NovelToon NovelToon

SATU ATAP DENGANMU

Eps 1

''Pa, jangan tinggalin Cindhi Pa. Cindhi udah nggak punya siapa-siapa lagi selain Papa,'' ujar gadis yang bernama Cindhi. Ia menangis di depan tubuh Papanya yang sudah terbujur kaku.

Hari ini bagaikan hari kehancuran bagi Cindhi. Ia harus kehilangan sosok ayah sekaligus sosok ibu dalam hidupnya. Dari lahir Cindhi sudah tidak mempunyai Ibu. Ibunya meninggal sewaktu melahirkan dirinya. Selama ini hanya ayahnya yang mengurusnya sampai ia tubuh besar dan pintar seperti ini. Bahkan sampai ajal menjemput pun ayahnya tidak pernah berhubungan dengan wanita manapun. Ia setia pada mediang istri yang telah meninggalkannya selama 26 tahun ini.

''Nona, jasad Tuan Zeno akan di makamkan saat ini juga. Nona yang sabar dan tabah ya,'' ucap asisten Tuan Zeno yang masih setia mendampingi Tuannya walaupun Tuannya sudah bangkrut dan tidak mempunyai apa-apa.

''Baik Paman. Aku ikhlaskan kepergian Papa. Biar Papa tenang di alam sana,'' ucap Cindhi sambil mengusap air matanya yang tidak mau berhenti.

Setelah pemakaman selesai, Cindhi kembali ke rumah di antar oleh Ardi selaku asisten mediang Tuan Zeno. Namun setelah sampai di depan rumah, ia mendapat tulisan jika rumah itu sudah di sita. Hati Cindhi kembali hancur. Rumah yang dari kecil ia tempati pun akhirnya harus ia relakan.

''Nona, maaf. Rumahnya sudah di sita,'' ucap Ardi pelan.

''Semuanya sudah tiada Paman. Aku harus bagaimana?'' tanya Cindhi yang mulai berlinang air mata lagi.

''Tuan pernah berpesan kepada saya. Jika anda masih mempunyai saudara jauh, namun ia tinggal di Indonesia, tepatnya di Jakarta. Apa anda ingin bertemu dengannya? Jika iya saya akan mengurus keberangkatan anda kesana Nona,'' ucap Ardi.

''Tapi aku tidak mempunyai apapun sekarang Paman. Bagaimana aku bisa kesana?'' tanya Cindhi.

''Jangan khawatir Nona. Saya akan mengurus semuanya. Karna saya juga akan kembali ke kampung halaman saya yang ada di Manado,'' ucap Ardi.

''Terima kasih Paman. Aku sangat bersyukur kenal dengan orang baik seperti Paman Ardi,'' ucap Cindhi.

''Baiklah, kalau begitu silahkan mengambil barang-barang anda Nona. Setelahnya mari ikut ke apartemen saya. Kita akan berangkat dari sana,'' ujar Paman Ardi.

Cindhi pun memasuki rumah itu untuk yang terakhir kalinya. Ia menatap rumah itu dengan seksama, ada rasa sesak yang hinggap pada hatinya. Di umurnya yang sudah 26 tahun ini, ia malah tidak bisa berbuat apapun untuk menyelamatkan ayah serta perusahaannya. Bahkan ia hanya bisa foya-foya dengan apa yang ia miliki selama ini.

''Papa, aku akan menemui saudara jauh kita yang ada di Jakarta. Aku ingin berubah Pa. Aku janji tidak akan menjadi Cindhi yang dulu, yang hanya bisa menghabiskan uangmu saja. Aku akan belajar banyak di sana. Semoga aku bertemu orang-orang baik di sana,'' ucap Cindhi dengan berderai air mata.

Setelah semua barang-barangnya tertata rapi di dalam koper, ia pun segera ikut ke apartemen milik Paman Ardi.

''Keberangkatan kita pukul 5 sore nanti Nona. Sebaiknya anda telepon saudara anda agar bisa menjemput anda di Bandara,'' ucap Paman Ardi sambil menyerahkan sederet nomor kepada Cindhi.

Cindhi dengan ragu menerima nomor itu, ia pun mengetikkan ke dalam ponsel miliknya.

''Beritahu mereka jika anda akan ke sana Nona,'' ucap Paman Ardi yang mengetahui jika Cindhi enggan untuk menelpon.

Cindhi pun mengangguk patuh, ia menekan nomor ponsel yang baru saja ia salin ke dalam ponselnya. Deringan pertama tidak ada jawaban, namun deringan kedua langsung terdengar suara wanita.

''Halo, ini siapa ya?'' tanya wanita di balik telepon.

''Ha halo Tante, saya Cindhi. Anak Papa Zeno,'' ucap Cindhi pelan.

''Iya Nak, ada apa ya?'' tanya Wanita itu dengan lemah lembut.

''Tante, apa saya boleh ke Jakarta sekarang? saya, saya sudah tidak punya siapa-siapa lagi di sini Tan,'' ujar Cindhi sambil menahan tangisnya.

''Papa kamu kemana Nak? Sudah lama sekali kita tidak bersua kabar,'' ucap Wanita di seberang telepon.

''Papa, papa sudah nggak ada Tan. Papa meninggal,'' ucap Cindhi dengan air mata yang sudah tidak bisa di bendung lagi.

''Innalilahi, kapan Nak? Kenapa tidak ada yang mengabari Tante,'' ucap Wanita itu terdengar kaget saat mengetahui saudaranya telah tiada.

''Tadi malam Tante, dan hari ini Papa baru saja di makamkan,'' ucap Cindhi sambil terisak.

''Kemarilah Nak, nanti Tante jemput kamu di Bandara. Nanti hubungi Tante ya,'' ucap Wanita itu.

''Baik Tante, terima kasih,'' ucap Cindhi langsung mengakhiri sambungan telepon.

*

Jam 10 malam, mereka baru saja tiba di Bandara Soekarno Hatta. Paman Ardi mengantarkan Cindhi sampai bertemu dengan saudaranya. Ia belum tenang jika anak mantan majikannya ini masih belum bertemu dengan saudaranya. Biar bagaimana pun Cindhi sudah ia anggap seperti anaknya sendiri. Karna ia ikut dengan Tuan Zeno saat Cindhi masih di dalam kandungan mediang ibunya.

''Aku telpon Tante dulu Paman,'' ucap Cindhi.

Setelah sambungan telepon terhubung, ia segera bergegas ke ruang tunggu karna Tantenya ada di sana. Ia pun menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari sosok Tantenya itu.

''Cindhi?'' panggil wanita yang masih terlihat cantik walaupun usianya sudah hampir setengah abad.

''Tante?'' Cindhi pun langsung memeluk saudaranya itu. Walaupun ia belum tau wajah saudaranya itu, namun di Jakarta hanya ada satu orang yang mengenalnya.

''Sayang, kamu sudah besar sekali,'' ucap Tante Mayang sambil membalas pelukan Cindhi.

''Kenalin, aku Tante Mayang,'' ucap Tante Mayang tersenyum ke arah Cindhi.

''Saya senang sekali bisa bertemu dengan Tante,'' ucap Cindhi.

''Dan kenalin, ini anak Tante,'' ucap Tante Mayang mengenalkan anak lelakinya yang berwajah datar dan terlihat cuek.

''Cindhi,'' Cindhi mengulurkan tangannya kepada lelaki di depannya. Lelaki itu pun membalas jabat tangan Cindhi namun hanya sekilas saja.

''Ghazi,'' ujarnya datar.

''Dia seperti robot saja. Tampan sih, tapi dingin sekali,'' batin Cindhi.

Setelah mengobrol cukup lama, Cindhi pun langsung di ajak ke rumah Tante Mayang. Sebelum pergi ia tak lupa berpamitan kepada Paman Ardi.

''Paman, aku pergi dulu. Doakan Cindhi agar bahagia selalu. Semoga kita bisa bertemu lagi Paman,'' ucap Cindhi memeluk mantan asisten Papanya itu.

''Jaga diri baik-baik Nona. Jika ada apa-apa jangan sungkan-sungkan beritahu saya. Saya pasti akan membantu sebisa saya,'' ujar Paman Ardi.

''Terima kasih Paman. Paman hati-hati,'' ucap Cindhi tersenyum tulus ke arah Paman Ardi.

''Anda juga Nona,'' ucap Paman Ardi sambil melambaikan tangannya sebelum Cindhi berjalan meninggalkannya.

''Tugas saya telah selesai Tuan. Semoga anda bisa tenang di Surga dan Nona Cindhi bisa bahagia dengan kehidupannya sekarang,'' batin Paman Ardi menatap kepergian Cindhi.

*

*

Hay hay hay.

Welcome di novel ke empat author ya.

Jangan lupa tinggalkan jejaknya.

Bulan puasa nggak boleh pelit. Hehehe

Eps 2

Sesampainya di rumah Tante Mayang. Cindhi di antar menuju kamar barunya yang tak kalah luas dengan kamar nya di LN. Ia sangat bersyukur karna mempunyai saudara yang begitu baik kepadanya.

''Makasih ya Tan. Aku janji besok langsung mencari pekerjaan agar tidak selalu merepotkan Tante,'' ujar Cindhi yang merasa tak enak hati jika dirinya di sana hanya numpang.

''Kamu ngomong apa sih Cin. Tante itu bantu kamu ikhlas. Kamu itu juga masih saudara Tante, udah jadi kewajiban Tante untuk membantumu,'' ucap Tante Mayang lembut.

''Makasih Tante, makasih banget,'' Cindhi langsung memeluk Tante Mayang kembali. Ia merasa mempunyai kekuatan lagi saat ia memeluk wanita paruh baya itu.

''Ya udah, kamu istirahat ya. Jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Kasihan Papamu jika kamu masih sedih,'' ucap Tante Mayang melepaskan pelukannya.

''Iya Tante,'' ujar Cindhi berusaha tersenyum di depan Tante Mayang.

Setelah wanita paruh baya itu pergi, Cindhi lalu menutup pintu kamarnya. Ia menatap sekeliling kamar itu.

''Pa, sekarang aku mempunyai keluarga baru. Papa yang tenang ya di sana, I love you so much,'' batin Cindhi.

*

Pagi harinya, Cindhi bangun pukul 6.30, mungkin ia terlalu lelah karna kemarin melakukan perjalanan jauh. Matahari pun mulai masuk menerobos jendela kamarnya. Cindhi yang merasakan silau di matanya langsung menggeliat.

''Jam berapa ya?'' gumamnya sambil meraba atas nakas untuk mencari benda pipihnya.

Matanya pun menyipit saat ia menyalakan ponselnya.

''Apa?! Jam setengah 7,'' Cindhi pun langsung menyibakkan selimut yang melilit di tubuhnya, dengan segera ia langsung berlari ke kamar mandi.

Setelah beberapa saat kemudian, ia pun langsung keluar dari kamar. Dan ternyata kamar yang ia tempati pun tak jauh dari ruang makan.

Di meja makan sudah ada Tante Mayang dan juga Ghazi yang menatapnya penuh permusuhan. Cindhi pun mendekat dengan sedikit takut.

''Maaf Tante, ak aku bangun kesiangan,'' ujar Cindhi yang masih melihat tatapan Ghazi yang begitu menusuk sampai jantungnya.

''Nggak pa-pa sayang. Duduklah, kita sarapan bersama ya,'' ujar Tante Mayang.

Cindhi pun duduk di kursi depan Ghazi. Ghazi yang memperhatikan Cindhi begitu tajam membuat Cindhi enggan untuk mengambil nasi.

''Ayo Cin, cepat sarapan. Atau mau Tante yang ambilkan?'' tanya Tante Mayang.

''Eng enggak usah Tante, biar Cindhi yang ambil sendiri,'' ujar Cindhi lalu mengambil nasi dan juga lauk.

''Kak Ghazi mau di ambilkan juga?'' tanya Cindhi dengan sedikit takut.

''Aku punya dua tangan!'' ucap Ghazi ketus membuat Cindhi menelan salivanya dengan susah payah.

''Hust, jangan ketus-ketus gitu dong Nak, kasihan Cindhi jadi takut nanti,'' ujar Tante Mayang menasehati Ghazi.

Mereka pun makan dengan keheningan, Cindhi sesekali melirik Ghazi yang tengah makan.

''Tampan sih, tapi kenapa seperti kutub utara gitu. Tante Mayang dulu nyidam apa ya?'' batin Cindhi.

Ghazi yang merasa di tatap pun langsung menancapkan garpunya di atas telur yang ada di piringnya dengan kasar. Setelahnya ia menatap lurus ke depan dengan tajam.

Cindhi pun lagi-lagi menelan salivanya dengan susah, ia benar-benar tidak tau dengan jalan fikiran orang yang ada di depannya saat ini. Hanya di tatap sedikit saja, Ghazi hampir saja mengeluarkan tanduknya. Cindhi pun langsung mengalihkan pandangannya ke arah piringnya

''Astaga, ini orang bukan sih?'' batinnya.

''Ma, aku berangkat dulu,'' pamit Ghazi lalu menyambar tas dan juga jasnya. Tak lupa ia mencium punggung tangan sang Mama dan mencium pipinya.

''Melihat seperti ini kenapa manis sekali,'' batin Cindhi melihat interaksi anak dan Mamanya.

''Hati-hati Nak,'' ucap sang Mama sebelum Ghazi hilang dari pandangan.

Tante Mayang pun mengalihkan pandangannya ke arah Cindhi, senyum terbit di bibirnya. ''Ghazi memang seperti itu, dia hanya dekat denganku. Ya, kadang memang perkataannya sangat pedas namun sebenarnya hatinya baik. Jangan di masukin hati ya sayang,'' ucap Tante Mayang yang tau interaksi keduanya tadi.

''Eng enggak kok Tan. Hem, kalau boleh tau apa kalian hanya tinggal berdua?'' tanya Cindhi.

''Ya, kami hanya tinggal berdua. Adik Ghazi tinggal bersama Papanya di LN. Tante sama Papanya Ghazi sudah lama berpisah. Jadi Ghazi ikut Tante dan adiknya ikut Papanya,'' ujar Tante Mayang.

Cindhi menganggukkan kepalanya.

''Ghazi itu anak yang pendiam. Di usianya yang hampir 29 tahun, Tante belum pernah melihat kekasihnya. Bahkan orang suruhan Tante tidak pernah melihat Ghazi bersama seorang wanita. Namun, satu hal yang Tante curigai, kalau Ghazi itu---'' Tante Mayang menggantungkan ucapannya.

''Itu apa ya Tan?'' tanya Cindhi yang sudah penasaran.

''Tante takut kalau Ghazi itu penyuka sesama jenis,'' ucap Tante Mayang dengan raut wajah yang sedih.

''Ha?'' Cindhi pun kaget dengan ucapan Tantenya. Jika di LN memang banyak yang seperti itu, namun ia tidak yakin dengan Indonesia.

''Kenapa Tante menyimpulkan seperti itu?''

''Ya karna Tante merasa Ghazi itu tidak tertarik dengan wanita. Bahkan sudah berkali-kali Tante menjodohkan dia dengan anak teman-teman Tante. Dan apa jawabannya, ia tidak tertarik. Itu yang membuat Tante takut,'' ucap Tante Mayang.

''Apa benar Kak Ghazi seperti itu?'' batin Cindhi antara percaya atau tidak.

Setelah percakapan itu membuat Cindhi kefikiran terus tentang ucapan Tantenya.

''Jika benar Kak Ghazi penyuka sesama jenis, itu berarti sekarang ia dekat dengan seorang lelaki dong,'' gumam Cindhi yang saat ini berada di kamarnya.

Saat Cindhi keluar kamar ingin mencari udara segar, tak sengaja ia berpapasan dengan Ghazi yang baru saja tiba. Dan yang membuat Cindhi yakin dengan ucapan Tantenya, Ghazi tidak pulang seorang diri, melainkan dengan seorang lelaki yang mungkin berumur setara dengan Ghazi. Mereka nampak bersenda gurau, beda dengan Ghazi yang ia temui tadi pagi.

''Benar ucapan Tante Mayang kalau Kak Ghazi itu penyuka sesama jenis, ya ampun kasihan sekali ya dia,'' batin Cindhi. Ia pun meneruskan langkahnya menuju taman samping rumah. Di sana ia duduk di atas kursi panjang.

''Percuma dong aku pakai panjang-panjang gini. Niat hati ingin membentengi diri biar Kak Ghazi nggak tergoda denganku. Namun ternyata ia tidak penyuka wanita,'' gumamnya sambil melihat pakaiannya yang sudah seperti wanita-wanita muslimah jika di tambahkan jilbab di kepalanya.

Tringgg tringgg tringgg.

Ponselnya pun berbunyi saat ia sibuk memikirkan Ghazi. Ia pun segera melihat siapa orang yang tengah menelponnya.

''Halo,'' ucap Cindhi.

''Halo Beib, kamu dimana? Kenapa tidak ada kabar sama sekali. Apa kamu sudah tidak mencintaiku?'' tanya Lelaki di seberang telepon.

''Em, hai Sayang, maaf ya aku tidak sempat mengabarimu. Saat ini aku sedang berada di Indonesia. Kamu tau sendiri kan kalau perusahaan Papaku gulung tikar. Aku harus bekerja di sini,'' ujar Cindhi di buat sesedih mungkin.

*

*

Eps 3

Cindhi adalah seorang playgirl cap akut di negaranya. Sampai saat ini pun ia masih memiliki beberapa kekasih sekaligus.

Hazel, adalah nama kekasih Cindhi yang baru saja menelponnya. Hazel begitu tergila-gila dengan Cindhi, walaupun Cindhi sudah ketahuan berkali-kali selingkuh, namun Hazel tetap tidak ingin memutuskan hubungannya dengan Cindhi.

Bahkan Hazel baru saja mengirim uang sejumlah 100 juta untuk keperluan Cindhi selama berada di Indonesia. Entah rasa yang Hazel miliki ini adalah rasa cinta atau justru kebodohan yang di manfaatkan oleh Cindhi.

''Sayang, aku kan sudah bilang, tidak usah mengirimi ku uang. Aku bisa mencari uang sendiri,'' ujar Cindhi kepada kekasihnya, Hazel.

''Aku nggak mau kamu kekurangan apapun Beib. Sudahlah, uang segitu tidak ada artinya buat aku. Kamu jaga diri baik-baik, aku akan selalu merindukan dirimu,'' ucap Hazel dengan suara yang terdengar mencium Cindhi.

''Baiklah-baiklah. Bukan aku ya yang meminta, tapi dirimu lah yang memberi,'' ujar Cindhi.

''Iya, ya sudah. Aku akan kembali bekerja. Maaf jika akhir-akhir ini aku jarang memberi kabar. Aku terlalu sibuk Beib,'' ujar Hazel.

''Baiklah, tidak masalah sayang. Selamat bekerja!'' ucap Cindhi lalu menekan tombol merah yang berada di ponselnya.

Cindhi pun menghembuskan nafas panjangnya. Netra matanya melihat ke arah jauh dengan ekspresi yang sulit di baca.

''Apa aku harus mengakhiri semua yang sudah aku mulai? Apa aku harus mengakhiri hubunganku dengan Hazel, Kenan bahkan dengan Nail? Akhhhh,, tapi sulit jika harus memilih salah satu di antara mereka. Mereka semua baik, baik sekali malah. Tampan? Sudah tentu. Jika aku mengakhiri hubunganku tiba-tiba dengan mereka, apa yang menjadi alasanku untuk mengakhirinya? Tidak, tidak. Aku nggak mau mengakhirinya. Biarkan mereka yang mengakhiri lebih dulu. Toh aku sudah jauh dari mereka,'' gumam Cindhi berbicara sendiri.

Di lantai dua, ada sepasang mata yang memperhatikan Cindhi yang tengah duduk di kursi taman. Ia bahkan terpesona dengan gadis blasteran yang bernama Cindhi itu.

''Sejak kapan dia ada di sini?'' tanyanya kepada Ghazi.

''Kemarin,'' ucap Ghazi yang sibuk memandang laptopnya.

''Apa kalian saudara dekat?'' tanyanya lagi.

Ghazi hanya mengedikkan bahunya pertanda tidak mengerti dan tidak penting menurut Ghazi.

''Apa kamu tidak tertarik dengan gadis itu? Dia bahkan cantik sekali Zi,'' ujarnya.

''Aku tidak tertarik dengan siapapun!'' ucap Ghazi datar.

''Astaga Zi, bahkan umurmu sudah 29 tahun. Dan kamu masih bilang nggak tertarik dengan siapapun, kamu sehat?'' tanya Dandi sahabat Ghazi.

''Apa kamu tidak mempunyai kaca? Aku dan kamu lebih tua kamu. Dan sampai sekarang pun kamu juga belum dapat jodoh kan. Jadi sesama singel nggak usah saling mengejek,'' ucap Ghazi.

''Sebentar lagi aku akan melepas masa lajangku Zi. Aku akan deketi saudaramu itu, dan segera aku nikahi dia,'' ujar Dandi.

''Terserah lah! Kalau bisa nikahi sekarang, biar dia nggak numpang lama-lama di sini. Lihat mukanya lama-lama jadi eneg,'' ujar Ghazi.

''Ghazi memang benar-benar nggak waras. Gadis secantik itu buat eneg katanya, astaga,'' batin Dandi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Malam hari pun telah tiba, malam ini Dandi juga ikut makan malam di rumah Ghazi. Di meja makan sudah ada Ghazi dan Dandi yang menunggu Mama Mayang. Namun Mama Mayang masih belum keluar kamar juga.

Ceklek.

Pintu kamar yang tak jauh dari meja makan pun terbuka. Di sana ada sosok gadis cantik nan se*y yang keluar dari kamar. Ya, dia adalah Cindhi. Malam ini Cindhi lebih memilih memakai hotpans dan juga baju yang terlihat besar namun sangat se*y di pakai oleh Cindhi. 3 kancing atas pun ia lepas begitu saja, membuat jiwa-jiwa lelaki yang berada di meja itu melongo melihatnya.

''Nggak usah lihat, katanya kamu nggak tertarik dengan dia,'' ujar Dandi menutup mata Ghazi.

''Apaan sih, aku hanya tak menyangka aja pakaiannya udah seperti gadis malam seperti itu. Paha yang di ekspos dan apalagi dadanya yang sengaja ia perlihatkan. Menurutnya dia cantik? Se*y gitu? Aku malah jijik melihatnya,'' ujar Ghazi memalingkan wajahnya.

''Aku harus bicara sama Tante Mayang biar kamu di rukiah. Cewek se bening ini katanya menjijikkan, O M G,'' ucap Dandi pelan.

''Malam Kak,'' sapa Cindhi yang menarik kursi di depan Ghazi dan duduk di kursi itu.

''Malam,'' jawab Dandi dengan senyum di wajahnya.

''Kenalin, aku Dandi. Sahabat Ghazi,'' ujar Dandi mengulurkan tangannya ke arah Cindhi.

''Cindhi Kak,'' ucap Cindhi membalas jabat tangan itu.

''Kamu saudara Ghazi?'' tanya Dandi basa basi.

''Iya Kak, katanya sih begitu,'' jawab Cindhi.

''Tapi kalian nggak ada mirip-miripnya. Kamu lebih mirip aku sih, karna kamu adalah tulang rusukku yang hilang,'' ujar Dandi menggombal.

''Pfttttt, kamu belajar ngegombal di mana Dan? Huahaha, aku pengen muntah mendengarnya,'' ujar Ghazi membuat Dandi dan Cindhi melihat ke arahnya.

''Kak Ghazi kalau ketawa ganteng banget ya. Sayang bermulut pedas!'' batin Cindhi menatap Ghazi yang tengah tertawa.

''Ck, aku lagi serius juga!'' ucap Dandi kesal.

''Malam semuanya,'' sapa Mama Mayang membuat mereka langsung kicep.

''Malam Tante,'' ucap Dandi dan Cindhi bersamaan.

''Bener kan ucapan aku. Kamu memang tulang rusukku yang hilang Cin, bahkan bicara seperti ini saja kita barengan,'' ujar Dandi tersenyum bahagia.

''Memang tulang rusukmu hilang dimana Dan?'' tanya Mama Mayang yang ikut nimbrung.

''Nggak tau hilangnya di mana Tante, tapi sekarang udah ketemu kok,'' ujar Dandi membuat Mama Mayang geleng-geleng kepala.

Mereka pun memulai makan malamnya. Saat Ghazi kesulitan untuk mengambil paha ayam yang berada di depan Cindhi, Cindhi pun langsung berdiri untuk mengambilkan paha ayam itu. Lalu ia menaruh paha ayam di atas piring Ghazi. Mata Ghazi tak sengaja melihat belahan dada Cindhi yang terpampang nyata di depannya. Ia pun menelan salivanya dengan susah payah.

''Ada apa denganku. Kenapa badanku panas dingin begini,'' batinnya.

Tanpa mengucap kata terima kasih, ia langsung melahap paha ayam itu dengan rakusnya. Hawa di tubuhnya berubah drastis setelah ia melihat 2 gundukan milik Cindhi.

''Dan, kamu nginep sini kan?'' tanya Mama Mayang kepada Dandi. Pasalnya Dandi sudah lama sekali tidak menginap di rumahnya. Saat dulu masih SMA, setiap weekend Dandi pasti tidur di rumah Ghazi. Namun berbeda dengan Ghazi, ia tidak mau jika di ajak menginap di rumah Dandi, dengan seribu alasan.

''Iya dong Tante. Sekalian mau jagain tulang rusukku,'' ucap Dandi membuat Mama Mayang tersenyum.

*

*

Jangan lupa tinggalkan jejak. Like, coment, vote, fav dan beri hadiah ya guys.

Bulan puasa nggak boleh pelit ya. Ye kann?😁😁😁😁

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!