Batal Cerai
“Kamu jangan sedih gitu dong, Sayang!” ujar Gandhi pada kekasihnya yang tampak murung.
Ayara sama sekali tidak peduli dengan ucapan kekasihnya. Pasalnya Gandhi baru saja mengatakan kalau pria itu akan kembali ke luar negeri lantaran liburannya telah usai dan akan kembali menjalani rutinitas perkuliahannya lagi.
Ayara dan Gandhi sudah dua tahun menjalin hubungan. Sayangnya mereka menjalani hubungan jarak jauh atau dengan kata lain Long Distance Relationship. Meskipun demikian, hubungan mereka tampak awet sampai sekarang. pertengkaran kecil yang terkadang terjadi pada hubungan mereka tak membuat renggang hubungan mereka.
Ayara yang sedang menempuh Pendidikan sarjana dan sebentar lagi lulus, dengan sabar menunggu janji sang kekasih yang akan menikahinya saat Gandhi menyelesaikan studi S2 nya satu tahun lagi. dan seperti biasa, jika ada waktu luang atau sedang liburan, Gandhi selalu pulang untuk menemui kekasih hatinya yaitu Ayara.
Gandhi hanya mengusap wajahnya dengan kasar saat melihat wajah kekasihnya yang ditekuk seperti itu. dan ini sering terjadi jika dirinya berpamitan hendak kembali ke luar negeri.
“Aku janji, dua bulan lagi akan pulang. aku akan usahakan juga sering pulang, agar kita bisa bertemu.” Ucap Gandhi setelah menemukan ide agar tidak membuat kekasihnya bersedih lagi. entah dia bisa menepati ucapannya itu atau tidak, yang terpenting berusaha membuat Ayara senang dulu.
Benar saja, Ayara langsung berbinar setelah mendengar ucapan Gandhi. Bahkan tidak segan-segan perempuan itu langsung memeluk kekasihnya. Gandhi sendiri tampak lega melihat sikap Ayara yang sudah tidak bersedih lagi.
“Ya sudah, lebih baik kamu pulang dulu. Ini sudah malam, nanti Mama dan Papa kamu marah kalau tahu anak perempuannya yang paling cantik ini pulang malam.” ucap Gandhi sambil mengusap lembut pucuk kepala Ayara.
Ayara menganggukkan kepalanya. Setelah itu ia pulang dengan mengendarai mobilnya sendiri. Karena memang Ayara dan Gandhi menjalin hubungan tanpa sepengetahuan orang tuanya. Apalagi Papanya terlihat tidak suka dengan Gandhi. Jadi mereka selalu sembunyi-sembunyi jika bertemu.
Gandhi sendiri tidak mempermasalahkan hal itu. karena memang dirinya masih belum memiliki pekerjaan tetap. Dia kuliah di luar negeri juga sambil ikut kerja di perusahaan Omnya. Karena hanya Omnya keluarga yang ia miliki. Mungkin jika nanti pendidikannya sudah selesai, dan pekerjaannya mapan, baru ia berani bertemu dengan kedua orang tua Ayara. Tentunya dengan melamarnya.
Ayara melambaikan tangannya pada Gandhi saat ia baru saja masuk ke dalam mobilnya. Setelah itu ia melajukan mobilnya pulang.
***
Ayara sampai rumah pukul sembilan malam. menurutnya itu waktu yang masih wajar, dibandingkan teman-temannya yang pulang berkencan dengan kekasihnya di atas jam sembilan malam.
“Kamu tahu sekarang jam berapa, Ay?” tanya Mirza, Sang Papa yang kini tengah duduk di sofa dengan tatapan dingin tertuju pada anak perempuannya.
“Masih jam sembilan juga, Pa. apa ada yang salah?” Jawab Ayara sama sekali tidak terpengaruh dengan tatapan dingin Papanya.
Setelah menjawab pertanyaan Papanya, Ayara bergegas menaiki tangga, masuk ke kamarnya. Namun lagi-lagi langkahnya terhenti saat mendengar suara Papanya yang masih sarat dengan nada marah.
“Aya, kamu ini anak perempuan. Tidak sewajarnya kamu pulang malam seperti ini. apalagi hanya untuk bertemu laki-laki seperti dia.”
Mirza jelas tahu kalau beberapa hari ini Aya sering pulang malam karena anaknya itu selalu bertemu dengan laki-laki yang tidaki ia sukai. Padahal dia dulu pernah mengatakan pada Aya agar tidak lagi dekat dengan Gandhi. Tapi ternyata Aya diam-diam bertemu dengan Gandhi tanpa sepengetahuan dirinya.
Ayara sendiri yang awalnya terkejut karena Papanya mengetahui pertemuannya dengan Gandhi, kini berbalik badan menatap Papanya dengan tatapan tak kalah dingin juga.
“Pa, aku sudah dewasa. Umurku sudah dua puluh dua tahun dan bukan anak kecil lagi. bisakah Papa tidak membatasi pergaulanku. Aku tentu masih bisa membedakan mana yang baik dan tidak. Dan Gandhi adalah pria yang sangat baik,-“
“Cukup! Kamu sekarang sudah berani membantah Papa?” sahut Mirza tak terima dengan ucapan anak perempuannya.
Ayara semakin kesal. Ia tidak lagi menimpali ucapan Papanya. Dan kembali melanjutkan langkahnya masuk ke dalam kamar.
Brakkk
Ayara membanting pintu kamarnya cukup keras, dan masih bisa didengar jelas oleh Mirza yang masih setia berdiri di bawah tangga.
“Mas, sudah malam. lebih baik kita segera tidur.” Devina menghampiri suaminya setelah menyaksikan perdebatan antara anak perempuannya dengan suaminya baru saja.
Mirza hanya menghembuskan nafasnya pelan. Tidak ingin lagi membahas tentang Ayara pada istrinya. Tentu saja ia selalu lemah jika di hadapan sang istri. Akhirnya ia pun mengikuti istrinya masuk ke dalam kamar yang ada di lantai satu.
Sedangkan Ayara yang baru saja masuk kamarnya dengan perasaan kesal, ia melempar tasnya ke sembarang arah begitu saja. setelah itu ia menghubungi sahabatnya untuk mencurahkan isi hatinya saat ini.
Seperti biasa, kalau sedang kesal, sedih, ataupun senang, hanya Lissa lah yang menjadi tempat Ayara bersandar. Ayara mencurahkan smeua isi hatinya pada sahabatnya, termasuk tentang pertemuannya dengan Gandhi baru saja. sampai kekesalannya pada Papanya.
Lissa sendiri selalu memberikan nasehat yang bijak pada Ayara. Karena dia juga tahu kalau sifat Ayara selalu ingin didengarkan.
Seteah puas melakukan sesi curhat dengan sahabatnya, perasaan Ayara sedikit lebih baik. Dia mengakhiri panggilannya dan segera beristirahat.
***
Keesokan paginya Ayara terbangun dari tidurnya yang lumayan nyenyak. Dia mengecek ponselnya. Betapa terkejutnya Aya saat melihat banyak sekali pesan masuk dari Gandhi, juga beberapa panggilan tak terjawab.
Ayara tidak membaca pesan Gandhi, namun memilih langsung menghubungi pria itu. tapi sayangnya ponsel Gandhi tidak aktif. Kemudian Aya pun membaca satu per satu pesan Gandhi.
“Sayang, bisa nggak pagi ini kita bertemu? Sebelum aku balik ke LN?”
“Sayang, maaf aku harus cepat-cepat balik karena Om memintaku segera pulang.”
“Sayang, apa kamu masih tidur?”
“Ya sudah. Maaf mengganggu waktu kamu. Satu jam lagi pesawatku take off. Aku tunggu di bandara, ya?”
“Sayang!”
“Sayang! Maaf, aku pergi dulu. Aku janji akan sering pulang agar kita bisa sering bertemu.”
Ayara membaca pesan yang dikirim oleh Gandhi saat jam enam pagi tadi. dan kini ia melihat jam dinding kamarnya sudah menunjukkan pukul delapan.
“Astaga!! Bisa-bisanya aku bangun sesiang ini.” sesal Ayara dan kembali lagi merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Hatinya seketika diliputi rasa sedih saat tidak bisa bertemu lagi dengan Gandhi. Atau lebih tepatnya mengantar kekasihnya itu kembali ke luar negeri. akhirnya dengan malas, Ayara masuk ke kamar mandi untuk mencuci mukanya. Setelah itu turun untuk sarapan.
Setibanya di ruang makan, Ayara melihat ada Mama dan Papanya juga sedang sarapan. Sementara Ansel, adik laki-lakinya jelas sudah berangkat ke sekolah sejak tadi pagi.
“Selamat pagi, Pa Ma!” sapa Ayara pada kedua orang tuanya.
Mirza hanya tersenyum tipis menatap anak perempuannya. Mau sekesal apapun pada Ayara, tetap saja Mirza sangat menyayanginya.
.
.
.
*TBC
Happy Reading!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Ita Rojali
blm hbs dibaca
2024-07-26
0
Ella Achmat
Baru mulai membaca nya 😍
2024-03-05
0
Hernawati Husnul Khotimah
yang khawatir papanya,, kalau anak perempuannya pulang malam,, kalau saya sebaliknya,,😊
2024-01-29
0