Satu-satunya Cinta

Satu-satunya Cinta

Kejutan Pahit

Luna Syehra Putri Irawan, gadis berusia 22 tahun itu sedang mematut dirinya di cermin standing di dalam kamarnya. Senyumnya mengembang seraya bergerak ke kanan dan kiri melihat apakah penampilannya sudah sempurna atau belum.

Malam itu untuk pertama kalinya Luna berdandan dengan begitu cantik. Ia ingin memberikan kejutan kepada sang kekasih, Raihan Aditya Dermawan.

Dress ketat berwarna navy yang menampilkan lekuk tubuhnya, panjang dress itu hanya sampai batas lutut, ada belahan di bagian bawahnya, bagian atas dress itu terbuka menampakkan kedua pundaknya. Untuk wajahnya Luna hanya mememoleskan make-up tipis dan rambutnya yang bergelomban Luna biarkan terutai karena kekasihnya sangat menyukai rambutnya yang terurai.

"Sudah cantik."

Luna tersenyum saat melihat pantulan sahabat baiknya di cermin yang ada di hadapannya.

"Kau dari mana saja?" Luna menoleh melihat sahabatnya, Tiara baru saja masuk ke dalam kamarnya.

"Aku pergi untuk mencari makan. aku ingin mengajakmu, tapi sepertinya kau sangat sibuk," jawab Luna.

Luna merespon ucapan Tiara dengan senyuman yang malu-malu.

"Terima kasih untuk gaunnya. Ini sangat pas di tubuhku," ucap Luna.

"Sama-sama. Aku yakin Reihan pasti akan terpesona melihat penampilanmu malam ini," ucap Tiara.

Tentu saja karena biasanya Luna setiap hari memakai pakaian formal.

"Ini sudah jam 7. Pergilah sekarang! Jika tidak kau akan kemalaman," ucap Tiara.

"Kau benar. Tapi ... penampilanku tidak berantakan, 'kan?" tanya Luna gugup.

"Perfect."

"Ya ampun, Tiara. Aku sangat gugup. Jantungku bahkan berdetak dengan sangat cepat." Luna menarik tangan Tiara agar sahabatnya bisa merasakan debaran jantungnya.

"Jangan seperti ini. Malam ini kau akan memberikan kekasihmu sebuah kejutan. Jangan sampai kau tiba-tiba terkena serangan jantung," ledek Tiara.

"Ck, kamu ini jangan membuat aku bertambah gugup," ucap Luna.

"Cepat pergi sana. Eh jangan lupa kadonya." Tiara memberikan kotak lumayan besar dengan dibungkus pita berwarna hitam.

"Oh iya, aku lupa." Luna menepuk keningnya sendiiri lalu mengambil kado yang diberikan oleh Tiara.

Dengan senyum yang mengembang Luna melangkah keluar dari rumahnya, ia menunggu taksi online yang sudah di pesannya.

Beberapa menit menunggu taksi onlinenya datang. Luna masuk ke dalam taksi dan duduk di bangku penumpang belakang. Bersamaan dengan taksi itu melaju Luna menarik napas panjang lalu membuangnya kembalikembali untuk meredam rasa gugupnya.

Sepanjang perjalanan bibir Luna dihiasi oleh senyuman. Ia memerhatikan kado yang ia bawa untuk sang kekasih. Luna berharap Raihan menyukai kado darinya.

Malam itu adalah hari anniversary hubungan mereka yang ke 5 tahun. Luna sangat menantikan hari itu, karena Raihan berjanji akan melamarnya tepat di hari anniversary mereka yang ke lima.

Rasa bahagia itu bahkan membuat Luna menjadi hilang akal, ia berpikir akan rela jika Raihan nantinya meminta tubuhnya.

"Mba kita sudah sampai," ucap sopir taksi.

Luna terlonjak membuat semua khayalannya sirna. Luna melihat sekelilingnya, benar saja taksi yang ia sudah naiki berhenti di depan lobi apartemen yang Raihan tinggali. Karena mengkhayal Luna sampai tidak menyadari jika dirinya itu.

"Terima kasih, Pak." Luna membayar ongkos taksi sebelum turun.

Setelah turun Luna memandangi pintu masuk ke apartemen. Ia kembali menarik napas panjang untuk menghilangkan rasa gugupnya. Kedatangannya sama sekali tidak Luna beritahukan pada Raihan.

Luna pun berjalan masuk, ia berjalan menuju ke lift. Ditekannya tombol di dinding untuk membuka pintu lift. Setelah menunggu sesaat lift pun terbuka. Luna segera masuk lalu menekan tombol angka lima belas.

"Kenapa lama sekali?"

Padahal baru 5 detik yang lalu lift itu tertutup.

Hanya ada Luna sendiri di lift itu. Luna bersandar pada dinding lift, ia kembali mengkhayal kemungkinan yang akan terjadi nanti. Khayalan yang terlalu indah itu membuat Luna tersenyum-senyum sendiri.

"Aku benar-benar tidak sabar melihat reaksi Raihan nanti," ucap Luna dalam hati.

Luna melihat lampu lift sebentar lagi menujukkan angka lima belas. Gadis itu melihat dinding lift yang seperti cermin. Luna kembali merapikan penampilannya, ia tidak ingin Raihan melihatnya berantakan.

Setelah lift menujukan angka 15, Luna pun keluar. Ia berjalan menyusuri lorong-lorong tempat itu. Seperti sebelumnya karena rasa tidak sabarnya membuat lorong itu terasa panjang. Luna terus berjalan sambil menggerutu. Sampai pada akhirnya Luna menarik napas lega ketika ia sampai di depan pintu apartemen Raihan.

Untuk memasuki apartemen itu membutuhkan akses. Beruntung Raihan sudah memberinya pasword pintu masuknya.

Luna menekan tombol lalu masuk setelah pintu terbuka. Waktu sudah menujukan pukul 8 malam ia berharap Raihan sudah pulang dari kantor. Sebenarnya Luna ingin memberikan kejutan Raihan, tetapi saat ia masuk makin ke dalam ia dikejutkan oleh benda-benda yang tidak asing baginya sebuah tas, lipstik, blazer, dan pakaian dalam, semua itu milik seorang wanita.

"Ini milik siapa?" Luna mengambil pakaian dalam yang tercecer di lantai.

Meskipun membuka tas milik orang lain itu tidak baik, tetapi Luna merasa penasaran pemilik dari benda-benda itu. Luna mengobrak-abrik isi tas itu dan menemukan sebuah dompet berwarna merah, ada kartu nama bertuliskan Jenita Anggareni

"Jadi ini milik mba Jeni?" Luna sangat mengenal pemilik tas itu, dia adalah sekertaris Raihan.

"Apa pakaian ini juga milik mba Jeni, tapi kenapa berserakan di sini?"

"Apa jangan-jangan?" Pikiran negatif langsung menghampiri Lina, tetapi dengan cepat Luna menipisnya "Tidak ini tidak mungkin, Raihan bukan pria seperti itu!"

Akan tetapi Luna merasa penasaran dengan kenapa bendan-benda bisa berserakan Luna berjalan mengendap-ngendap agar tidak menimbulkan suara. Ia berjalan menuju salah satu kamar yang pintunya tidak tertutup rapat.

Saat ia sampai di depan kamar Luna terkejut oleh suara teriakan bukan teriak kesakitan, tetapi terdengar seperti teriakan kenikmatan.

"Pak, bukan di situ!"

Itu suara mba Jeni

"Ya, Pak di situ."

Suara kenikmatan itu kembali terdengar. Bukan hanya suara Jeni saja, tetapi Raihan juga. Mata Luna sudah dipenuhi oleh air mata. Bisa di pastikan dalam sekali kedipan saja air mata itu bisa jatuh.

Luna mengintip dari balik pintu yang tidak tertutup rapat. Cairan bening keluar dari matanya saat melihat Raihan mengungkungi Jeni. Tubuh keduanya sama sama polos tanpa sehelai benang.

Kesakitan Luna makin terasa saat melihat ekspresi Raihan dan Jeni, bagaimana mereka begitu menikmati apa yang sedang mereka lakukan.

Dada Luna terasa sesak seperti terhimpit oleh batu besar. Kakinya tiba-tiba terasa seperti jeli, lemas seperti tidak bisa lagi menahan berat tubuhnya. Luna berjalan mundur tidak sengaja tangannya menyenggol hiasan di atas lemari kabinet. Hiasan itu jatuh dan menimbulkan suara yang nyaring

Siapa itu?

Terpopuler

Comments

mochamad ribut

mochamad ribut

up ⚡🔨lagi

2023-03-31

1

mochamad ribut

mochamad ribut

up

2023-03-31

1

Diana Susanti

Diana Susanti

lanjut kak mantab 👍👍👍👍

2023-03-31

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!