"Permisi, Pak."
Suara dari sekretaris pribadi dari Richard itu pun membuat pemuda itu mengalihkan pandangannya.
"Silakan," balas Richard mengizinkan sang sekretaris untuk duduk di hadapannya itu.
Setelah memastikan pintu ruangan itu telah tertutup rapat, pria itu pun sontak berjalan ke arah Richard dengan raut wajah yang terlihat sulit dipahami.
"Apa yang lo lakuin ini gak bener, Chard! Yah kali lo suruh tuh cewek buat bersihin satu ruang gudang yang jelas-jelas gak pernah kita pakai lagi itu. Lo tau kan kalo di situ pernah ada anjing yang buang kotorannya. Lo gak bisa kasih kerjaan kayak gitu ke dia," tutur Aldi-sekretaris sekaligus sahabat dari Richard.
Pria yang ditegur itu pun justru hanya mengendikkan bahunya acuh. Ia lalu bersandar pada kursi kebesarannya itu membuat Aldi merasa ucapannya seakan dianggap angin lalu saja oleh pria itu.
"Gue tau, lo itu emang gak punya hati. Tapi, lo gak ada hak buat lakuin hal itu. Dia bisa aja ngadu dan cemarin nama baik dari perusahaan ini. Perusahaan kita bisa aja dipandang buruk karena mempekerjakan seseorang di dalam gudang yang super kotor itu. Bahkan dia cuman kerja sendirian tanpa ada alat khusus sekali pun," tambah Aldi kembali seakan masih belum puas dengan kalimat pertamanya.
"Ya udah, kenapa gak lo bantuin aja?" jawab Richard terdengar begitu santai.
Aldi sontak menghela nafasnya begitu panjang. Bisa-bisanya sahabatnya itu justru mengatakan hal yang demikian. Apa yang sudah membuat pikirannya menjadi cetek seperti sekarang, gumamnya.
"Kok lo gak ngerti-ngerti sih sama apa yang coba gue omongin sama lo sekarang ini. Ini bener-bener kayak gak manusiawi banget, Richard. Lo gak bisa buat seseorang sampai kerja kayak begini," balas Aldi kembali masih mendesak sang sahabat untuk sadar dan membuka matanya.
Richard pun menyeringai, membuat Aldi mengerutkan keningnya merasa ambigu.
"Nih. Coba baca benar-benar. Kalo perlu lo bisa pinjem kacamata gue ini. Di sini tertulis di dalam surat perjanjian yang udah gue tandatanganin sama cewek yang lo bela itu. Kalau dia emang berani nolak maka dia akan dapatin kompensasi 1 milyar. Gue udah suruh dia buat baca dan mikir-mikir dulu waktu itu. Tapi, dia bilang setuju. Apa aja akan dia lakuin demi keluarganya bisa hidup layak. Lalu gue bisa apa? Lo sendiri kan yang bilang buat gue jangan biarin hati gue keras terus? Ada kalanya gue harus berbagi buat orang yang membutuhkan. Kayak sinetron yang lo tonton. Perlu kita lihat cctv dan perjelas rekaman suara waktu lo ngomong kayak gitu ke gue? Gue dengan senang hati bakalan anterin lo," tutur Richard yang membuat Aldi langsung bungkam.
Ia tidak bisa membela apapun lagi saat semua ucapan Richard itu nyatanya semua penuh dengan kebenaran.
"Lo naksir sama dia? Selera lo emang gak pernah berubah dari dulu. Selalu aja cari yang udik dan kampungan kayak gitu. Gue ada urusan sebentar. Kalo mau bantuin si Ana silahkan aja loh. Gue gak ngelarang lo buat bantuin dia," sambung Richard sebelum akhirnya meninggalkan Aldi sendirian di dalam ruangan miliknya itu.
***
Meski Ana merasa tidak seharusnya ja bekerja seperti sekarang. Namun, apalah dayanya jika semua sudah diperintahkan oleh Richard.
Lagipula semuanya kan karena dirinya juga yang mengatakan jika akan melakukan apa saja, asalkan kebutuhan keluarganya bisa terpenuhi.
Sudah sekitar 2 sampai 3 jam lamanya Ana membersihkan ruangan yang benar-benar tidak layak disebut sebagai ruangan itu.
Entah kenapa tempat itu bisa sampai sekotor sekarang. Bahkan, Ana hanya membersihkannya sendirian saja.
Tidak ada yang membantunya padahal di kantor itu banyak sekali OB yang berkeliaran kesana kemari tampak tak memiliki kerjaan. Namun, tidak ada satu pun di antara mereka yang mau membantu Ana.
Helaan nafas pun keluar cukup berat dari mulut Ana. Sekitar kurang lebih 5 jam lamanya. Barulah tempat itu selesai dibersihkan oleh dirinya.
Tempatnya memang masih belum bagus sempurna. Tapi setidaknya, sudah tidak ada lagi kotoran dan sebagainya.
Hanya tersisa, renovasi saja untuk ruangan itu. Maka sudah bisa dibuat satu ruangan khusus baru lagi.
"Minum dulu. Kamu pasti capek, kan?"
Aldi datang bak jalangkung membuat Ana terhenyak beberapa detik.
Semula ia hanya memandang tangan pemuda itu sebelum akhirnya ia menerima pemberian minuman itu setelah dibujuk beberapa kali.
"Makasih," singkat Ana menegak hingga tandas botol minuman itu.
Aldi terkekeh sebelum akhirnya mengajak gadis itu untuk duduk di kursi panjang yang tak jauh dari posisi mereka.
"Aldi. Sekretaris sekaligus sahabatnya si Richard. Bos kamu," tutur Aldi memperkenalkan dirinya.
Ana pun membelalak sejenak sebelum akhirnya membalas jabatan tangannya itu.
"Pantesan kayaknya kalian deket. Waktu itu saya gak sengaja lihat kertas foto kalian berdua. Ternyata dugaan saya memang gak pernah salah," tutur Ana membuat Aldi tersenyum kecil.
"Kenapa lakuin ini?" tanya Aldi tulus.
"Saya sudah membuat perjanjian sama Pak Richard. Bagaimana pun juga, sekarang saya bisa hidup dengan layak semua berkat bantuan dari Pak Richard. Apapun yang Pak Richard perintahkan kepada saya. Tentu akan saya lakukan," balas Ana tak enggan bercerita.
Menurutnya, jika Aldi dekat dengan Richard. Pasti saja bosnya itu sudah menceritakan semuanya kepada Aldi. Jadi, tidak ada lagi yang perlu Ana sembunyikan rasanya.
"Yakin? Hanya itu?" tanya Aldi membuat Ana mengalihkan pandangannya ke arah pria itu.
"Ada masalah di keluarga kamu?" telisik Aldi seolah bisa membaca pikiran dari Ana saat ini.
"Bagaimana anda bisa mengetahui itu?" tanya Ana tampak tersentak.
Baru kali ini, ia menemukan orang yang bisa membaca pikirannya seperti itu.
"Cerita aja."
Mendengar hal itu, Ana pun sontak menarik nafasnya begitu panjang. Entah kenapa, rasanya ia ingin membagi begitu saja kisah yang selama ini masih ia sembunyikan itu.
"Saya pengen kasih kehidupan yang layak untuk keluarga saya. Sebelum nanti, saya gak bisa bantu mereka lagi. Ibu dan adik saya sudah mengalami penderitaan seperti ini cukup lama. Kehidupan kami saat almarhum Ayah masih hidup memang masih dibawah. Namun, setidaknya kami bisa makan nasi meski dengan lauk tempe setiap harinya. Tetapi setelah Ayah pergi, kehidupan kami makin memburuk. Kami tidak bisa lagi makan dengan nasi. Sangat jarang bisa makan seperti dulu. Kebanyakan kami hanya mampu makan dengan singkong rebus saja. Saya ingin, bisa membuat mereka bahagia sebelum semuanya terlambat. Tidak perduli apapun caranya, apapun balasan yang harus saya berikan. Asalkan keluarga saya bisa hidup dengan layak. Tidak boleh ada kesedihan lagi di mata Ibu. Hanya boleh ada kebahagiaan di sana," tutur Ana tampak berkaca-kaca.
Tak lama setelah itu, ia permisi untuk ke toilet. Meninggalkan Aldi sendirian.
Aldi lalu menyalakan layar ponselnya, menghubungi kontak seseorang.
"Sudah saya temukan, Bu. Baik akan segera saya proses," tuturnya sebelum akhirnya sambungan itu terputus begitu saja.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments