SATU ATAP DENGANMU

SATU ATAP DENGANMU

Eps 1

''Pa, jangan tinggalin Cindhi Pa. Cindhi udah nggak punya siapa-siapa lagi selain Papa,'' ujar gadis yang bernama Cindhi. Ia menangis di depan tubuh Papanya yang sudah terbujur kaku.

Hari ini bagaikan hari kehancuran bagi Cindhi. Ia harus kehilangan sosok ayah sekaligus sosok ibu dalam hidupnya. Dari lahir Cindhi sudah tidak mempunyai Ibu. Ibunya meninggal sewaktu melahirkan dirinya. Selama ini hanya ayahnya yang mengurusnya sampai ia tubuh besar dan pintar seperti ini. Bahkan sampai ajal menjemput pun ayahnya tidak pernah berhubungan dengan wanita manapun. Ia setia pada mediang istri yang telah meninggalkannya selama 26 tahun ini.

''Nona, jasad Tuan Zeno akan di makamkan saat ini juga. Nona yang sabar dan tabah ya,'' ucap asisten Tuan Zeno yang masih setia mendampingi Tuannya walaupun Tuannya sudah bangkrut dan tidak mempunyai apa-apa.

''Baik Paman. Aku ikhlaskan kepergian Papa. Biar Papa tenang di alam sana,'' ucap Cindhi sambil mengusap air matanya yang tidak mau berhenti.

Setelah pemakaman selesai, Cindhi kembali ke rumah di antar oleh Ardi selaku asisten mediang Tuan Zeno. Namun setelah sampai di depan rumah, ia mendapat tulisan jika rumah itu sudah di sita. Hati Cindhi kembali hancur. Rumah yang dari kecil ia tempati pun akhirnya harus ia relakan.

''Nona, maaf. Rumahnya sudah di sita,'' ucap Ardi pelan.

''Semuanya sudah tiada Paman. Aku harus bagaimana?'' tanya Cindhi yang mulai berlinang air mata lagi.

''Tuan pernah berpesan kepada saya. Jika anda masih mempunyai saudara jauh, namun ia tinggal di Indonesia, tepatnya di Jakarta. Apa anda ingin bertemu dengannya? Jika iya saya akan mengurus keberangkatan anda kesana Nona,'' ucap Ardi.

''Tapi aku tidak mempunyai apapun sekarang Paman. Bagaimana aku bisa kesana?'' tanya Cindhi.

''Jangan khawatir Nona. Saya akan mengurus semuanya. Karna saya juga akan kembali ke kampung halaman saya yang ada di Manado,'' ucap Ardi.

''Terima kasih Paman. Aku sangat bersyukur kenal dengan orang baik seperti Paman Ardi,'' ucap Cindhi.

''Baiklah, kalau begitu silahkan mengambil barang-barang anda Nona. Setelahnya mari ikut ke apartemen saya. Kita akan berangkat dari sana,'' ujar Paman Ardi.

Cindhi pun memasuki rumah itu untuk yang terakhir kalinya. Ia menatap rumah itu dengan seksama, ada rasa sesak yang hinggap pada hatinya. Di umurnya yang sudah 26 tahun ini, ia malah tidak bisa berbuat apapun untuk menyelamatkan ayah serta perusahaannya. Bahkan ia hanya bisa foya-foya dengan apa yang ia miliki selama ini.

''Papa, aku akan menemui saudara jauh kita yang ada di Jakarta. Aku ingin berubah Pa. Aku janji tidak akan menjadi Cindhi yang dulu, yang hanya bisa menghabiskan uangmu saja. Aku akan belajar banyak di sana. Semoga aku bertemu orang-orang baik di sana,'' ucap Cindhi dengan berderai air mata.

Setelah semua barang-barangnya tertata rapi di dalam koper, ia pun segera ikut ke apartemen milik Paman Ardi.

''Keberangkatan kita pukul 5 sore nanti Nona. Sebaiknya anda telepon saudara anda agar bisa menjemput anda di Bandara,'' ucap Paman Ardi sambil menyerahkan sederet nomor kepada Cindhi.

Cindhi dengan ragu menerima nomor itu, ia pun mengetikkan ke dalam ponsel miliknya.

''Beritahu mereka jika anda akan ke sana Nona,'' ucap Paman Ardi yang mengetahui jika Cindhi enggan untuk menelpon.

Cindhi pun mengangguk patuh, ia menekan nomor ponsel yang baru saja ia salin ke dalam ponselnya. Deringan pertama tidak ada jawaban, namun deringan kedua langsung terdengar suara wanita.

''Halo, ini siapa ya?'' tanya wanita di balik telepon.

''Ha halo Tante, saya Cindhi. Anak Papa Zeno,'' ucap Cindhi pelan.

''Iya Nak, ada apa ya?'' tanya Wanita itu dengan lemah lembut.

''Tante, apa saya boleh ke Jakarta sekarang? saya, saya sudah tidak punya siapa-siapa lagi di sini Tan,'' ujar Cindhi sambil menahan tangisnya.

''Papa kamu kemana Nak? Sudah lama sekali kita tidak bersua kabar,'' ucap Wanita di seberang telepon.

''Papa, papa sudah nggak ada Tan. Papa meninggal,'' ucap Cindhi dengan air mata yang sudah tidak bisa di bendung lagi.

''Innalilahi, kapan Nak? Kenapa tidak ada yang mengabari Tante,'' ucap Wanita itu terdengar kaget saat mengetahui saudaranya telah tiada.

''Tadi malam Tante, dan hari ini Papa baru saja di makamkan,'' ucap Cindhi sambil terisak.

''Kemarilah Nak, nanti Tante jemput kamu di Bandara. Nanti hubungi Tante ya,'' ucap Wanita itu.

''Baik Tante, terima kasih,'' ucap Cindhi langsung mengakhiri sambungan telepon.

*

Jam 10 malam, mereka baru saja tiba di Bandara Soekarno Hatta. Paman Ardi mengantarkan Cindhi sampai bertemu dengan saudaranya. Ia belum tenang jika anak mantan majikannya ini masih belum bertemu dengan saudaranya. Biar bagaimana pun Cindhi sudah ia anggap seperti anaknya sendiri. Karna ia ikut dengan Tuan Zeno saat Cindhi masih di dalam kandungan mediang ibunya.

''Aku telpon Tante dulu Paman,'' ucap Cindhi.

Setelah sambungan telepon terhubung, ia segera bergegas ke ruang tunggu karna Tantenya ada di sana. Ia pun menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari sosok Tantenya itu.

''Cindhi?'' panggil wanita yang masih terlihat cantik walaupun usianya sudah hampir setengah abad.

''Tante?'' Cindhi pun langsung memeluk saudaranya itu. Walaupun ia belum tau wajah saudaranya itu, namun di Jakarta hanya ada satu orang yang mengenalnya.

''Sayang, kamu sudah besar sekali,'' ucap Tante Mayang sambil membalas pelukan Cindhi.

''Kenalin, aku Tante Mayang,'' ucap Tante Mayang tersenyum ke arah Cindhi.

''Saya senang sekali bisa bertemu dengan Tante,'' ucap Cindhi.

''Dan kenalin, ini anak Tante,'' ucap Tante Mayang mengenalkan anak lelakinya yang berwajah datar dan terlihat cuek.

''Cindhi,'' Cindhi mengulurkan tangannya kepada lelaki di depannya. Lelaki itu pun membalas jabat tangan Cindhi namun hanya sekilas saja.

''Ghazi,'' ujarnya datar.

''Dia seperti robot saja. Tampan sih, tapi dingin sekali,'' batin Cindhi.

Setelah mengobrol cukup lama, Cindhi pun langsung di ajak ke rumah Tante Mayang. Sebelum pergi ia tak lupa berpamitan kepada Paman Ardi.

''Paman, aku pergi dulu. Doakan Cindhi agar bahagia selalu. Semoga kita bisa bertemu lagi Paman,'' ucap Cindhi memeluk mantan asisten Papanya itu.

''Jaga diri baik-baik Nona. Jika ada apa-apa jangan sungkan-sungkan beritahu saya. Saya pasti akan membantu sebisa saya,'' ujar Paman Ardi.

''Terima kasih Paman. Paman hati-hati,'' ucap Cindhi tersenyum tulus ke arah Paman Ardi.

''Anda juga Nona,'' ucap Paman Ardi sambil melambaikan tangannya sebelum Cindhi berjalan meninggalkannya.

''Tugas saya telah selesai Tuan. Semoga anda bisa tenang di Surga dan Nona Cindhi bisa bahagia dengan kehidupannya sekarang,'' batin Paman Ardi menatap kepergian Cindhi.

*

*

Hay hay hay.

Welcome di novel ke empat author ya.

Jangan lupa tinggalkan jejaknya.

Bulan puasa nggak boleh pelit. Hehehe

Terpopuler

Comments

Rini Antika

Rini Antika

Semangat terus, udah aku masukin favorit jg

2023-09-13

0

Rini Antika

Rini Antika

penyesalan sll datang belakangan

2023-09-13

0

Rini Antika

Rini Antika

kasihan banget sih, sudah jatuh tertimpa tangga pula

2023-09-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!