"Saya akan lakukan apa saja demi keluarga saya, Pak. Saya yakin bisa mengerjakan apapun yang Pak Richard minta kepada saya."
Masih hangat di dalam benak Richard semua kalimat dengan nada memohon itu terucap dari mulut seorang gadis berpenampilan kampung itu.
Sejurus kemudian Richard seolah membandingkan apa yang terjadi di hidupnya.
Kehidupan Richard mungkin bisa dibilang tergolong sangat mewah. Ia bisa membeli apapun yang ia inginkan tanpa takut besok akan makan dengan lauk apa.
"Apa aku sebegitu terkenalnya, ya? Sampai-sampai gadis kampung itu bisa mengetahui tentang diriku. Apa keluarga sangat penting? Kenapa dia bisa memiliki pikiran seperti itu? Gadis udik yang nekat. Bisa-bisanya dia hanya berjalan kaki dari pelosok desa itu," gumam Richard masih tetap memikirkan gadis yang tiba-tiba saja datang ke kantornya itu.
Saat itu, Richard masih belum ada di kantor. Ia terlambat karena harus menemani Bundanya pergi ke pasar. Begitulah memang Bundanya akan meminta apapun kepadanya tanpa perduli dengan terlambat atau tidaknya ia datang ke kantornya.
Setelah semua drama yang dibuat oleh Bundanya, ternyata drama baru harus disaksikan lagi oleh Richard.
Tepat saat mobil mewahnya berhenti di teras kantornya, seorang gadis dengan pakaian yang sudah tampak lusuh terlihat dipegangi oleh dua satpam kantornya.
Gadis itu terlihat memberontak namun diabaikan begitu saja oleh Richard. Ia ingin melewati drama itu namun dengan cepat, dirinya di cegat oleh gadis itu.
Setelah cukup lama Richard menyaksikan perdebatan satpamnya dengan gadis itu akhirnya Richard memutuskan untuk menghentikan semua drama itu.
Ia terpaksa harus membawa gadis itu bersamanya, mengintrogasi apa maksud dari kedatangan gadis lusuh itu ke kantornya.
Sama seperti yang sudah terpikirkan oleh benaknya, gadis itu datang memang untuk meminta uang kepadanya.
Ia sama saja seperti orang-orang yang datang kepadanya. Namun, entah kenapa kali ini Richard merasa ada yang berbeda.
Dari tampangnya, terlihat gadis itu yang sungguh-sungguh meminta bantuan Richard. Semua terbukti, saat gadis itu mengatakan akan melakukan apa saja demi kebutuhan keluarganya layak.
Richard sempat tak ingin menghiraukannya namun desakan dari gadis itu yang tak kunjung berhenti membuat Richard akhirnya mengalah.
Ia mengiyakan saja perkataan dari gadis itu dengan mengajukan beberapa persyaratan.
Tanpa membacanya lebih dulu, gadis itu langsung saja mengiyakan dan menandatangani berkas perjanjian yang ditulis manual oleh Richard itu.
Namun di sana ada materai yang menandakan sah-nya perjanjian itu.
Tak tega membiarkan wanita itu pulang sendirian dalam keadaan yang sudah hampir disebut sebagai orang gila itu. Richard pun sontak menanyakan alamat rumah dari gadis itu.
Kebetulan Richard ada janji untuk melakukan survei di daerah yang tak jauh dari pelosok desa tempat gadis itu tinggal. Maka dari itu, Richard pun mengantarkan gadis itu.
Sesuai perjanjian yang sudah dibuat, ia pun sontak memberikan beberapa barang dan kebutuhan yang gadis itu perlukan.
"Apa ada dengan dirimu, Richard? Kenapa kau harus memikirkan perihal gadis itu? Padahal jelas kau tidak ada kaitannya dengan gadis itu. Kenapa juga kau harus repot-repot membantunya? Ah, sudahlah. Untuk apa aku memikirkan perihal gadis kampung itu. Akan lebih baik jika aku memikirkan perihal apa yang aku lakukan kepada gadis yang akan menjadi budakku itu. Aku tidak akan memberikan uang kepadanya secara cuma-cuma begitu saja. Harus ada imbalan yang dilakukan gadis itu untuk membalasnya," gumam Richard mengembangkan seringai di wajahnya.
Seperti sudah siap untuk melakukan apa saja yang ingin ia perintahkan pada gadis itu, di esok hari.
***
"Gimana, Dek? Suka sama tas barunya?" tanya Ana pada sang adik yang terlihat begitu bersemangat memasukkan alat tulis ke dalam ranselnya itu.
Riko pun tersenyum sebelum akhirnya memeluk erat tubuh kakak perempuannya itu.
"Terima kasih kak Ana. Aku benar-benar senang banget bisa kembali sekolah lagi. Kak Ana emang paling the best!" ucap Riko memberikan dua jempolnya sekaligus untuk sang kakak.
Ana pun terkekeh ringan sudah lama raut wajah bahagia itu tak dilihat oleh Ana. Hatinya menghangat saat keluarganya kini sudah tidak lagi mengeluh dan tampak buruk seperti beberapa waktu yang lalu.
Walaupun memang untuk semua kebahagiaan di wajah keluarganya ini, Ana harus membayar semuanya dengan mengorbankan kebahagiaannya.
Rasanya semua itu tidak menjadi sebuah masalah besar untuk Ana.
Asalkan ekonomi keluarganya bisa membaik dan tidak lagi di pandang rendah oleh tetangga sekitar. Rasanya Ana sudah merasa cukup untuk turut bahagia juga.
"Ya udah, sekarang kamu cepat tidur, ya. Besok kan hari pertama kamu masuk ke sekolah lagi. Besok juga Kak Ana bakalan tunjukin rumah baru kita. Kamu yang semangat ya belajarnya. Jangan malas belajar, oke?" tutur Ana yang membuat Riko menganggukkan kepalanya semangat.
Ana pun beranjak dari posisinya berniat keluar dari dalam kamar adiknya itu. Saat Ana baru saja akan pergi, seorang wanita paruh baya ditemukan oleh Ana sudah meneteskan air matanya sedih.
Buru-buru Ana mendekatinya, menggelengkan kepalanya kecil seakan tidak setuju dengan tingkah wanita itu yang menangis tersedu seperti sekarang.
"Bu, air mata ini sudah cukup mengalir selama ini. Sekarang, air mata kesedihan ini udah gak boleh lagi keluar. Sang pencipta sekarang sudah mengizinkan kita keluar dari masa sulit itu. Jadi, Ibu gak boleh lagi kayak gini. Hanya boleh ada senyuman di wajah cantik ini," tutur Ana dengan mata yang tampak berkaca-kaca.
Bu Sri pun menghapus cepat jejak air mata itu. Ia menganggukkan kepalanya sebelum akhirnya Ana mengantarnya ke tempat tidur yang hanya berlapiskan tikar itu.
Ana menahan isaknya. Anak mana yang mampu melihat Ibu yang sudah merawatnya selama ini justru tidur di tempat yang tidak layak seperti sekarang.
Ana benar-benar merasakan belati seolah menancap tajam di dalam hatinya. Perih memang namun kini Ana sudah berjanji pada dirinya jika ia tidak akan pernah membiarkan keluarganya kesusahan lagi.
Ia akan melakukan apa saja demi mengubah kondisi ekonomi keluarganya itu. Apa saja.
"Ini hari terakhir kita berada di tempat yang menyedihkan ini ya, Bu. Ana janji setelah ini, Ana gak akan biarin keluarga kita menderita lagi. Ana akan lakuin apa aja demi kebahagiaan Ibu sama Riko. Kalian berdua adalah alasan mengapa Ana masih bernafas sampai sekarang," gumam Ana menitipkan air matanya.
Sesaat setelah ia menyelimuti sang Ibu dengan sarung tipisnya, Ana pun beranjak pergi.
Ia lalu berjalan ke arah meja kayu yang sudah lapuk itu. Mengambil ponsel kuno bermerek Nokia itu.
Ana lalu menekan setiap huruf yang ada di hp jadulnya itu. Kadang kala, hp itu bisa mati dengan sendirinya.
Namun, dengan kesabaran yang penuh. Ana pun tetap mencoba untuk menekan huruf itu hingga menyusun sebuah kalimat.
[Besok datanglah ke rumah. Aku menunggumu. Berkat kamu, semuanya berjalan dengan semestinya kembali.]
Tulisnya sembari tersenyum aneh.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments