"Emm, Rehan mau ke toko, Bu," ucap Rehan sedikit salah tingkah.
"Tapi kamu wangi banget, emmm? O ya, Ibu sampai lupa kasih tau kamu, kalau Dinda itu dibawa sama Bapak kamu ke dokter, dia demam," sahut bu Andin memberi tahu.
"Oh ya? Memangnya Dinda kenapa, Bu?" tanya Rehan mengerutkan dahi, lagi-lagi Dinda membuat Rehan tidak nyaman dengan berita sakitnya.
Bu Andin menjelaskan perihal sakit yang dirasakan oleh Dinda saat ia menyentuh tubuhnya yang sangat panas, dan Dinda pun menggigil. Namun mendengar cerita dari bu Andin tak membuat Rehan merasa iba lantaran ia tahu penyebab sakitnya Dinda.
Hal itu menarik perhatian bu Andin kembali, karena sepertinya Rehan sama sekali tak merasa simpati. Namun saat melihat tatapan mata bu Andin mengarah padanya dengan curiga membuat Rehan berpura-pura peduli dengan Dinda.
"Ya ampun Bu, ya udah kalau gitu Rehan nggak perlu ke toko, Rehan mau jenguk Dinda dulu," ucap Rehan buru-buru.
"Oke... Iya... Kamu memang harus ke sana." jawab bu Andin nampak kikuk mendengar ucapan Rehan.
Rehan berpamitan lalu pergi meninggalkan bu Andin, bu Andin memperhatikan Rehan dari jauh yang saat itu sudah menutup pintu mobilnya. Ia masih nampak ganjal dengan menantunya itu, yang sifatnya seperti ada sesuatu yang dirahasiakan.
"Ya ampun, apa si aku ini, kenapa aku sejak kemarin di sini berpikir buruk terus sama pernikahan Dinda dan Rehan padahal sejak pertama masuk ke rumah ini, mereka justru nampak biasa saja." ungkap bu Andin menepuk dadanya sendiri yang merasa sangat cemas sendiri.
Di perjalanan Rehan harus menghubungi Sekar untuk membatalkan kencannya yang sudah direncakan semalam, ia terpaksa melakukan itu lantaran Dinda yang justru sakit karena ulahnya sendiri.
Sementara Sekar yang sudah terlihat sangat cantik itu buru-buru mengangkat telpon dari Rehan, karena ia berpikir bahwa Rehan sudah menunggunya di luar.
[Ya, halo mas,] sapa Sekar manja.
[Sayang, kita batalkan dulu kencan kita ya, aku nggak bisa pergi sama kamu hari ini karena Dinda sakit] ucap Rehan dari sebrang.
Sekar tak langsung menjawab, ia merasa sangat kesal lantaran keputusan Rehan membatalkan kencannya hanya karena Dinda. Tersadar bahwa Sekar tak menjawab pembicaraannya membuat Rehan memanggil Sekar beberapa kali hingga Sekar pun bersuara.
[Kenapa harus Dinda si mas, yang jadi alasan kamu membatalkan rencana kita!] protes Sekar bernada tinggi.
[Sayang, kamu harus ngerti dong, di rumahku kan masih ada ibu sama bapak mertua aku, nggak mungkin kan aku nggak perduli sama Dinda, walaupun aku sebenarnya sama sekali nggak pengen jenguk dia di rumah sakit,] elak Rehan memberi alasan.
[Udah lah mas, aku nggak mau denger kamu sebut nama Dinda lagi.]
Tuut
Dengan cepat Sekar mematikan sambungan teleponnya dan setelah itu melemparkan ponsel tersebut di atas ranjang kamarnya, ia terduduk di depan meja rias dengan pandangan yang sangat marah. Ia sudah berdandan semaksimal mungkin untuk menyambut kedatangan Rehan hari itu, namun semua itu harus sia-sia lantaran Dinda yang sedang sakit.
"Dinda lagi, Dinda terus! Kapan si mas kamu bisa full kasih waktu buat aku, kenapa kamu mesti bohongi perasaan kamu kalau kamu itu peduli sama Dinda, kamu bilang kamu nggak cinta sama dia, mas!" maki Sekar marah.
Sementara Rehan yang mendapatkan sikap kasar dari Sekar itu merasa sangat bersalah, lantaran ia lagi-lagi harus mengecewakan kekasih hatinya itu hanya demi seorang istri yang sudah tidak cantik lagi di matanya itu.
***
Tibanya di klinik yang dituju, beberapa mobil terparkir di depan parkiran, dan salah satunya Rehan melihat mobil Dinda yang terparkir di sana, dengan terpaksa Rehan harus menyingkirkan Sekar dari parkiran untuk berpura-pura perhatian dengan Dinda.
'Di mana ruangan Dinda, ya?' batin Rehan celingukan mencari Dinda dan mertuanya.
Di ujung lorong, Rehan melihat ada seorang bapak yang sudah berumur sedang berdiri di salah satu ruangan yang tertutup, menunggu dengan cemas dengan memainkan jemari-jemarinya sendiri.
"Bapak...."
Suara Rehan terdengar lirih, pak Roy menoleh ke belakang dan menyadari kedatangan Rehan.
"Mantu, syukurlah kamu datang," ucap pak Roy melempar senyum.
"Gimana keadaan Dinda, Pak?" tanya Rehan tanpa basa basi.
"Dokter yang memeriksa belum keluar, karena tadi harus antri dengan yang lain," ucap pak Roy masih menunggu dengan cemas.
"Kenapa nggak di rumah sakit besar aja Pak, kenapa Dinda di bawa ke klinik ini?" tanya Rehan memprotes ayah mertuanya, seolah-olah begitu mencemaskan Dinda.
"Ini aja Dinda Bapak paksa Mantu, tadinya Dinda nggak mau ke dokter. Dia maunya pergi ke Apotek aja buat beli obat." jawab pak Roy menjelaskan.
Rehan pun menepuk pundak pak Roy, memberikan semangat dan mengajaknya untuk duduk. Agar bisa sedikit lebih tenang sambil menunggu pemeriksaan selesai.
Tak lama kemudian, pintu itu pun terbuka. Dua laki-laki yang tengah duduk menunggu itu segera bangkit dan menemui dokter.
"Dok, bagaimana keadaan istri saya?" tanya Rehan mendahului pak Roy.
"Istri Bapak tidak apa-apa, ia hanya terkena demam biasa. Saya sudah tulis resep untuk diminum oleh istri Bapak, bisa Bapak tebus di Apotek," sahutnya melempar senyum.
"Baik Dok, terima kasih banyak." jawab Rehan menerima catatan resep itu.
Pak Roy sangat lega mendengar hal itu, ia takut ada sesuatu yang serius lantaran Dinda baru saja melahirkan, ia tidak mau kalau terjadi apa-apa dengan putri semata wayangnya itu.
"Mantu, kamu nggak mau jenguk istri kamu?" tanya pak Roy yang menyadari Rehan hendak pergi.
"Pak, dokter tadi bilang Rehan suruh tebus obat ini di Apotek, jadi Rehan tebus dulu aja, ya," ucap Rehan beralasan.
"Tapi Dinda masih di dalam, apa kamu nggak mau jenguk istri kamu sebentar aja," ajak pak Roy sedikit memaksa.
"Oh, ya udah Pak, ayo kita masuk."
Rehan akhirnya mengalah dan mengikuti ajakan ayah mertuanya untuk melihat keadaan Dinda di dalam, Dinda yang sedang merebahkan tubuhnya di brankar itu menyadari kedatangan ayah dan suaminya.
Dinda berusaha untuk bangkit lalu di halangi oleh tangan pak Roy yang sigap membantu.
"Dinda Bapak bantu, ya," ucap pak Roy melempar senyum.
"Makasih banyak, Pak. O ya, sekarang kita pulang yuk, Dinda udah nggak papa kok," ajak Dinda tanpa menoleh ke arah Rehan.
"Beneran kamu nggak papa? Dinda, ibu yang menyusui itu kalau bisa jangan sakit, karena kalau kamu sakit otomatis Arka akan ikut sakit, apalagi Arka masih meminum asi kamu," ucap pak Roy memberikan nasehat. Ia khawatir dengan keadaan putrinya itu.
"Iya Pak, mungkin karena waktu tidur Dinda yang tidak teratur, jadi Dinda demam begini."
Dinda sama sekali tidak membawa nama Rehan, sekalipun sakitnya itu lantaran disiksa oleh Rehan dengan memandikannya malam itu menggunakan air dingin, padahal selama hamil dan melahirkan Dinda sama sekali tidak pernah menggunakan air dingin untuk dirinya mandi.
Rehan hanya terdiam, kehadirannya sama sekali tidak membuat Dinda melirik kepadanya, Dinda terlihat kecewa dan marah meskipun hal itu tidak ia tunjukkan dengan ucapan.
"Sayang, kamu itu makanya jangan kebiasaan mandi malam-malam, itu nggak sehat buat diri kamu!" celetuk Rehan menyalahkan Dinda.
Suasana di ruangan itu nampak hening, saat Rehan berbicara dan ucapannya yang justru membuat pak Roy menatap tajam ke arah putri tercintanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
Shinta Dewiana
reyhan minta di hajar kayaknya
2023-05-17
0
Hanipah Fitri
pingin getok kepala si rehan
2023-05-05
0