Eps 2

Sesampainya di rumah Tante Mayang. Cindhi di antar menuju kamar barunya yang tak kalah luas dengan kamar nya di LN. Ia sangat bersyukur karna mempunyai saudara yang begitu baik kepadanya.

''Makasih ya Tan. Aku janji besok langsung mencari pekerjaan agar tidak selalu merepotkan Tante,'' ujar Cindhi yang merasa tak enak hati jika dirinya di sana hanya numpang.

''Kamu ngomong apa sih Cin. Tante itu bantu kamu ikhlas. Kamu itu juga masih saudara Tante, udah jadi kewajiban Tante untuk membantumu,'' ucap Tante Mayang lembut.

''Makasih Tante, makasih banget,'' Cindhi langsung memeluk Tante Mayang kembali. Ia merasa mempunyai kekuatan lagi saat ia memeluk wanita paruh baya itu.

''Ya udah, kamu istirahat ya. Jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Kasihan Papamu jika kamu masih sedih,'' ucap Tante Mayang melepaskan pelukannya.

''Iya Tante,'' ujar Cindhi berusaha tersenyum di depan Tante Mayang.

Setelah wanita paruh baya itu pergi, Cindhi lalu menutup pintu kamarnya. Ia menatap sekeliling kamar itu.

''Pa, sekarang aku mempunyai keluarga baru. Papa yang tenang ya di sana, I love you so much,'' batin Cindhi.

*

Pagi harinya, Cindhi bangun pukul 6.30, mungkin ia terlalu lelah karna kemarin melakukan perjalanan jauh. Matahari pun mulai masuk menerobos jendela kamarnya. Cindhi yang merasakan silau di matanya langsung menggeliat.

''Jam berapa ya?'' gumamnya sambil meraba atas nakas untuk mencari benda pipihnya.

Matanya pun menyipit saat ia menyalakan ponselnya.

''Apa?! Jam setengah 7,'' Cindhi pun langsung menyibakkan selimut yang melilit di tubuhnya, dengan segera ia langsung berlari ke kamar mandi.

Setelah beberapa saat kemudian, ia pun langsung keluar dari kamar. Dan ternyata kamar yang ia tempati pun tak jauh dari ruang makan.

Di meja makan sudah ada Tante Mayang dan juga Ghazi yang menatapnya penuh permusuhan. Cindhi pun mendekat dengan sedikit takut.

''Maaf Tante, ak aku bangun kesiangan,'' ujar Cindhi yang masih melihat tatapan Ghazi yang begitu menusuk sampai jantungnya.

''Nggak pa-pa sayang. Duduklah, kita sarapan bersama ya,'' ujar Tante Mayang.

Cindhi pun duduk di kursi depan Ghazi. Ghazi yang memperhatikan Cindhi begitu tajam membuat Cindhi enggan untuk mengambil nasi.

''Ayo Cin, cepat sarapan. Atau mau Tante yang ambilkan?'' tanya Tante Mayang.

''Eng enggak usah Tante, biar Cindhi yang ambil sendiri,'' ujar Cindhi lalu mengambil nasi dan juga lauk.

''Kak Ghazi mau di ambilkan juga?'' tanya Cindhi dengan sedikit takut.

''Aku punya dua tangan!'' ucap Ghazi ketus membuat Cindhi menelan salivanya dengan susah payah.

''Hust, jangan ketus-ketus gitu dong Nak, kasihan Cindhi jadi takut nanti,'' ujar Tante Mayang menasehati Ghazi.

Mereka pun makan dengan keheningan, Cindhi sesekali melirik Ghazi yang tengah makan.

''Tampan sih, tapi kenapa seperti kutub utara gitu. Tante Mayang dulu nyidam apa ya?'' batin Cindhi.

Ghazi yang merasa di tatap pun langsung menancapkan garpunya di atas telur yang ada di piringnya dengan kasar. Setelahnya ia menatap lurus ke depan dengan tajam.

Cindhi pun lagi-lagi menelan salivanya dengan susah, ia benar-benar tidak tau dengan jalan fikiran orang yang ada di depannya saat ini. Hanya di tatap sedikit saja, Ghazi hampir saja mengeluarkan tanduknya. Cindhi pun langsung mengalihkan pandangannya ke arah piringnya

''Astaga, ini orang bukan sih?'' batinnya.

''Ma, aku berangkat dulu,'' pamit Ghazi lalu menyambar tas dan juga jasnya. Tak lupa ia mencium punggung tangan sang Mama dan mencium pipinya.

''Melihat seperti ini kenapa manis sekali,'' batin Cindhi melihat interaksi anak dan Mamanya.

''Hati-hati Nak,'' ucap sang Mama sebelum Ghazi hilang dari pandangan.

Tante Mayang pun mengalihkan pandangannya ke arah Cindhi, senyum terbit di bibirnya. ''Ghazi memang seperti itu, dia hanya dekat denganku. Ya, kadang memang perkataannya sangat pedas namun sebenarnya hatinya baik. Jangan di masukin hati ya sayang,'' ucap Tante Mayang yang tau interaksi keduanya tadi.

''Eng enggak kok Tan. Hem, kalau boleh tau apa kalian hanya tinggal berdua?'' tanya Cindhi.

''Ya, kami hanya tinggal berdua. Adik Ghazi tinggal bersama Papanya di LN. Tante sama Papanya Ghazi sudah lama berpisah. Jadi Ghazi ikut Tante dan adiknya ikut Papanya,'' ujar Tante Mayang.

Cindhi menganggukkan kepalanya.

''Ghazi itu anak yang pendiam. Di usianya yang hampir 29 tahun, Tante belum pernah melihat kekasihnya. Bahkan orang suruhan Tante tidak pernah melihat Ghazi bersama seorang wanita. Namun, satu hal yang Tante curigai, kalau Ghazi itu---'' Tante Mayang menggantungkan ucapannya.

''Itu apa ya Tan?'' tanya Cindhi yang sudah penasaran.

''Tante takut kalau Ghazi itu penyuka sesama jenis,'' ucap Tante Mayang dengan raut wajah yang sedih.

''Ha?'' Cindhi pun kaget dengan ucapan Tantenya. Jika di LN memang banyak yang seperti itu, namun ia tidak yakin dengan Indonesia.

''Kenapa Tante menyimpulkan seperti itu?''

''Ya karna Tante merasa Ghazi itu tidak tertarik dengan wanita. Bahkan sudah berkali-kali Tante menjodohkan dia dengan anak teman-teman Tante. Dan apa jawabannya, ia tidak tertarik. Itu yang membuat Tante takut,'' ucap Tante Mayang.

''Apa benar Kak Ghazi seperti itu?'' batin Cindhi antara percaya atau tidak.

Setelah percakapan itu membuat Cindhi kefikiran terus tentang ucapan Tantenya.

''Jika benar Kak Ghazi penyuka sesama jenis, itu berarti sekarang ia dekat dengan seorang lelaki dong,'' gumam Cindhi yang saat ini berada di kamarnya.

Saat Cindhi keluar kamar ingin mencari udara segar, tak sengaja ia berpapasan dengan Ghazi yang baru saja tiba. Dan yang membuat Cindhi yakin dengan ucapan Tantenya, Ghazi tidak pulang seorang diri, melainkan dengan seorang lelaki yang mungkin berumur setara dengan Ghazi. Mereka nampak bersenda gurau, beda dengan Ghazi yang ia temui tadi pagi.

''Benar ucapan Tante Mayang kalau Kak Ghazi itu penyuka sesama jenis, ya ampun kasihan sekali ya dia,'' batin Cindhi. Ia pun meneruskan langkahnya menuju taman samping rumah. Di sana ia duduk di atas kursi panjang.

''Percuma dong aku pakai panjang-panjang gini. Niat hati ingin membentengi diri biar Kak Ghazi nggak tergoda denganku. Namun ternyata ia tidak penyuka wanita,'' gumamnya sambil melihat pakaiannya yang sudah seperti wanita-wanita muslimah jika di tambahkan jilbab di kepalanya.

Tringgg tringgg tringgg.

Ponselnya pun berbunyi saat ia sibuk memikirkan Ghazi. Ia pun segera melihat siapa orang yang tengah menelponnya.

''Halo,'' ucap Cindhi.

''Halo Beib, kamu dimana? Kenapa tidak ada kabar sama sekali. Apa kamu sudah tidak mencintaiku?'' tanya Lelaki di seberang telepon.

''Em, hai Sayang, maaf ya aku tidak sempat mengabarimu. Saat ini aku sedang berada di Indonesia. Kamu tau sendiri kan kalau perusahaan Papaku gulung tikar. Aku harus bekerja di sini,'' ujar Cindhi di buat sesedih mungkin.

*

*

Terpopuler

Comments

Buna_Qaya

Buna_Qaya

jodohnya cindi tuh

2023-06-18

1

Erarefo Alfin Artharizki

Erarefo Alfin Artharizki

tetap pertahankan seperti ini ya kak

2023-05-28

1

Aurora

Aurora

Jangan lupa mampir juga ya kak...

2023-05-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!