“Sebenarnya Darren pria yang baik, Aya. Coba kamu kenal dia lebih dekat.” Sahut Mirza.
Ayara hanya mencebikkan bibirnya. untuk apa juga dia kenal dekat dengan pria itu. kalau urusannya dengan sang Papa hanya masalah bisnis, ya sudah. Tidak perlu ia ikut campur. Sekalipun wajahnya tampan. Tapi percuma kalau dingin. Sangat jauh berbeda dengan Gandhi yang sangat humble juga care padanya.
“Darren itu duda. Dia ditinggal istrinya pergi untuk selamanya. Jadi wajar kalau sikapnya pada kamu atau pada semua wanita agak dingin kayak tadi, Ay.” Ucap Mirza mencoba untuk memberitahu sedikit hal tentang Darren.
“Ya sudah, buat apa juga Aya harus tahu sih, Pa? Aya lapar nih, Papa ngajak aku makan siang nggak?” ucap Ayara mengalihkan pembicaraan.
Mirza hanya menghela nafas pelan. Kemudian meraih kunci mobilnya dan mengajak Ayara keluar makan siang di salah satu restaurant seafood yang cukup terkenal.
Beberapa saat kemudian Aya dan Papanya sudah tiba di restaurant. Restaurant itu selalu ramai oleh kalangan pengusaha yang menghabiskan waktu makan siangnya di sana. Terkadang juga melakukan meeting di sana.
Aya mengambil tempat duduk di luar daripada di ruangan vvip. Karena hanya berdua dengan Papanya saja. tidak sedang meeting dengan klien. Tak lama kemudian datang seorang pelayan membawa buku menu makanan untuk Aya dan Papanya.
Saat Aya sedang memesan beberapa makanan kesukaannya, tiba-tiba ponselnya berdering ada panggilan dari Gandhi. Aya tak langsung menerima panggilan itu karena sedang bersama Papanya. Setelah ini ia akan kembali menghubungi Gandhi dengan beralasan ke toilet pada Papanya.
Mirza menatap heran pada anak perempuannya yang tampak aneh saat berpamitan ke toilet. Namun itu hanya sekilas, sebelum akhirnya ia mendapat panggilan dari Tuan Melviano, Papa dari Darren.
Kini Ayara sudah berada toilet. Namun hanya di luar saja. karena memang butuh menghindari dari Papanya untuk bisa bicara dengan sang pujaan hati.
Gandhi menghubungi Aya karena pria itu baru saja sampai. Sekaligus meminta maaf atas kepulangannya yang maju dari jadwal yang ditentukan. Begitu juga Aya. Dia meminta maaf karena tidak bisa mengantar Gandhi pergi.
Sepasang kekasih itu kembali hangat, karena sebelumnya Aya sempat galau karena perpisahannya dengan sang kekasih. Karena keduanya saling memahami dan menyadari kalau memang menjalani hubungan jarak jauh itu tidaklah mudah. Butuh banyak pengertian juga rasa saling percaya.
“Ok, nanti aku hubungi lagi ya! Aku masih di luar nih makan siang sama Papa.” Ucap Ayara sambil berjalan keluar.
Namun rupanya Gandhi juga enggan mengakhiri panggilannya. Alhasil Aya masih bicara sambil berjalan.
Bruk
Saking fokusnya dengan Gandhi, Aya samapi tidak menyadari sedang menabrak seseorang yang baru saja keluar dari toilet. Beruntungnya dia tidak terjatuh. Karena ada seseorang yang berhasil menangkapnya.
“Lain kali kalau sedang melakukan panggilan, perhatikan sekeliling!” ujar pria itu dan segera melepas tubuh Aya begitu saja.
Ayara terkejut sekaligus masih tidak percaya pada seseorang yang menangkap tubuhnya yang hampir terjatuh tadi. Ya, pria itu adalah Darren. Dan lagi-lagi pria itu bersikap dingin padanya. Bahkan belum sempat Aya mengucapkan terima kasih, Darren sudah pergi begitu saja.
“Benar-benar pria menyebalkan!” umpat Aya dan masih bisa didengar oleh Gandhi dari balik panggilan telepon Aya yang masih terhubung.
“Sayang! Halo, Ay!”
“I..iya. Maaf, baru saja ada insiden kecil.” Ucap Aya.
“Siapa pria yang menyebalkan? Kamu bertemu dengan siapa, Sayang?” tanya Gandhi curiga.
“Oh, bukan siapa-siapa. Orang asing yang nggak aku kenal. Udah dulu ya, aku sudah ditunggu Papa.” Pungkas Aya dan segera mengakhiri panggilannya.
***
Kini Aya sudah tiba di meja dimana Papanya sedang menikmati makan siangnya. Aya berusaha bersikap biasa saja. meskipun hatinya sedikit kesal karena bertemu dengan Darren.
“Kenapa lama sekali, Ay? Tadi Papa nggak sengaja bertemu Darren. Papa ajak gabung sekalian, tapi sepertinya dia sudah ada janji.” Tanya Mirza.
“Sudah ada janji atau memang tidak ingin berinteraksi denganku.” Gerutu Ayara dengan kesal.
Mirza mendengar ucapan Aya meskipun pelan. Dia juga tidak mengerti dengan maksud ucapan Aya. Tapi Mirza tidak ingin bertanya lagi dan memilih melanjutkan makan siangnya.
***
Sudah seminggu berlalu Ayara berpisah dengan Gandhi. Tentunya bukan berpisah sungguhan. Melainkan kembali menjalani hubungan jarak jauh. Karena kepulangan Gandhi beberapa waktu yang lalu lumayan lama dibandingkan biasanya. Dan selama itu pula Aya tak pernah absen saling bertukar kabar dengan Gandhi.
Keseharian Aya hanya bersantai di rumah sambi menunggu wisudanya. Dia hanya pergi ke kantor Papanya atas sesuai perintah saja. jadi selebihnya ia gunakan untuk rebahan saja di dalam kamar. karena untuk bertemu dengan sahabatnya pun hanya bisa saat weekend, karena Lissa sendiri sibuk bekerja.
Pagi ini Aya sedang bersantai di ruang tengah sambil menonton acara televisi. Apalagi sekarang weekend, otomatis semua penghuni rumah lengkap di sana. Hanya saja mereka sibuk dengan kegiatannya sendiri-sendiri.
Ansel, adik Ayara sedang berada di ruang gym. Mamanya sedang di dapur membuat cemilan. Sedangkan sang Papa sedang berada di ruang kerja. Alhasil Aya hanya sendirian menikmati acara televisi. Bukan menikmati, melainkan dinikmati. Karena memang layar televisi itu sedang menonton Aya yang sibuk berbalas pesan dengan Gandhi.
“Aya, nanti malam persiapkan diri kamu untuk menyambut kedatangan Om Vano dan Darren. Mereka akan makan malam bersama di rumah kita.” Ucap Mirza yang tiba-tiba datang.
Ayara terkejut. Dia memperbaiki posisi duduknya dan mengabaikan pesan yang dikirim oleh Gandhi baru saja. semua itu karena ia masih tidak mengerti dengan ucapan Papanya.
“Apa maksdu Papa? Kenapa Aya yang harus bersiap?”
“Karena mereka berdua tamu istimewa kita.” Sahut sang Mama yang baru datang dari dapur sambil membawa cemilan.
“Maksudnya gimana sih, Ma? Tamu istimewa? Ada hubungan apa dengan Aya?” tanya Aya yang memang benar-benar bingung.
Mirza tampak melirik istrinya. Dan Devina memberi kode anggukan kepala. Karena memang Mirza dan istrinya sudah sepakat akan menjodohkan Ayara dengan Darren. Daripada mereka memberitahu Aya nanti malam, lebih baik sekarang saja. agar Aya juga bisa bersiap.
“Aya, Papa dan Om Vano sudah lama telah bersepakat untuk menjodohkan kamu dengan Darren.” Ucap Mirza.
“Apa?? Papa nggak bercanda kan?” tanya Aya terkejut.
“Tidak, Sayang. Mama juga setuju. Darren itu pria yang baik. Dia juga,-“
“Tidak!! Papa dan Mama tidak bisa memaksa Aya seperti ini. Aya berhak memilih siapa pria yang pantas bersanding dengan Aya. Tidak juga untuk saat ini. Aya belum ingin menikah. Aya tidak setuju.” Ucap Ayara dengan kesal dan langsung berdiri meninggalkan ruang tengah.
“Kenapa? Apa kamu menunggu Gandhi? Sampai kapanpun Papa tidak merestui hubungan kalian. sekalipun dia menempuh Pendidikan tinggi ataupun pekerjaannya lebih mapan dari Darren.” Ucap Mirza menghentikan langkah Aya.
.
.
.
*TBC
Happy Reading!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Hernawati Husnul Khotimah
masih jaman di jodoh" hin juga ,, masih kalau nanti rumah tngganya bhgia,,
2024-01-29
0
Emak Kam
emang kenapa dgn Ghandi papa😘
2024-01-10
0
❤ Nadia Sari ❤
Why??
2023-04-02
0