Bab 2
Namun karena ia yakin bahwa menantu dan putri tersayangnya sudah bangun, membuatnya sangat percaya diri untuk mengetuk pintu tersebut.
Ketukan pintu pertama mulai dilakukan oleh bu Andin, dan menunggu sampai Dinda atau Rehan membukanya. Namun ketukan itu tak mendapatkan jawaban, hingga membuat bu Andin semakin penasaran dan terus mengetuk.
"Kok nggak ada yang nyaut, ya?" tanyanya.
Bu Andin terlihat semakin ingin membuka pintu itu, perlahan ia tempelkan telinganya dan berharap akan mendengar suara sesuatu yang ditimbulkan di dalam kamar, namun semua nampak hening hingga membuat bu Andin memutuskan untuk membuka sana pintu tersebut.
Langkah kaki bu Andin tertuju ada ranjang tempat tidur Dinda bersama Arka, lampu yang masih menyala dan jendela yang belum terbuka membuat bu Andin sadar bahwa Dinda belum bangun.
"Ya ampun, rupanya belum bangun."
Bu Andin mengulas senyum dan menarik tirai jendela lalu membukanya lebar, pandangannya mengarah pada Dinda dan mendekatinya. Tumben Dinda belum bangun saat jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi, yang seharusnya Dinda susah menyiapkan sarapan.
Saat bu Andin duduk di ujung bibir ranjang dan tak sengaja menyenggol pergelangan tangan Dinda yang sangat panas dan menggigil membuat bu Andin tersadar bahwa Dinda sedang demam.
"Astaga, Dinda... Badan kamu panas banget," ucap bu Andin panik.
Dinda membuka ke dua matanya saat bu Andin sibuk memeriksa suhu tubuhnya, Dinda masih berada dalam dekapan selimutnya yang tebal, menyadari bahwa ada seseorang yang sedang mengajaknya berbicara.
"Bu, Dinda kedinginan," rintih Dinda gemetaran.
"Ya ampun, kok bisa si sayang, di mana suamimu?" tanya bu Andin yang menyadari bahwa di kamar itu tidak ada Rehan.
Dinda terdiam, ia tahu bahwa Rehan malam ini menginap di rumah Sekar, dan hal itu tidak mungkin ia katakan pada ibunya yang saat ini menatap menunggu jawaban.
"Mungkin mas Rehan udah di toko, Bu," ucap Dinda, lirih.
"Ya udah kalau gitu, kita ke rumah sakit sekarang ya," ajak bu Andin yang tidak tega melihat keadaan Dinda.
"Nggak usah Bu, Dinda hanya demam biasa. Kalau Ibu tidak keberatan, boleh Dinda minta buatkan teh hangat?" pintanya.
"Tentu saja boleh, Ibu buatkan dulu ya." jawab bu Andin mengulas senyum dan meninggalkan Dinda.
Dinda pun kembali menyelimuti tubuhnya yang tersingkap, untuk mengurangi rasa dingin yang ia rasakan. Tak lama kemudian bu Andin datang membawa teh hangat dan sepotong roti untuk Dinda, meskipun Dinda tidak meminta roti yang dibawakan oleh sang ibu.
"Sayang, ayo bangun dulu, kamu nikmati teh hangat dan sepotong roti ini dulu," ucap bu Andin membangunkan kembali Dinda.
"Iya Bu, terima kasih. Maaf sudah merepotkan Ibu," sahut Dinda menyandarkan tubuhnya pada dipan.
"Nggak kok Dinda, Ibu sama sekali tidak merasa kerepotan, ayo di minum."
Bu Andin menyodorkan teh hangat itu dan diterima oleh Dinda, sedikit demi sedikit Dinda mulai menyeruput minuman itu beserta sepotong roti yang disiapkan oleh ibunya. Sementara bu Dinda dengan sigap menggendong Arka yang baru saja terbangun dan menangis.
"Cup... Cup... Cup sayang, cucu Nenek nggak boleh nangis," ucapnya mendekap tubuh Arka.
"Mungkin Arka haus Bu. Sini, biar Dinda beri Asi," pinta Dinda menyodorkan tangan ingin meraih Arka, meskipun sebenarnya ia masih sangat gemetar.
"Tapi Ibu ragu Dinda, badan kamu itu lagi demam, kalau kamu memberikan Asi dalam keadaan demam seperti itu, Ibu khawatir nanti akan menular pada Arka," sahut bu Andin cemas.
"Benarkah, Bu? Tapi bagaimana dengan Arka yang pastinya sangat membutuhkan Asi dari Dinda?"
Dinda nampak bingung, rasanya saat ia sakit ia harus melibatkan Arka yang masih menyusui, keadaan tubuhnya memang sangat mempengaruhi Asi yang ia hasilkan.
Karena tidak ada pilihan lain, bu Andin pun akhirnya membiarkan Dinda memberikan Asi-nya, karena Arka terus menangis lantaran kehausan setelah bangun tidur.
"Dinda, sebaiknya setelah ini kamu harus pergi ke dokter, biar kamu bisa cepat sembuh dan Arka nggak minum Asi yang tidak sehat dari Ibunya," ucap bu Andin memberi solusi.
"Ya Bu, nanti setelah ini Dinda akan pergi ke dokter." jawab Dinda yang tidak ada pilihan lain.
Bu Andin menunggu di sana sampai Arka selesai meminum Asi, dan setelah itu bu Andin membawa Arka turun untuk bermain, karena ia tidak mau Arka terlalu dekat dengan ibunya yang sedang sakit.
Sementara Dinda menggunakan waktu itu untuk mandi dan bersiap-siap karena ia akan pergi ke dokter, setelah siap Dinda turun menggunakan jaket tebal dan kaus kaki, karena ia merasa saat itu sedang berada di pegunungan yang sangat dingin, hingga membuat tubuhnya gemetaran. Dinda melihat bu Andin dan pak Roy sedang duduk di ruang keluarga, menimang Arka yang merasa bahagia.
"Dinda, kamu mau ke mana?" tanya pak Roy yang menyadari kedatangan Dinda.
"Mau ke dokter Pak, Dinda demam," ucap Dinda melempar senyum tipis, tidak menutupi wajah pucat nya yang menunjukkan bahwa ia tidak baik-baik saja.
"Ya ampun, ya sudah Bapak antar kamu, ya?" tawar pak Roy bangkit dan berjalan mendekati Dinda.
"Iya Pak, kayaknya Dinda nggak bisa bawa mobil sendiri, maaf ya Pak udah merepotkan Bapak, m" sahut Dinda merasa bersalah.
"Nggak kok Dinda, nggak ada yang merasa direpotkan sama kamu, ayo kita lekas berangkat." ajak Pak Roy membantu Dinda berjalan.
Bu Andin pun mengantar kepergian anak dan suaminya itu, sembari menimang Arka yang masih belum dimandikan, setelah mobil Dinda tak terlihat, barulah bu Andin memutar tubuhnya untuk menutup pintu.
Namun belum sempat pintu itu tertutup rapat, bu Andin melihat ada sebuah mobil yang masuk kembali ke garasi yang sebelumnya pintu pagar itu telah tertutup, Rehan pulang setelah bersenang-senang semalaman dengan Sekar, ia tinggalkan Dinda yang sudah ia siksa semalam.
"Itu kan mantu, kok dia pulang lagi, bukannya kata Dinda dia ke toko?" tanya bu Dinda yang berada di balik pintu.
Rehan mengunci mobil dan berjalan menuju pintu utama, dan saat ia membukanya ia dikejutkan dengan kehadiran bu Andin yang ada di sana sedang menggendong Arka.
"I-ibu, Ibu ada di sini," sapa Rehan sedikit salah tingkah.
"Iya Mantu, kamu dari mana? Apa kamu tidak berpapasan dengan mobil Dinda di depan?" tanya bu Andin yang menatap tajam.
"Mobil Andin? Iya Bu, Rehan ketemu di depan. O ya, Rehan naik dulu ya, Bu." jawab Rehan justru sangat cuek.
Rehan berlalu pergi, ia tidak peduli dengan keadaan Dinda yang sedang sakit. Bahkan tidak sedikit pun ia merasa ingin bertanya ke mana Dinda hendak pergi, bu Andin menghela napas memperhatikan langkah kaki Rehan yang menghilang setelah menaiki beberapa anak tangga untuk sampai di kamarnya.
'Kok Rehan aneh ya, kenapa dia nggak tanya atau penasaran gitu Dinda pergi ke mana, kok kayaknya acuh gitu?' batin bu Andin berjalan menuju ruang keluarga.
Tak lama kemudian, Rehan kembali turun setelah mandi dan memakai baju yang sangat rapi, Rehan nampak segar dan wangi, hingga penampilan Rehan menarik perhatian bu Andin yang melihatnya.
"Rehan, kamu mau ke mana?" tanya bu Andin menghentikan langkah Rehan.
Rehan tak langsung menjawab, ia terlihat kikuk mendengar pertanyaan bu Andin yang sepertinya sangat penasaran dengan nya. Karena Rehan tidak terbiasa dengan kebohongan yang harus ia lakukan untuk menutupi perbuatannya di luar rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
Uthie
Udah sihh laki kaya gtu di hempaskan aja 😌😡
2024-07-04
0