Happy reading!😊😘
.
.
.
***
"Inilah alasan aku tidak ingin menikah. Lihat saja, pria itu pergi meninggalkanku sendiri di sini."
Sara berguling-guling di atas ranjang king size itu. Tangannya tak henti-henti memukul bantal dan guling di sana. Mulutnya berkomat-kamit menyumpahserapahi pria yang menjadi suaminya itu.
"Dasar pria brengseekk! Andai bukan karena Peter mengikatku pasti aku sudah berada di puncak Himalaya sekarang. Max sialan!"
"Ya, aku akui kau lumayan tampan dan untung saja kau bukan pria yang dingin sedingin wajah sialanmu itu. Dan apa katanya tadi? Pernikahan itu suci? Jelas aku tahu itu sialan. Tapi bukan pernikahan denganmu yang aku inginkan."
Sekali berguling dengan kaki yang menendang udara, Sara terjatuh dari ranjang itu.
"Aw! Ranjang sialan! Kau sama menyebalkannya dengan pemilikmu."
Ia memukul ranjang itu sampai tangannya merasa sakit.
Merasa kesal karena mendapatkan kesialan, perempuan itu keluar dari kamar. Rasa penasarannya dengan bangunan itu mengalahkan rasa lelahnya.
Kakinya melangkah ke segala arah yang tidak diketahuinya. Sampai ia terjebak di sebuah ruangan yang tidak bisa lagi dibuka setelah dirinya masuk ke sana.
"Astaga, bagaimana cara membukanya? Apa pakai remote seperti kamar mandi tadi? Apa orang kaya memang seperti ini? Tapi tidak mungkin. Peter juga punya rumah yang besar tapi tidak seaneh ini."
Tangannya memukul-mukul pintu itu. "Aku bisa mati kepanasan di sini."
Hingga tanpa ia sadari, peralatan gym nampak di sana setelah pukulannya mengenai sebuah tombol di pintu itu.
Ketika ia mundur hendak menendang pintu itu, kakinya tersangkut benda yang berat.
"Sial, apa lagi ini?! Oh my God! Bagaimana ini bisa ada di sini? Apa di rumah ini ada jin?"
Matanya terbelalak sempurna. Bagaimana peralatan gym semuanya lengkap di sana. Dengan mata berbinar-binar, Sara mencoba satu persatu.
"Wow, lebih menyenangkan daripada milik Edwin."
Berulang kali ia melakukannya dengan berbagai macam alat hingga ia lelah.
"Astaga, aku lupa kalau di sini sangat gerah. Apa tidak ada pendingin ruangan? Yang benar saja, pasti benda itu tersembunyi lagi."
Karena tidak bisa menemukan apapun lagi atau dia yang tidak pandai meneliti sekeliling, akhirnya Sara tidur telentang sambil menatap langit-langit ruangan itu.
"Jika pria itu benar-benar menahanku untuk tetap menjadi istrinya, apa yang harus ku lakukan? Aku masih punya mimpi untuk menaklukan puncak Everest."
Saat sedang asyik berguling di lantai yang dingin itu, tiba-tiba lehernya pegal.
"Astaga, aku lupa kalau bagian ini terluka. Hufftt, harusnya aku tidak melakukan itu tadi jika aku tahu pria yang menjadi suamiku adalah pria tampan. Ck, tidak ada bedanya, Sara. Dia tampan tapi bukan milikmu! Lihat saja, dia pergi begitu saja."
Sara memijat lehernya yang pegal itu sampai sebuah ketukan di pintu mengejutkannya.
"Pintunya tidak bisa dibuka!" teriaknya pada seseorang yang di luar.
Bersamaan dengan itu, seseorang muncul di sana.
"Maaf, Nyonya. Saya belum mengunci pintu ini tadi."
"Apa maksudmu?"
"Saya belum menguncinya makanya Nyonya bisa masuk ke sini. Ini tempat terlarang untuk siapapun masuk ke sini, Nyonya."
Sara terbelalak. Dia menelan ludahnya kasar seraya meremas jemarinya.
"Apa yang harus ku lakukan? Aku telah bermain dengan peralatan itu tadi!" Ia menunjuk pada benda-benda di sekitarnya.
"Tuan melihatnya, Nyonya." Orang itu menunjuk ke sudut ruangan bagian atas yang terdapat benda kecil berkedip di sana.
"Astaga, aku pasti dibunuh pria jahat itu." Sara bergidik ngeri. "Aku tidak sengaja masuk ke sini dan pintunya tiba-tiba terkunci dan setelah itu, tiba-tiba muncul lagi peralatan gym itu dan aku melakukan olahraga malam hari," jelas Sara seraya mengerucutkan bibirnya.
"Apa dia benar-benar akan membunuh siapapun yang masuk ke sini?"
"Aku tidak mengatakan itu, Nyonya. Aku hanya mengatakan bahwa ruangan ini terlarang untuk siapapun."
"Oh Yesus, apa kau bodoh? Terlarang berarti itu sama dengan menyodorkan diri di lubang kematian."
"Panggil saya Adrian, Nyonya, dan mengenai perkataanku tadi, jangan takut karena Tuan tidak seperti yang Anda bayangkan."
"Apa yang ku bayangkan?"
Adrian mengedikkan bahu dan menuntun Sara keluar.
"Bagaimana membuka pintu itu? Sejak tadi aku mencari kunci."
***
Max berjalan dengan langkah santai, sesekali ia bersiul dengan riang. Mata birunya tetap menatap tajam apapun yang melintas. Satu tangannya menyibakkan anak rambut yang jatuh di kening dan tangan lainnya memegang pistol.
"Alex, apa kau bisa menerka siapa dalang dalam insiden itu?"
"Maaf, Tuan. Sepertinya aku tidak bisa menebak."
Max terkekeh. "Ayolah, Alex. Ayo kita bertaruh! Yang menang dia yang berhak membunuh orang itu."
Alex hanya menggeleng dengan isi kepala Max. Pria itu hobi taruhan dan membunuh. Karena menang taruhan itulah dia berhasil menjebak Peter dengan uang yang banyak.
"Aku tidak akan melakukannya, Tuan. Aku takut kau memiliki dua istri."
Max tertawa mendengar penuturan Alex. "Memangnya kau punya anak? Atau punya seorang saudari?"
"Itu yang aku khawatirkan, Tuan. Aku tidak punya apa-apa untuk dijadikan tumbal kekalahanku."
"Astaga, malangnya hidupmu, Alex. Cari wanita dan menikahlah!"
Alex mendengus. Dalam hati ia selalu merutuki perkataan pedas seorang Maxwell. Meremehkan dirinya yang tidak pernah memiliki wanita.
"Aku harus pastikan Anda bahagia, Señor."
"Ck, aku selalu bahagia dengan pekerjaanku, Alex. Kau tahu hobiku. Itulah defenisi bahagia yang sebenarnya. Melakukan apapun yang kau suka bisa membuatmu bahagia termasuk sekarang."
Max mengarahkan pistolnya ke kegelapan dan menembak seekor binatang liar di sana.
"Itu selalu mendebarkan jantungku, Alex."
Percakapan keduanya terhenti saat sampai di tempat yang dituju. Para penjaga yang bertugas mengamankan tempat itu segera mempersilahkan Max untuk masuk. Beberapa di antara mereka mengikuti dan masuk ke dalam.
Mereka mengantar Max ke dalam sebuah tempat yang disiapkan tersebut.
"Dia tidak membuka mulutnya, Señor."
"Tidak apa, kalian pergilah!"
Penjaga itu membiarkannya sendiri di sana. Max mendekat. Mata tajam disertai seringai di bibirnya membuat wajah tampan berjambangnya sedikit menyeramkan.
"Hola, amigo. (Halo, kawan)," sapanya.
Melihat wajah pria di depannya, Max ingin sekali tertawa. Namun, ia harus menahannya demi harga dirinya sebagai seorang mafia, pemilik negara Spanyol.
"Bagaimana pria tampan sepertimu bisa berada di tempat kumuh seperti ini?"
Pria yang diikat di kursi itu meronta-ronta. Wajahnya menunjukkan amarah yang terpendam. Dengan mulut yang ditutup rapat, ia mencoba berbicara.
"Alex, buka penutup mulutnya. Sepertinya ada yang ingin disampaikannya padaku sebelum aku melakukan ritualku."
Alex segera melakukannya. Pria itu terus meronta dan setelah penutup mulutnya terbuka, ia melancarkan umpatannya.
"Kau pria brengseekk! Mafia sialan! Kau akan mati terbunuh! Dioses La Muerte akan hancur!"
Max terkekeh dengan seringai di bibir tipisnya. "Dalam mimpimu, kawan."
"Lepaskan aku, sialan!"
Max menunduk tepat di depan wajah pria itu. Wajahnya datar tanpa ekspresi.
"Aku memegang kendali hidupmu, Joe. Lihat ini!"
Max menunjukkan selembar foto yang diberikan Alex tadi tentang identitas pria itu.
"Kau memiliki anak perempuan yang manis."
"Jangan menyentuh putriku, brengsekk!"
"Jika kau memberitahuku siapa yang menyuruhmu menyembunyikan barang milikku!"
Seringai di bibirnya semakin lebar seiring dengan ketakutan pria itu.
"Aku tidak tahu! Dan aku tidak melakukan itu!"
"Dan nyawa gadis manis ini tidak akan tertolong!"
"Jangann!"
"Katakan!" tegas Max dengan pistol yang ditodongkan di kening pria itu.
"Dia akan membunuhku jika membuka mulut!"
"Tidak ada bedanya dengan sekarang! Kau memilih putrimu atau dirimu yang berada di neraka?"
Bagai makan buah simalakama, Joe tidak memiliki pilihan. Nyawa putri kecilnya berada di tangan Max jika ia tidak memberitahu kebenarannya, dan nyawanya pasti akan terancam jika ia memberitahu kebenaran itu. Dalam keadaan terdesak ini, dia diberikan pilihan yang sangat sulit.
"Pilihlah salah satu, Joe!"
Di ambang jurang kematian, Joe membuka mulutnya.
"Peter O'connor!"
.
.
.
iklan**
.
Author : gue baru tahu kalo ada orang di dunia nyata yang sama dengan nama sara o'connor di novel ini. sueerr, gue gatau😅
Netizen : yang penyanyi itu kan
Author : ho'oh gue baru nyadar pas ada yang komen kemarin
Netizen : yah maklum aja authornya kan sedikit oneng
Ini merupakan ketidaksengajaan yang ditakdirkan. Apabila nanti terdapat kesamaan nama di sini, maafkan daku😅.
Netizen : asal jan pake nama gue aja
Author : amit-amit dah, jauh jauh sono. nama Jubaedah mana cocok sm daerah mafia🙄.
eiiitttssss.... jan ketipu mulu sama judulll😅😅😅. kasian gue lama lama sm lu😂
Netizen : 😑😑😑😑
.
***
Love,
Xie Lu♡
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Sulisayaheaisyah Sulis
❤️❤️❤️❤️❤️❤️
2022-12-12
0
Hotmin MS
ini terminator ato g ya haha...sara o'conner
2020-12-11
1
Triiyyaazz Ajuach
visualnya perfect
2020-12-10
1