Ayara mengambil makanan yang tersedia di meja makan. Menikmatinya tanpa banyak bicara. Dia hanya mendengarkan obrolan Papa dan Mamanya saja. karena perasaannya masih sedih lantaran kepergian sang kekasih tanpa ia bisa mengantarnya.
“Hari ini ada jadwal ke kampus nggak, Ay?” tanya Devina.
“Nggak, Ma. Sidang sudah selesai dan tidak ada lagi keperluan kecuali persiapan wisuda bulan depan.” Jawab Aya sambil mengunyah makanannya.
“Ya sudah nanti siang datang ke kantor. Papa butuh bantuan kamu untuk merekap beberapa data keuangan.” Sahut Mirza menimpali.
Aya hanya menganggukkan kepalanya. Tidak juga berniat membahas perdebatannya dengan sang Papa semalam. Devina sendiri juga melanjutkan makannya, sebelum akhirnya mendapat panggilan dari asistennya kalau ada panggilan mendadak dari rumah sakit.
“Mas, sepertinya aku harus ke rumah sakit sekarang. ada operasi yang dimajukan pagi ini.” ucap Devina setelah menerima panggilan dari asistennya.
Mama Ayara adalah seorang dokter kandungan di sebuah rumah sakit swasta. Namun tak satu pun dari anak-anaknya yang mengikuti jejaknya di dunia kesehatan. Kedua anaknya sama-sama tertarik di dunia bisnis seperti Papanya. Namun Devina sama sekali tidak keberatan akan hal itu. baginya, apapun cita-cita dan keinginan anaknya akan selalu ia dukung.
“Ya sudah, ayo kita berangkat sekarang!” ujar Mirza juga segera mengakhiri kegiatan makannya.
Devina menurut saja. padahal ia akan berangkat sendiri jika suaminya masih menyelesaikan sarapannya. Namun ternyata sang suami dengan sigap mengantarnya ke rumah sakit. Itu lah yang disukai Devina dari sosok suaminya. pria itu selalu mengutamakan kepentingan keluarga, termasuk dirinya. Mirza sejak dulu selalu mengantar jemput istrinya ke rumah sakit. Kalaupun sibuk, dia pasti meminta sopir yang menjemput Devina.
“Papa dan Mama berangkat dulu!” ucap Mirza meninggalkan kecupan singkat di kening Ayara. Begitu juga dengan Mamanya.
“Hati-hati Pa, Ma!” teriak Aya hanya diangguki oleh Mamanya.
Ayara yang sempat sedih karena baru saja ditinggal pergi oleh kekasihnya kini sudah terlihat biasa saja. apalagi melihat perlakukan hangat kedua orang tuanya. Sejenak ia membayangkan bagaimana jika nanti hubungannya dengan Gandhi terhalang restu dari kedua orang tuanya? Khususnya dari Papanya. Kalaupun ia memaksa, tentu ia akan kehilangan momen keharmonisan di keluarganya.
“Ah, mikir apaan sih. Aku yakin Papa nanti akan menyetujui hubunganku dengan Gandhi setelah dia menyelesaikan kuliahnya dan mendapat pekerjaan yang mapan.” Batin Ayara menyemangati dirinya sendiri.
Setelah semua orang melakukan aktivitasnya masing-masing, Ayara hanya sendirian di rumah. karena memang ia belum terlalu aktif bekerja di kantor Papanya sebelum ia wisuda. Papanya juga tidak terlalu memaksanya. Membiarkan Ayara menikmati masa santainya pasca menyelesaikan sidah skripsinya yang cukup menguras tenaga dan pikiran beberapa bulan yang lalu.
Ayara masuk ke kamarnya. Dia mengirim pesan pada sahabatnya, namun tidak ada balasan. Mungkin Lissa sedang sibuk bekerja. Karena setahu Aya, sahabatnya itu kuliah sambil kerja sampingan. Akhirnya Aya masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri, setelah itu barulah bersiap untuk pergi ke kantor Papanya.
**
Sebelum jam makan siang tiba, Ayara sudah pergi ke kantor Papanya. Seperti biasa, perempuan dua puluh dua tahun itu selalu tampil modis dan cantik. Banyak sekali karyawan laki-laki Papanya yang tertarik dengan kecantikan anak bosnya itu. sayangnya mereka hanya bisa mengagumi, karena tidak mungkin bisa menyanding si putri sultan.
Ayara kini sudah masuk ke dalam lift yang akan membawanya menuju ruangan Papanya. Namun tak lama kemudian ada dua orang pria yang juga ikut masuk ke dalam lift yang sama dengannya. bahkan lantai yang dituju pun sama.
Ayara sedikit minggir memberi jarak pada dua orang pria itu. salah satu dari pria itu memang terlihat sangat tampan. Namun sayangnya wajahnya kaku dan tidak bisa senyum. Sedangkan pria yang satunya terlihat sedikit lebih sopan pada Ayara, meskipun Ayara sendiri tidak mengenalnya.
Ting
Pintu lift terbuka. Ayara lebih dulu keluar dan segera menuju ruangan Papanya. Ternyata dua pria yang keluar setelah Aya itu juga menuju ruangan Mirza.
“Siang, Pa!” sapa Aya pada Papanya yang tampak sibuk dengan layar laptop di depannya.
“Kamu duduk sebentar, Ay. Papa masih sibuk. Setelah ini selesai, akan Papa tunjukkan tugas kamu.” Jawab Mirza tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptopnya.
Tok tok tok
Baru saja Aya duduk di sofa, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar. Mirza pun menyuruh masuk pada orang itu.
Aya sendiri langsung berdiri kala ada tamu masuk. Ternyata yang masuk adalah dua orang pria yang ia jumpai saat di lift tadi.
“Darren, silakan masuk! Om hampir lupa kalau ada janji dengan kamu.” Ujar Mirza mempersilakan Darren dan asistennya duduk di sofa. Sontak Ayara pun segera berdiri, beralih duduk di kursi kerja Papanya.
“Ay, kemana? Di sini saja, sekalian Papa kenalkan sama anak rekan bisnis Papa. Namanya Darren. Darren, kenalkan ini anak Om, Ayara.” Ucap Mirza memperkenalkan.
Ayara menganguk samar sambil tersenyum kaku. Lalu mengulurkan tangannya pada Darren. Sayang sekali tak mendapat sambutan dari pria dingin itu.
“Saya Julian. Asisten pribadi Tuan Darren.” Julian menyambut uluran tangan Ayara karena ia tahu kalau atasannya tidak menerima uluran tangan Ayara.
Ayara sendiri tampak kesal. Lalu ia segera duduk di samping Papanya. Sedangkan Mirza sendiri tidak banyak komentar saat melihat sikap dingin Darren terhadap wanita. sekalipun itu sama putrinya sendiri.
Mirza sendiri sangat tahu tentang sifat Darren. Tentunya karena masa lalunya yang cukup kelam. Maka dari itu dia dan Tuan Melviano yang tak lain ayah Darren, sudah sepakat untuk menjodohkan Ayara dengan Darren. Hanya saja Mirza tidak ingin membahasnya sekarang. mungkin dengan membuat mereka berdua saling mengenal satu sama lain dulu sebelum menuju babak yang lebih serius.
Ayara sendiri diam dan menyimak obrolan Papanya dengan pria yang bernama Darren itu. meskipun sikapnya dingin, namun menurut Ayara, pria itu terlihat sangat cerdas. Apalagi saat bicara dengan Papanya terlihat santai tidak seperti saat menatapnya tadi.
Ayara pun lama-lama bosan hanya menjadi pendengar setia dari tiga pria yang tengah duduk tak jauh darinya itu. karena Mirza memang tidak melibatkan Aya dalam kerjasamanya dengan perusahaan Darren.
Akhirnya pertemuan Mirza dan Darren terpaksa berhenti karena sudah jadwalnya makan siang. Mirza pun mengundang Darren untuk ikut makian siang bersama. Sayangnya pria itu menolak secara halus dengan alasan yang cukup masuk akal.
“Untuk kelanjutannya, biar nanti diurus sama Julian saja, Om. Maaf sekali saya harus segera kembali ke kantor.”
“Nggak apa-apa. Oh iya, Papa kamu pulang kapan?”
“Kemungkinan tiga hari lagi, Om. Apa Om ada janji dengan Papa?” tanya Darren sedikit kepo.
“Tentu saja. ya sudah, biar nanti Om hubungi lagi Papa kamu.”
Setelah itu Darren dan Julian pamit undur diri. Darren mengangguk hormat pada Mirza. Namun pada Ayara, sama sekali tidak mempedulikannya. Padahal Ayara sudah berusaha bersikap ramah pada pria itu.
“Pria menyebalkan!” gerutu Ayara yang masih didengar oleh Papanya.
.
.
.
*TBC
Happy Reading!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Neneng cinta
novel ini kayanya bakalan nyesek deh😁 ditikung sahabat sendiri...
2023-04-01
3
❤ Nadia Sari ❤
Otw jodoh Ay??ati2 lho menyebalkan jadi menyenangkan 😆
2023-04-01
1
❤ Nadia Sari ❤
Napa papa Mirza gak setuju Ay sama Gandhi ya🤔
2023-04-01
1