I Love You, Pak Ceo!

I Love You, Pak Ceo!

Aku Butuh Uang

"Apa yang kamu inginkan?"

Tatapan tajam dan menusuk itu tampak jelas menyoroti seorang gadis dengan pakaian yang mulai terlihat lusuh.

Bukan tanpa alasan, pakaiannya menjadi seperti itu melainkan karena beberapa waktu lalu dirinya harus menghadapi dua satpam yang terus menarik tubuhnya.

"Aku butuh uang."

"Keluargaku sudah lama tidak makan. Aku tidak ingin keluargaku terus menderita seperti sekarang. Adikku juga perlu melanjutkan pendidikannya. Dia dikeluarkan karena tidak bisa membayar uang bulanan sekolahnya."

Dengan gamblang, gadis itu tanpa rasa ragu mengatakan semua itu tepat di hadapan pemuda berjas hitam rapi itu.

Ia tampak menelisik masuk ke dalam indra penglihatan gadis itu, mencoba mencari kebohongan yang mungkin tengah disembunyikan oleh gadis itu.

"Itu urusanmu, bukan urusanku. Lalu, kenapa aku harus memikirkan masalah yang jelas-jelas tidak ada kaitannya denganku. Gadis kampung," balas pemuda itu sadis tak berhati.

Pemuda itu tampak menyadarkan tubuhnya di kursi kebesarannya itu. Wajahnya dipenuhi seringai membuat gadis di hadapannya terlihat memasang ekspresi lebih tegas dari sebelumnya.

Ia lalu melirik ke arah papan tulisan kecil yang ada di hadapannya itu, mengeja setiap huruf yang tertulis di sana.

"Saya tau, anda memang tidak ada hubungannya dengan masalah saya. Tapi, yang saya tau adalah hanya anda yang bisa membantu menyelesaikan masalah saya ini. Saya mohon tolong bantu saya, Pak Richard."

Tampak dari raut wajahnya, ia terus memohon. Dalam tekadnya, ia tidak akan berhenti sebelum tujuan utamanya ke kantor besar ini tercapaikan.

"Setelah berani membentak satpam yang memiliki hubungan dengan kantor ini. Ternyata kamu juga tidak memiliki rasa sopan terhadap pemilik dari perusahaan ini, ya. Gadis yang sangat tidak berpendidikan," ucap Richard kembali menyeringai menatap rendah ke arah gadis di hadapannya itu.

Ia lalu berdiri memasukkan kedua tangannya di dalam saku celananya. Mendekatkan tubuhnya pada gadis yang duduk tenang di kursinya itu.

"Apa kamu pikir saya akan mau membantu gadis kurang ajar sepertimu?" tanya Richard begitu ia memutar kursi yang diduduki gadis itu untuk menghadap ke arah dirinya.

Wajahnya datar membuat gadis di hadapannya itu terlihat menelan saliva-nya dengan susah payah.

"Saya akan melakukan apapun yang anda katakan. Tapi, tolong bantu saya. Hanya anda harapan saya satu-satunya. Saya berjanji, tidak akan menolak setiap kali anda meminta saya untuk melakukan apapun," tutur gadis itu kembali memberikan tatapan meyakinkannya.

Richard lalu berdecak. Memutar kasar kursi yang diduduki gadis itu hingga membuat sang gadis merasa mual.

"Begitu saja kau sudah lemah. Apakah kamu yakin saya bisa memberikanmu perintah apa saja? Apa kau yakin bisa memenuhi setiap apa yang saya perintahkan kepadamu?" tanya Richard semakin menyudutkan.

Sekuat tenaganya, gadis itu berusaha membuang rasa mual yang dirasakannya kala itu. Ia lalu bangkit dan mensejajarkan tubuhnya pada pemuda yang memang sebetulnya lebih tinggi dari dirinya.

"Saya siap melakukan apapun yang anda katakan. Saya yakin, bisa melaksanakan semuanya. Asal Pak Richard memberikan imbalan berupa sejahteranya keluarga saya. Saya rela melakukan apa saja asalkan keluarga saya tidak lagi dihina dan berekonomi rendah," balas gadis itu penuh percaya diri.

Sementara Richard, ia lantas memandang gadis itu kembali dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Sebelum akhirnya, ia berbalik meninggalkan gadis itu yang tetap bergeming tak beranjak dari tempatnya.

***

"Bu? Apa makanan kita hari ini? Apa aku harus mencari singkong lagi saja?" tanya seorang anak laki-laki yang berusia sekitar 15 tahun itu.

Wanita yang dipanggil Ibu oleh pemuda itu pun sontak mengalihkan pandangannya ke arah sang anak. Hatinya terasa mencelos saat pertanyaan tentang makanan itu terucapkan dari mulut anak bungsunya itu.

"Sabar ya, Riko. Ibu juga sudah usahakan hari ini. Tapi, mungkin kita harus makan singkong lagi hari ini. Kamu gak apa-apa kan kalo makan itu saja dulu hari ini? Ada sisa singkong rebus kemarin yang sudah Ibu panaskan tadi. Kamu makan itu saja ya," tutur wanita paruh baya yang bernamakan Sri itu.

Meski ada rasa tak rela dalam mengatakan iya perihal makanan mereka, namun nyatanya Riko memilih untuk mengiyakan saja apa yang dikatakan oleh Ibunya itu.

Bagaimana juga, hanya itu yang bisa dilakukan olehnya saat ini. Tidak ada lagi yang lainnya.

Dengan langkah yang gontai, Riko berjalan ke arah meja makan yang sudah mulai usang itu.

Ia lalu membuka tudung saji makanan itu dan mendapati singkong rebus yang menjadi menu-nya setiap hari.

Meski rasanya tenggorokannya sudah mulai menolak untuk memakan makanan yang sama itu, namun perutnya berkata sebaliknya.

Jika ia ingin kenyang maka hanya itulah jalan satu-satunya yang bisa ia ambil.

Tin! Tin! Suara klakson kendaraan yang Riko yakin bukan sepeda motor itu pun sontak menyita perhatiannya.

Ia lalu bangkit dan bergegas untuk mengecek sendiri jika indra pendengarannya tidak salah dalam menangkap suara bunyi itu.

"Siapa, Nak?" tanya Bu Sri dari arah belakang Riko.

Pemuda itu pun mengedikkan bahunya tidak tau. Pasalnya, seluruh kaca di mobil hitam itu tidak juga diturunkan sedari tadi.

Membuat Riko tidak tau siapa orang yang ada di dalam mobil itu.

"Terima kasih, Pak. Hati-hati," tutur seorang gadis yang tiba-tiba saja turun dari mobil mewah itu.

Riko pun terkesiap. Matanya membulat sempurna ketika dari mobil mewah itu keluar seorang gadis yang sangat dikenali olehnya.

Ia yakin, jika matanya tidak sedang bermasalah saat ini. Riko begitu mengenali gadis dengan rambut yang dikuncir kuda itu.

Dia adalah kakak kandung dari Riko. Riko sangat ingat jika ia memiliki ikatan darah dengan wanita itu.

"Ana? Kamu diantar siapa, Nak? Ini? Ya ampun, ini apa Nak? Bagaimana kamu bisa membawa pulang banyak barang seperti ini, huh?" tanya Bu Sri tampak khawatir ketika anaknya pulang dalam keadaan yang berbeda.

Masih hangat di dalam ingatan Bu Sri jika tadi Ana meminta izin untuk pergi sebentar, mencari udara segar.

Sekarang, tiba-tiba saja dia pulang dengan menaiki mobil mewah.

Ana tersenyum seakan masih tak ingin menjawab semua kebingungan yang terpancar di wajah dua keluarganya itu.

"Sekarang kita masuk ke dalam dulu yuk. Ana baru aja beli Pizza nih. Riko? Kamu pasti lapar, 'kan? Ayo, kita makan pizza-nya bareng-bareng," ajak Ana membawa masuk Ibu dan adiknya itu.

Meski semula sang Ibu menuntut untuk diberi penjelasan lebih dulu. Namun, Ana dengan nada lemah lembutnya mampu memghipnotis sang Ibu untuk menuruti apa yang ia katakan.

Riko yang memang masih lapar pun dengan tatapan layarnya menatap rakus ke arah box yang ada di hadapannya saat ini.

Sudah dari lama, Riko sangat ingin memakan Pizza yang sering kali hanya bisa dipandangnya sedari jauh, berharap suatu saat ia bisa menikmatinya juga.

Berbanding terbalik dengan Riko, Bu Sri justru terdiam tak ingin menyentuh apa pun.

Ana yang peka tampak menghela nafas sejenak.

"Ana baru saja diterima kerja di sebuah perusahaan karena gak sengaja nemuin dompet pemilik perusahaannya, Bu. Dia ingin berbalas budi pada Ana. Jadi, Ana diberi pekerjaan dan hadiah seperti ini. Besok kita juga akan pindah rumah," tutur Ana penuh dengan dusta.

Ada rasa bersalah di hatinya, tetapi nyatanya memang hanya itu saja yang bisa ia katakan. Biarlah ia berbohong demi kebaikan semuanya.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!