat itu juga.
"Apa kamu nggak bisa masuk kamar dengan hati-hati, Mas! Anak kita ini sedang tidur di gendongan aku, kalau dia bangun gimana," protes Dinda menatap kesal.
"Letakkan Arka di tempat tidurnya, karena aku ingin bicara denganmu!" titah Rehan dengan membalas tatapan sinis Dinda.
Dinda tak menjawab, namun gerak tubuhnya mengikuti perintah sang suami yang memintanya untuk meletakkan Arka. Setelah itu tak menunggu lama pergelangan tangan Dinda seketika ditarik oleh Rehan sebelum ia siap untuk menghadap sang suami.
"Mas, apaan si!"
Dinda mengibas pergelangan tangannya yang terasa sedikit sakit karena ditarik oleh Rehan, melihat Dinda seperti melawan membuat tatapan mata Rehan semakin tajam.
"Dinda, benar kamu menghina Sekar dan mengatainya tadi di restoran?" tanya Rehan.
"Memangnya kenapa, Mas? Kamu nggak terima kalau aku hina pelakor itu, seharusnya bukan hanya mengatainya, tapi merobek dress yang ia gunakan dan menjambak rambutnya yang terurai itu!" geram Dinda tanpa merasa takut sama sekali dengan Rehan.
"Dinda! Berani-beraninya kamu memiliki niat untuk itu, memangnya punya hak apa kamu atas Sekar," maki Rehan tak terima.
"Tentu saja karena aku istri sah kamu, Mas. Jadi mau bagaimana pun status Sekar, dia tidak akan mengungguli status ku. Dan seharusnya kamu sadar itu!"
Dinda terlihat sangat pemberani, saat Rehan memanggil dirinya hanya untuk membahas Sekar, mendengar jawaban Dinda yang begitu menantang membuat Rehan meradang dan terlintas di benaknya untuk memberikan pelajaran.
"Mulut kamu ini perlu diberi pelajaran, Dinda!"
Rehan menarik kembali pergelangan tangan Dinda menuju kamar mandi, Rehan menyalakan shower dengan deras lalu mengarahkan shower itu pada tubuh dan rambut Dinda.
Malam-malam yang seharusnya bisa dinikmati oleh Dinda dengan istirahat, justru harus ia lalui dengan mendapatkan hukuman dari Rehan yang terus menyiram tubuhnya dengan air.
"Mas, udah Mas, cukup!" teriak Dinda kedinginan.
Rehan tak mengindahkan keluhan Dinda yang sudah menggigil, kesalahan Dinda membuat dirinya tidak bisa mengontrol diri dan berbuat seperti itu, hingga akhirnya Rehan merasa puas dan mematikan shower.
Tatapan Rehan kian tajam di saat Dinda mendekap tubuhnya karena kedinginan.
"Dinda, aku akan menghukum mu lebih dari ini kalau kamu berani mengganggu Sekar lagi!" ancam Rehan berlalu pergi.
Rehan memutar tubuhnya dan menghilang dari pandangan Dinda yang mulai buram, dengan tangan yang gemetar Dinda meraih handuk untuk membalut tubuhnya yang kedinginan. Ia buru-buru keluar untuk mengganti pakaiannya yang basah.
Sementara Rehan mengendap-endap hendak keluar dari rumah, berharap bahwa tidak ada satu orang pun yang menyadari kepergiannya malam ini.
Untuk menebus rasa bersalahnya dengan Sekar, Rehan berhenti di salah satu toko bunga yang masih buka, dan membawakan buket bunga kesukaan Sekar untuk memikat kembali hatinya yang sudah patah karena ulah Dinda.
Sengaja Rehan tidak memberitahu Sekar bahwa malam ini ia akan ke rumahnya, karena ia ingin memberikan sebuah kejutan hangat untuk Sekar.
Tok... Tok... Tok...
Suara ketukan pintu menyadarkan Sekar yang saat itu sedang duduk bersandar di sofa, ia tidak tahu siapa yang datang malam-malam begini, karena ia tidak memiliki janji pada siapapun.
Ketukan yang semakin kuat pun membuat Sekar akhirnya bangkit dan berdiri di depan pintu.
"Siapa?" tanya Sekar sebelum memutuskan untuk membukanya.
"Ini aku sayang, Rehan." jawab Rehan dari luar.
Mendengar suara yang sangat familiar tentu saja membuat Sekar merasa senang dan langsung membukanya, meskipun hatinya masih kecewa namun Sekar tak mau melewatkan kehadiran Rehan, ditambah lagi dengan bunga yang dibawakan oleh Rahan, membuat Sekar luluh di hadapan Rehan.
"Ini untuk aku, Mas?" tanya Sekar malu-malu.
"Tentu saja, memangnya ada wanita lain yang saat ini ada si hadapan aku," ucap Rehan mengulas senyum.
"Aaa, makasih ya Mas. Kamu memang jago banget ngambil hati aku."
Sekar bergelayutan di pergelangan tangan Rehan dengan manjanya, ia juga menciumi buket bunga itu dengan gembira, melupakan kekecewaan yang telah dibuat oleh Dinda padanya.
"Kamu nggak ada niat buat ngajak aku masuk, sayang?" tanya Rehan.
"Ya ampun Mas, saking fokusnya aku sama bunga ini, aku jadi lupa ajak kamu masuk. Ya udah ayo kita masuk," ajak Sekar masih menempel tubuh Rehan.
"Oh ya Mas, kamu ke sini memang nya nggak masalah, kan ada mertua kamu dan istri kamu yang nyebelin itu," sambung Sekar mengajak Rehan duduk.
"Aku udah kasih wanita gendut itu pelajaran sayang, aku mandiin dia sebelum aku datang ke sini pakai air dingin, aku marah dan kesel banget denger cerita kamu. Kalau soal mertua, kamu tenang aja sayang, mereka udah tidur lelap di kamar." jelas Rehan menumpahkan isi hatinya.
Sekar nampak ceria mendengar kabar gembira itu, wajahnya semakin berseri dan tertawa puas dengan semua kabar yang diberikan oleh Rehan, nampaknya itu memang sumber kebahagiaan bagi Sekar, melihat Dinda menderita.
Sementara di sisi lain, Dinda sedang menangis sedih memikirkan nasib rumah tangga nya, ia harus bersikap seolah tidak ada masalah apa-apa pada orang tuanya. Ia juga nampak menangis tersedu mengingat perlakuan kasar Rehan yang membuatnya kedinginan.
'Ya Tuhan, pantaskah aku mempertahankan rumah tangga yang sudah tidak baik-baik saja ini, tapi bagaimana dengan nasib anakku yang masih bayi, dan orang tuaku yang tidak akan percaya dengan nasib rumah tangga ku.' batin Dinda yang masih mendekap tubuhnya.
Dinda menangis sejadi-jadinya di balutan selimut tebal miliknya, kesedihan dan air mata yang terus menetes membuat Dinda merasa sedikit pusing, dan memutuskan untuk memejamkan ke dua matanya.
***
Senja pagi menyapa, Dinda tak kunjung bangun untuk menyiapkan semuanya. Seharusnya Dinda memasak menu sarapan karena bi Iyas masih belum kembali.
Namun sudah hampir pukul delapan pagi, Dinda masih terbaring dengan gemetar dan berselimut tebal, Dinda pun mengigau terus menerus layaknya anak kecil yang sedang berada di alam bawah sadarnya.
Sementara bu Andin yang sudah mandi dan wangi, keluar dari kamar tamu untuk membantu membersihkan rumah, namun saat ia keluar keadaan rumah masih sunyi, lampu-lampu pun masih menyala dengan terang.
"Ya ampun, susah banget kalau nggak ada pembantu, jam segini aja lampu masih nyala, ini pemborosan namanya. Eh, tapi ngomong-ngomong di mana Dinda, ya?"
Bu Andin nampak berbicara sendiri sembari berjalan keliling mematikan lampu. Bu Andin pun naik ke lantai dua untuk mematikan lampu yang ada di depan kamar Dinda, bu Andin menoleh ke daun pintu kamar Dinda, mengira bahwa Dinda masih belum terbangun.
"Masa jam segini Dinda belum bangun, si?" tanya bu Andin pada dirinya sendiri.
Langkah kaki bu Andin mulai mendekati pintu kamar itu, namun berhenti sejenak karena ragu dan takut mengganggu istirahat anak dan menantunya tersebut, yang ia kira masih ada di dalam kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
Uthie
Dari judul menarik... dan awal baca juga sangat menarik disimak 👍👍👍
2024-07-04
0
Mamah Dara
nyimak dl bab 1
2023-06-27
0
Soraya
permisi numpang duduk dl ya kak
2023-05-25
0